Antibody-Drug Conjugates (ADC), yang berarti “Pasangan Obat dan Antibodi,” merupakan salah satu inovasi terbaru dalam bidang terapi kanker yang menggabungkan spesifisitas antibodi monoklonal dengan potensi sitotoksik dari obat kemoterapi. Teknologi ini memungkinkan pengiriman obat langsung ke sel kanker tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya, sehingga meningkatkan efikasi pengobatan dan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Dalam beberapa tahun terakhir, ADC telah menjadi fokus utama dalam penelitian dan pengembangan di industri farmasi dan bioteknologi. Banyak perusahaan dan institusi kesehatan berlomba-lomba untuk mengembangkan ADC yang lebih efektif dan aman bagi pasien kanker.
ADC bekerja berdasarkan prinsip targeted therapy atau terapi yang ditargetkan secara spesifik. Prosesnya dapat dijelaskan dalam beberapa langkah utama:
- Pengikatan ke antigen target. ADC memiliki dari antibodi monoklonal yang dirancang untuk mengenali dan mengikat antigen spesifik yang hanya ditemukan pada permukaan sel kanker, contohnya adalah HER2, CD30, CD19, dan TROP-2.
- Internalisasi dan pemrosesan di dalam sel. Setelah ADC mengikat antigen target, kompleks ADC-antigen akan masuk (internalisasi) ke dalam sel kanker melalui proses endositosis. Setelah berada di dalam sel kanker akan masuk ke dalam endosom dan lisosom.
- Pelepasan obat sitotoksik. Di dalam lisosom, linker atau senyawa yang menghubungkan antibodi dan obat sitotoksik akan terurai, memungkinkan pelepasan obat di dalam sel kanker. Obat sitotoksik lalu bekerja menghambat pembelahan sel, yang akhirnya menyebabkan kematian sel kanker.
- Efek sekunder pada lingkungan tumor. Selain membunuh sel kanker target, ADC juga dapat memberikan efek samping terhadap sel kanker di sekitarnya melalui bystander effect atau efek sekunder, terutama jika obat sitotoksik yang digunakan bersifat lipofilik dan dapat berdifusi ke sel-sel sekitar.
ADC terdiri dari tiga komponen utama yang bekerja secara sinergis untuk meningkatkan efektivitas terapi kanker:
- Antibodi Monoklonal (mAb). Berfungsi sebagai "pemandu" yang mengantarkan obat ke sel kanker dengan spesifisitas tinggi, contohnya antara lain trastuzumab dan brentuximab.
- Linker. Merupakan molekul penghubung antara antibodi dan obat sitotoksik. Linker yang ideal harus cukup stabil dalam sirkulasi darah tetapi mudah terurai setelah masuk ke dalam sel kanker. Ada dua jenis linker utama, yaitu: linker yang dapat terurai (cleavable linker) yang terdegradasi oleh lingkungan sel kanker (misalnya pH rendah atau enzim protease) dan linker yang tidak dapat terurai (non-cleavable linker) yang memerlukan degradasi antibodi sepenuhnya untuk melepas obat.
- Obat sitotoksik (payload). ADC membawa obat sitotoksik yang jauh lebih kuat dibandingkan kemoterapi konvensional. Contoh payload yang sering digunakan adalah:
- Auristatin (MMAE, MMAF) yang menghambat mikrotubulus seluler sel kanker.
- Maytansinoid (DM1, DM4) yang menghambat pembelahan sel kanker.
- Pyrrolobenzodiazepine (PBD) yang mengganggu struktur DNA sel kanker.
Keunggulan ADC vs. Terapi Kanker Konvensional
ADC memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya lebih efektif dan lebih aman dibandingkan terapi kanker konvensional (kemoterapi biasa).
1. Lebih tepat sasaran.
Bayangkan kemoterapi seperti bom yang meledak tanpa pandang bulu, merusak sel kanker sekaligus sel sehat di sekitarnya. ADC bekerja lebih seperti "peluru kendali" yang hanya menargetkan sel kanker tanpa merusak jaringan sehat. ADC menggunakan antibodi khusus yang dirancang untuk mencari dan menempel hanya pada sel kanker. Setelah menempel, ADC melepaskan obat hanya ke dalam sel kanker, tanpa menyebar ke seluruh tubuh. Hal ini menjadikan terapi lebih efektif dan lebih aman.
2. Dosis lebih kecil, efek lebih besar.
Obat yang digunakan dalam ADC sangat kuat, sehingga hanya diperlukan dosis kecil untuk menghancurkan sel kanker. Ini berbeda dengan kemoterapi biasa yang sering membutuhkan dosis tinggi yang bisa menyebabkan kerusakan besar pada tubuh. Dengan dosis lebih kecil, tubuh pasien tidak terlalu terbebani, risiko komplikasi lebih rendah. Dokter dapat mengatur terapi dengan lebih fleksibel, menghindari kondisi pasien berhenti sementara dari pengobatan karena tubuhnya tidak sanggup dengan efek samping dosis tinggi kemoterapi.
3. Menjangkau kanker yang sulit diobati.
Beberapa jenis kanker memiliki perlindungan alami yang membuatnya kebal terhadap kemoterapi. ADC dapat menembus perlindungan tersebut dengan mekanisme khusus, sehingga bisa menjadi solusi bagi kanker yang sebelumnya sulit atau bahkan tidak bisa diobati dengan metode lain. Dengan ADC, obat diberikan secara langsung ke dalam sel kanker, sehingga peluang keberhasilan terapi meningkat, terutama untuk kanker yang sudah dalam tahap lanjut dan sulit diatasi dengan metode konvensional.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Salah satu masalah besar dalam terapi kanker adalah dalam banyak kasus, ada sel kanker yang bertahan dari kemoterapi dan kembali berkembang. ADC dirancang untuk bekerja lebih efektif dalam membunuh sel kanker hingga ke akar-akarnya, sehingga mengurangi kemungkinan kambuh. ADC memiliki potensi untuk membunuh sel kanker yang sulit dijangkau, sehingga mengurangi risiko sisa-sisa sel kanker yang tidak terdeteksi kembali berkembang menjadi tumor baru.
5. Memungkinkan kombinasi dengan terapi lain.
ADC dapat dikombinasikan dengan terapi lain seperti imunoterapi atau terapi radiasi untuk meningkatkan keberhasilannya. Dengan pendekatan ini, kemungkinan untuk menyembuhkan kanker atau memperpanjang harapan hidup pasien menjadi lebih besar. Dengan mengkombinasikan ADC dapat bersamaan dengan imunoterapi untuk meningkatkan respons sistem kekebalan tubuh terhadap kanker, hasilnya dapat lebih optimal dan meningkatkan peluang kesembuhan.
6. Mengurangi efek samping yang menyiksa.
Karena ADC hanya menyerang sel kanker, pasien cenderung mengalami efek samping yang lebih ringan dibandingkan kemoterapi konvensional. Dengan ADC, risiko kerusakan pada sel-sel sehat, seperti di sistem pencernaan dan sumsum tulang, jauh lebih rendah, sehingga pasien bisa menjalani terapi dengan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu tantangan terbesar dalam pengobatan kanker adalah efek samping yang berat, seperti muntah, diare, atau bahkan infeksi karena sistem kekebalan yang melemah akibat kemoterapi.
7. Pilihan yang lebih nyaman bagi pasien.
Efek samping ADC lebih ringan dibandingkan dengan kemoterapi konvensional yang sering membuat mereka lemas dan tidak bisa beraktivitas normal. Banyak pasien kanker merasa kehilangan kendali atas kehidupan mereka karena efek samping berat dari kemoterapi, seperti kehilangan nafsu makan, kelelahan ekstrim, atau gangguan kognitif. Dengan ADC, pasien bisa tetap menjalani hidup dengan lebih nyaman, tetap bekerja, bersosialisasi, dan menikmati waktu bersama keluarga, tanpa harus terlalu sering terbaring lemah karena efek pengobatan yang berat.
Tantangan dalam Pengembangan ADC
Meskipun ADC menawarkan banyak keunggulan dibandingkan terapi kanker konvensional, pengembangannya masih menghadapi berbagai tantangan besar. Berikut adalah beberapa hambatan utama yang harus diatasi sebelum ADC bisa menjadi terapi kanker yang lebih luas digunakan:
- Proses produksi sangat rumit dan mahal. Membuat ADC tidak semudah mencampur obat dengan antibodi lalu menggunakannya pada pasien. Proses produksinya sangat kompleks dan memerlukan teknologi tinggi dalam kondisi yang sangat steril dan terkontrol, karena sedikit saja kesalahan bisa membuat obat tidak bekerja dengan baik atau bahkan berbahaya bagi pasien. Selain itu, biaya produksinya juga sangat tinggi karena memerlukan bahan baku berkualitas tinggi, penelitian yang mendalam, serta fasilitas laboratorium khusus.
- Menemukan antibodi yang benar-benar tepat. Untuk memastikan ADC bekerja secara efektif, antibodi yang digunakan harus benar-benar spesifik terhadap sel kanker yang ditargetkan. Ini seperti mencari kunci yang pas untuk sebuah gembok. Jika antibodi tidak cukup spesifik, ADC bisa menyerang sel sehat juga, yang dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Ilmuwan harus melakukan banyak dan penelitian untuk menemukan antibodi yang sempurna, yang tentunya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
- Memastikan obat tidak lepas sebelum waktunya. Tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana memastikan obat tetap menempel pada antibodi sampai tiba di sel kanker. Jika obat terlepas terlalu cepat, maka zat beracun bisa menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan efek samping yang serius. Ilmuwan harus menemukan cara agar ADC tetap stabil di dalam aliran darah, tetapi bisa melepaskan obatnya dengan efektif begitu masuk ke dalam sel kanker.
- Efektivitas yang berbeda untuk setiap jenis kanker. ADC tidak bisa digunakan untuk semua jenis kanker, karena setiap kanker memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa jenis kanker memiliki permukaan sel yang tidak mudah dikenali oleh antibodi dalam ADC, sehingga terapi ini kurang efektif. Ilmuwan harus terus meneliti bagaimana ADC bisa disesuaikan untuk berbagai jenis kanker, agar lebih banyak pasien yang bisa mendapatkan manfaat dari terapi ini.
- Kemungkinan efek samping yang belum sepenuhnya diketahui. Meskipun ADC dirancang untuk mengurangi efek samping dibandingkan kemoterapi konvensional, masih ada risiko efek samping yang bisa muncul, terutama dalam jangka panjang. Beberapa pasien mungkin mengalami reaksi alergi terhadap antibodi yang digunakan dalam ADC, atau tubuh mereka bisa membangun resistensi terhadap terapi ini setelah beberapa waktu. Pemantauan jangka panjang diperlukan untuk memahami sepenuhnya bagaimana ADC mempengaruhi pasien dalam berbagai kondisi.
ADC yg Telah Disetujui & Sedang Dikembangkan
Beberapa ADC yang telah mendapatkan persetujuan FDA (BPOM-nya AS) dan digunakan dalam klinik antara lain:
- Trastuzumab emtansine (T-DM1, Kadcyla), untuk kanker payudara HER2-positif.
- Sacituzumab govitecan (Trodelvy), untuk kanker payudara triple-negative.
- Brentuximab vedotin (Adcetris), untuk limfoma Hodgkin dan limfoma sel-T anaplastik sistemik.
- Enfortumab vedotin (Padcev), untuk kanker urothelial
- Selain itu, lebih dari 100 ADC sedang dalam tahap uji klinis untuk berbagai jenis kanker lainnya.
Perkembangan ADC di Indonesia
Di Indonesia, ADC masih tergolong sebagai terapi baru dan belum banyak tersedia secara luas. Namun memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama dalam pengobatan kanker yang prevalensinya terus meningkat. Beberapa rumah sakit besar dan pusat onkologi telah mulai menggunakan ADC sebagai bagian dari terapi kanker. Pemerintah dan institusi kesehatan juga mulai tertarik untuk meneliti dan mengembangkan ADC agar lebih mudah diakses oleh pasien di Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam pengembangan ADC di Indonesia adalah biaya yang sangat tinggi dan kurangnya fasilitas penelitian yang memadai. Diharapkan ke depan ADC dapat ter-cover BPJS.
©IKM 2025-03