Bila tidak segera mendapatkan pertolongan saat jantung berhenti bekerja, maka akan berujung pada kematian mendadak. Dalam istilah medis dikenal dengan istilah sudden cardiac death (SCD) yang dapat terjadi karena jantung tiba-tiba berhenti memompa yang disebut dengan sudden cardiac arrest (kematian terjadi dalam hitungan menit) atau karena terjadi sumbatan pembuluh darah arteri koronaria di jantung, yang sering disebut sebagai “serangan jantung.” Cukup sering kita mendengar kabar di berita, bahkan kerabat yang tiba-tiba meninggal mendadak. Tidak ada cara yang dapat menggaransikan pencegahan terjadinya kematian mendadak akibat jantung ini, kecuali dengan cara mendeteksi dini masalah, lalu menangani masalah tersebut, serta melakukan segala tindakan yang dapat menjauhkan diri dari faktor-faktor risiko terjadinya SCD ini.
Penyakit jantung dan pembuluh darah/CVD (cardiovascular disease), merupakan penyakit penyebab kematian nomor wahid di dunia. 17,8 juta orang kehilangan nyawa setiap tahun, atau sepertiga dari seluruh kematian, adalah karena CVD. 75%-nya justru terjadi di negara berkembang, karena masih terbatasnya pelayanan kesehatan jantung dibanding negara maju, khususnya deteksi dini. Dua per tiga dari kematian tersebut justru terjadi pada usia di bawah 65 tahun, karena banyak orang sudah memiliki masalah atau penyakit pada jantungnya bahkan sejak berusia 20 tahun. Porsi besar dari kematian karena CVD ini adalah serangan jantung dan stroke. Khusus untuk jantung adalah sudden cardiac death, yang 75%-nya disebabkan oleh penyakit arteri koronaria/CAD (coronary arterial disease).
- Sudden cardiac arrest (SCA); yang bila diterjemahkan berarti henti jantung tiba-tiba, disebabkan oleh kerusakan sistem kelistrikan jantung membuat jantung tidak bisa memompa darah ke organ-organ di tubuh, maka terjadilah SCD. Faktor risikonya adalah riwayat SCA dalam keluarga, riwayat irama jantung abnormal (aritmia), low ejection fraction atau persentase darah yang dapat dipompa keluar dari bilik kiri ke seluruh tubuh <35% (normalnya 55-70%).
- Serangan jantung; yang terjadi karena kegagalan pompa jantung akibat otot tidak cukup mendapatkan oksigen, hasil dari sumbatan pembuluh darah arteri koronaria, pembuluh darah yang mengirimkan nutrisi dan oksigen untuk otot-otot jantung. Akibatnya terjadi hal yang sangat fatal seperti ventricular fibrillation yaitu ketika bilik jantung hanya gemetar sangat cepat, tapi tidak memompa darah terutama ke otak dan paru-paru. Faktor risikonya adalah hipertensi, kolesterol tinggi, kencing manis, obesitas, dan merokok.
Perbedaan Gejala SCA & Serangan Jantung
- Orang yang mengalami SCA tidak dapat atau kesulitan bernafas dan nadinya tidak teraba. Tanpa bantuan hidup dasar yaitu resusitasi jantung paru (RJP) atau cardio pulmonary resuscitation (CPR), dalam waktu singkat akan berujung pada kematian. Sementara orang yang mengalami serangan jantung masih bisa bernafas dan jantungnya masih berdegup.
- SCA biasanya tidak bergejala, namun bila ada maka sama seperti serangan jantung yaitu jantung berdebar kencang (palpitasi), sakit kepala ringan, dan pingsan.
- Gejala khas lainnya untuk serangan jantung adalah nyeri dada yang menjalar ke lengan, punggung, leher dan rahang. Lalu dapat dirasakan nafas pendek, berkeringat banyak, serta mual dan muntah. Gejala ini dapat hilang timbul dalam hitungan hari bahkan minggu sebelum terjadi serangan jantung.
Kondisi pada Jantung Memicu SCD
Ada pula beberapa kondisi atau penyakit pada jantung yang sudah diketahui dapat memicu seseorang untuk mengalami kematian mendadak karena jantung ini, yaitu:
- Coronary artery disease (CAD) atau penyakit arteri koronaria. Di Indonesia dikenal dengan istilah “penyakit jantung koroner”.
- Cardiomyopathy atau kematian otot jantung. Otot jantung dapat berubah menipis dan melar atau dapat juga menjadi menebal. Kedua kondisi dapat membuat jantung sulit untuk memompa darah.
- Penyakit katup-katup jantung sehingga terjadi kebocoran katup atau penyempitan celah katup, yang keduanya dapat melemahkan otot jantung.
- Penyakit jantung congenital yang dibawa sejak lahir.
- Long QT syndrome atau sindroma gelombang QT yang panjang pada pemeriksaan EKG, yang berarti sudah terjadi denyut jantung yang tidak beraturan.
Sudden Cardiac Death saat/setelah Berolahraga
Juga kerap kita dengar adalah kematian mendadak pada saat seseorang olahraga atau setelah olahraga, bahkan dapat terjadi pada seorang atlit yang sangat bugar. Pada tahun 2018 pernah dilaporkan, sebagian besar kematian mendadak saat/setelah olahraga ini karena CAD pada dewasa, lalu karena cardiomyopathy dan SCA pada orang lebih muda. Kasus yang termuda tercatat pada atlit berusia 16 tahun. Untuk menghindarinya, ditetapkan protokol antisipasi dan screening bagi atlit yang akan bertanding. Yaitu melakukan pemeriksaan kesehatan dan EKG secara rutin dan sebelum bertanding. 60% dari kondisi penyebab SCD dapat terdeteksi dengan EKG. Penelitian 2019 melaporkan 29% atlit yang mengalami serangan jantung memiliki riwayat gejala penyakit jantung sebelumnya.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Serangan jantung yang dapat berujung pada kematian mendadak dikenal dengan MI (myocardial infarction) yang didahului oleh terjadinya ACS (acute coronary syndrome) atau sindroma arteri koronaria akut. Yaitu saat terjadi sumbatan pada arteri koronaria yang menyuplai nutrisi dan oksigen ke otot jantung. Ada 2 jenis serangan jantung tsb.:
- STEMI (ST segmen elevation myocardial infarction) atau terjadinya perpanjangan segmen ST pada pemeriksaan EKG pada sebuah MI. STEMI dikatakan juga sebagai serangan jantung yang klasik dan paling sering. Pada kasus STEMI arteri jantung ada yang tersumbat total sehingga porsi besar otot jantung berhenti mendapat oksigen. Saat sudah terjadi serangan, pasien mengeluh rasa tidak nyaman seperti tekanan atau sempit dan nyeri pada bagian tengah dada. Nyeri menjalar sampai ke kedua lengan, punggung, leher, dan rahang.
- NSTEMI (non-ST elevation myocardial infarction) atau MI yang tidak terjadi perpanjangan segmen ST pada pemeriksaan EKG. Berbeda dengan STEMI, sumbatan pada NSTEMI hanya terjadi parsial. Porsi dan keparahan sumbatan hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan CAG (coronary angiography). Pada pemeriksaan darah juga didapatkan peningkatan protein troponin sebagai tanda terjadinya kerusakan otot jantung.
Ada jenis ketiga dari serangan jantung, namun tidak langsung menyebabkan kematian mendadak, yaitu CAS (coronary arteri spasm), atau disingkat coronary spasm. Yaitu saat terjadinya kram pada jantung yang juga mendapatkan sebutan unstable angina. CAS sering juga disebut sebagai silent heart attack atau serangan jantung tanpa gejala. Saat sudah terjadi serangan, keluhannya mirip dengan STEMI. Tidak jarang CAS mendapatkan diagnosis lain seperti nyeri otot, sakit maag/pencernaan, dll. Hanya pencitraan seperti CTA (CT-Angiography) dan CAG yang dapat memastikannya. Kerusakan yang terjadi pada CAS tidak bersifat permanen, namun sudah tentu meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung di kemudian hari.
Penanganan Setelah Melewati Masa Kritis
Setelah melewati masa kritis, penderita biasa diberikan 3 terapi yaitu: oksigen, obat nitroglycerin untuk mengurangi nyeri dada dan memperbaiki peredaran darah, serta obat pengencer darah seperti aspirin untuk mencegah sumbatan lanjutan pembuluh darah. Lalu penderita harus sudah sampai di RS di bawah 6 jam untuk mendapatkan tindakan lanjutan, menghindari kerusakan permanen otot jantung. Setelah keluar dari RS, masih dibutuhkan waktu mingguan sampai bulanan untuk beraktivitas normal kembali. Penderita akan diobati penyakit pencetus serangan jantungnya seperti hipertensi, kolesterol tinggi, DM, dll.
Mencegah Kematian Mendadak Akibat Jantung
Mencegah selalu menjadi yang utama terutama agar tidak mengalami kematian mendadak akibat jantung. Tentunya dengan menjauhi faktor risiko terkena penyakit metabolisme yang dapat merusak organ dan kerja jantung, yaitu: tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, trigliserida tinggi, obesitas, dan kencing manis. Juga menjaga hidup sehat agar terhindari dari penyakit metabolisme tersebut dengan menjaga diet sehat, menghindari asap rokok, rutin berolah raga, menghindari gaya hidup malas bergerak (sedentary lifestyle), tidur berkualitas, mengelola stres dengan baik, serta menjalani kehidupan yang bahagia.
Kelemahan Pemeriksaan EKG
Dari uraian di atas, banyak jenis dan penegakan diagnosis dilakukan dengan bantuan EKG. Bahkan nama diagnosis penyakit jantungnya pun diambil dari jenis kelainan gelombang EKG. Tapi tetap saja EKG masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna untuk mengetahui bahwa seseorang memiliki risiko tinggi mengalami CSD. Bahkan ada jenis serangan jantung NSTEMI yang harus ditegakkan diagnosis pastinya menggunakan pemeriksaan canggih di RS yaitu CAG. Ditambah lagi banyak dari kejadian CSD terjadi mendadak tanda gejala, bahkan pada seseorang yang rutin memeriksakan EKG secara berkala, dan sudah disimpulkan dalam kondisi normal-normal saja.
Kelemahan Pemeriksaan CAG
Bahkan pemeriksaan canggih CAG (coronary angiography) masih memiliki kekurangan karena hanya dapat mendeteksi terjadinya sumbatan pada pembuluh darah yang besar saja (> 400 mikron). Padahal iskemia dapat terjadi tanpa adanya sumbatan pada arteri besar yang dikenal dengan nama INOCA (ischemia with non-obstructive coronary artery disease), karena terjadi pada mikrovaskularisasi di jantung dengan pembuluh darah berukuran < 400 mikron. Pada INOCA terjadi coronary microvascular dysfunction (CMD) atau disfungsi mikrovaskularisasi di jantung. CMD menyebabkan kenaikan angka kematian sampai 4x lipat.
Harapan Baru Pemeriksaan Jantung
Cara yang digunakan saat ini dalam menegakkan diagnosis beberapa jenis kelainan di jantung dan pembuluh darah jantung, adalah melalui algoritma panjang dan kombinasi pemeriksaan yang berbiaya tidak murah. Karenanya para ahli jantung intervensi (interventional cardiologists) merasa perlu ditemukannya cara dan strategi yang lebih efektif. Kabar baiknya kini sudah ditemukan satu metoda pemeriksaan yang disebut MCG (Multifunction Cardio-Gram). MCG dapat mengidentifikasi adanya iskemia (menurunnya suplai darah) pada otot jantung dengan cara merubah 2 gelombang EKG (lead II dan V5) menjadi grafik frekuensi, dengan menggunakan perhitungan kompleks 6 persamaan matematika. Pemeriksaan MCG seperti memeriksa EKG biasa namun dilakukan selama ±10 menit.
Analisa MCG Menggunakan AI dan ML
Setelah didapatkan, grafik frekuensi tersebut dibandingkan dengan ratusan ribu data pada database menggunakan AI (artificial intelligence) dan ML (machine learning). MCG pada akhirnya memberikan score keparahan iskemia dari 0 sd. 22, dan memberikan kategori disfungsi sistem kardiovaskular dari A sd. G. Pengembangan MCG dijalankan dengan melakukan multiple double blind independent prospective clinical trial di 8 negara dari 3 benua untuk memvalidasi hasil MCG. Dari trial didapatkan kesimpulan bahwa MCG menunjukkan spesifisitas dan akurasi tinggi, berguna tidak hanya untuk mengidentifikasi iskemia secara signifikan, juga dapat mengurangi pemeriksaan CAG yang berbiaya tinggi. Di AS, MCG sudah medapatkan US FDA 510k dan digunakan sejak tahun 2011 hingga saat ini. Semoga dalam waktu dekat dapat digunakan di Indonesia.
©IKM 204-07