Pernahkah Anda mendengar tentang penyakit mata yang bisa membuat seseorang buta secara permanen, tanpa rasa sakit, tanpa gejala yang berarti, dan sering kali terlambat disadari? Itulah glaucoma (glaukoma), penyakit mata kronis yang menjadi penyebab kebutaan permanen kedua terbanyak di dunia termasuk di Indonesia. Khusus di Indonesia, glaucoma menyumbang sekitar 12,3% dari seluruh kasus kebutaan. Ironisnya, glaucoma sering disebut sebagai "siluman pencuri penglihatan" karena kerusakan-nya terjadi perlahan dan tanpa gejala sampai tahap lanjut. Namun kabar baiknya, deteksi dan penanganan dini, sebagian besar kebutaan akibat glaucoma dapat dicegah.
Di Indonesia, prevalensi glaucoma diperkirakan mencapai sekitar 0,46% atau sekitar 4- 5 orang per 1.000 penduduk. Namun, karena glaucoma sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal dan pemeriksaan mata belum men-jadi kebiasaan masyarakat secara luas, banyak kasus tidak terdeteksi atau tidak terdiagnosis secara resmi, sehingga angka kejadian sebenarnya bisa jauh lebih tinggi dari angka tsb. Data dari RS Mata Cicendo Bandung dan RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien datang dalam kondisi yang sudah tergolong berat atau lanjut. Tak jarang, pasien baru mencari pertolongan ketika penglihatan mereka sudah terganggu secara signifikan, bahkan sebagian telah mengalami kebutaan permanen pada satu atau bahkan kedua matanya.
Glaucoma adalah sekelompok penyakit mata yang merusak saraf optik (saraf mata), yang merupakan bagian penting pengirim informasi visual dari mata ke otak. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh peningkatan tekanan dalam bola mata, yang disebut tekanan intraokular (TIO). Tekanan ini meningkat ketika cairan bening yang terdapat di antara kornea dan lensa mata (aqueous humor) yang seharusnya secara konstan mengalir keluar melalui saluran tertentu, malah mengalami hambatan. Akibatnya, cairan menumpuk dan menekan saraf optik secara perlahan hingga akhirnya rusak. Namun, tidak semua glaucoma disebabkan oleh tekanan tinggi. Ada juga glaucoma dengan tekanan normal yang tetap dapat merusak saraf optik.
Jenis-Jenis Glaucoma
Glaucoma terdiri dari beberapa jenis utama:
- Glaucoma Sudut terbuka (open-angle glaucoma).
Jenis paling umum, terjadi secara perlahan tanpa gejala awal. Aqueous humor tidak mengalir dengan baik meski saluran tampak terbuka. Pasien sering tidak menyadari kehilangan penglihatan perifer (bagian pinggir) sampai sudah menjadi parah. - Glaucoma sudut tertutup (angle-closure glaucoma). Terjadi tiba-tiba ketika saluran drainase tertutup sepenuhnya. Gejalanya meliputi nyeri hebat, mata merah, mual, muntah, dan penglihatan kabur. Ini adalah kondisi gawat darurat medis.
- Glaucoma tekanan normal. Terjadi tanpa peningkatan tekanan bola mata. Diyakini karena sensitivitas tinggi saraf optik atau gangguan aliran darah ke saraf.
- Glaucoma sekunder. Disebabkan oleh kondisi lain seperti cedera mata, peradangan, tumor, atau efek samping obat (misalnya kortikosteroid).
- Glaucoma kongenital. Terjadi sejak bayi akibat kelainan bawaan pada saluran drainase aqueous humor. Gejalanya: mata keruh, mata besar, sering berair, sensitif terhadap cahaya.
- Glaucoma inflamasi (inflammatory glaucoma). Dise-babkan oleh uveitis atau peradangan pada mata, termasuk karena penyakit ankylosing spondylitis, TBC, autoimun Lupus, dll.
- Glaucoma neovaskular (Neovascular Glaucoma). Jenis sekunder akibat pertumbuhan pembuluh darah baru di iris dan saluran drainase. Sering terjadi pada pasien diabetes dengan retinopati atau sumbatan vena retina.
Faktor Risiko Glaucoma
Glaucoma dapat menyerang siapa saja. Namun ada kelompok individu yang lebih berisiko, sbb.:
- Usia > 40 tahun lalu risiko makin meningkat setelah 60 tahun
- Riwayat keluarga dengan glaucoma
- Penderita diabetes dan hipertensi
- Pengguna obat kortikosteroid jangka panjang
- Rabun jauh atau dekat yang berat
- Penderita migrain atau vasospasme
- Secara ras yang lebih berisiko adalah orang Asia Timur (termasuk Indonesia), Jepang, dan juga Afrika.
Gejala Glaucoma
Kebanyakan glaucoma tidak menimbulkan gejala pada tahap awal, terutama tipe sudut terbuka. Gejala baru muncul ketika kerusakan sudah berlanjut dan signifikan. Berikut beberapa gejala khas yang dapat muncul:
- Penglihatan menyempit (tunnel vision) seperti melihat dalam terowongan
- Bercak gelap di penglihatan bagian tepi
- Penglihatan kabur
- Melihat halo warna-warni di sekitar sumber cahaya seperti pelangi
- Nyeri mata hebat (pada glaucoma sudut tertutup)
- Mual dan muntah
- Mata merah dan terasa keras
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Ada 3 penyakit yang sering berhubungan dan menjadi penyebab dan juga akibat terjadinya kasus glaucoma:
- Kencing manis, yang dapat menjadi risiko ganda terhadap glaucoma. Penderita diabetes memiliki risiko sekitar 36% lebih tinggi mengalami glaucoma sudut terbuka dibanding-kan populasi umum. Kadar gula darah tinggi kronis dapat merusak pembuluh darah kecil, termasuk yang menyuplai retina dan saraf optik, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap tekanan intraokular yang tinggi. Selain itu, kontrol gula darah yang buruk juga dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke saraf optik, yang memperparah kerusakan. Komplikasi utama diabetes di mata, yakni retinopati diabetik, berperan besar dalam munculnya glaucoma neovascular. Pembuluh darah baru ini mudah pecah dan dapat menyumbat aliran cairan mata, memicu peningkatan tekanan yang ekstrim dan mendadak.
- Penyakit autoimun. Beberapa penyakit autoimun seperti Lupus eritematosus sistemik, Crohn’s disease, dan ankylosing spondylitis dapat menimbulkan peradangan kronis termasuk pada mata. Peradangan ini dikenal sebagai uveitis, yaitu inflamasi pada lapisan tengah mata yang bila berlangsung lama dapat mengganggu sistem drainase cairan intraokular. Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan bola mata. Selain itu, pengobatan penyakit autoimun sering kali melibatkan penggunaan kortikosteroid jangka panjang, baik dalam bentuk oral maupun tetes mata. Kortikosteroid diketahui dapat menghambat aliran cairan keluar dari bola mata dan menjadi salah satu penyebab glaucoma sekunder.
- Mata kering. Sindroma mata kering atau dry eye sering dijumpai pada pasien glaucoma, baik sebagai kondisi yang menyertai maupun sebagai efek samping dari pengobatan. Tetes mata antiglaucoma, terutama yang mengandung pengawet benzalkonium chloride dapat merusak permuka-an mata, menurunkan produksi air mata, dan menyebabkan iritasi kronis. Selain itu, tindakan operasi atau laser untuk glaucoma juga dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan memperburuk kondisi dry eye. Keluhan yang umum seperti perih, silau, sensasi berpasir, dan mata mudah lelah dapat sangat mengganggu kenyamanan pasien. Bahkan, keluhan ini bisa menyebabkan pasien enggan menggunakan obat tetes mata, dan memperburuk kontrol tekanan intraokular.
Tahapan Glaucoma
Dokter menggunakan berbagai sistem atau panduan untuk mengklasifikasikan glaucoma:
- Tahap Ringan: Tidak ada gejala visual
- Tahap Sedang: Gangguan pada sebagian bidang penglihatan (biasanya pada perifer atau sisi/pinggir)
- Tahap Berat: Gangguan pada pusat penglihatan dan terjadi pada kedua sisi
- Tahap Akhir: Tidak ada penglihatan yang tersisa atau telah terjadi kebutaan.
Diagnosis Glaucoma
Pemeriksaan lengkap mata oleh dokter mata (ophthalmologist) adalah kunci deteksi dini:
- Tonometry: Mengukur tekanan bola mata
- Ophthalmoscopy: Melihat saraf optik
- Perimetry: Tes lapang pandang
- Pachymetry: Mengukur ketebalan kornea
- Gonioscopy: Melihat sudut drainase
Pengobatan dan Penanganan Glaucoma
Tujuan utama adalah menurunkan tekanan bola mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut:
- Obat tetes mata, seperti prostaglandin analog, beta blocker, alpha agonist & carbonate anhydrase inhibitor.
- Obat minum, digunakan jika tetes mata tidak cukup.
- Terapi laser
- Laser trabeculoplasty (untuk sudut terbuka)
- Laser iridotomy (untuk sudut tertutup)
- Operasi/bedah
- Trabeculectomy: membuat saluran buatan
- Implan saluran (shunt/tube)
- Minimally invasive glaucoma surgery (MIGS)
- Terapi Tambahan
- Kortikosteroid, antibiotik, imunosupresan (untuk glaucoma inflamasi)
- Anti-VEGF inj. (untuk glaucoma neovaskular).
- Inovasi dan teknologi terbaru
- AI dalam deteksi glaucoma melalui fundus foto retina dengan akurasi tinggi
- Obat generasi baru seperti Rho-kinase inhibitors, terapi siRNA dan kombinasi nitric oxide
- Implant tetes mata berkelanjutan
- Lensa kontak dengan pelepasan obat.
Pencegahan dan Gaya Hidup
Meskipun tidak bisa dicegah sepenuhnya, beberapa langkah dapat mengurangi risiko kejadian glaucoma:
- Pemeriksaan mata rutin tiap 1–2 tahun (lebih sering jika berisiko)
- Menjaga tekanan darah dan gula darah tetap stabil
- Berolahraga teratur
- Tidak merokok
- Menghindari konsumsi alkohol berlebihan
- Menggunakan kacamata pelindung saat di luar ruangan
- Makan makanan tinggi antioksidan dan vitamin A, C, E.
Kapan Harus ke Dokter Mata
Kenali tanda-tanda bahaya dan gawat darurat dan segeralah temui dokter mata bila mengalami gejala:
- Pandangan kabur atau menyempit
- Melihat lingkaran warna di sekitar cahaya
- Mata merah dan nyeri
- Mual, muntah, atau sakit kepala dengan gangguan mata
- Apa lagi disertai adanya riwayat keluarga yang juga menderita glaucoma
Penutup
Glaucoma memang tidak bisa disembuhkan, dan kerusakan yang terjadi bersifat permanen. Namun, deteksi dini, pengobatan tepat, dan kontrol tekanan mata yang baik dapat menjaga kualitas hidup penderita. Jangan menunggu gejala muncul. Lakukan pemeriksaan mata secara berkala, terutama setelah usia 40 tahun. Karena seperti kata pepatah: "Yang tak terlihat bukan berarti tak berbahaya."
©IKM 2025-08
Follow Dr. Indra on Instagram