Pada blog ini kita sudah sangat sering membahas tentang puasa dan hubungannya dengan kesehatan. Tapi belum pernah membahas secara spesifik terhadap satu jenis penyakit metabolisme, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi. Puasa yang dilaksanakan oleh umat muslim seluruh dunia termasuk puasa di bulan Ramadhan, dalam ilmu gizi modern dikategorikan sebagai salah satu jenis intermittent fasting. Yaitu pola makan dengan siklus teratur antara waktu boleh makan dan waktu harus berpuasa; seperti jadwal puasanya umat Islam. Intermittent fasting ini oleh para ahli ternyata memberikan manfaat bagi penderita penyakit metabolisme, salah satunya hipertensi.
Banyak orang di dunia tidak mengetahui atau tidak sadar bahwa tekanan darahnya sudah mulai tinggi. Hal ini disebut silent hypertension, karena memang pada awal penyakit hipertensi hampir selalu tanpa adanya gejala yang dapat dirasakan; kecuali diukur menggunakan tensimeter (sphyg-momanometer). Penyakit ini baru memunculkan gejala ketika sudah lama diderita, dan seringnya sudah terlambat untuk dapat dicegah komplikasinya seperti penyakit dan serangan jantung, stroke, dll. Tidak sedikit pula seseorang rutin memeriksa sendiri tekanan darahnya, yang biasanya tanpa pendampingan medis; namun tetap terkena komplikasi hipertensi. Hal ini sampai terjadi karena ketika alat sudah menunjukkan angka yang tinggi, namun karena sudah terbiasa dan tidak ada gejala, mereka merasa masih aman-aman saja. Bahkan ada yang sampai menyalahkan alat mengatakan alat periksanya salah atau tidak akurat.
Saat ini kita hidup dalam world of excess atau “serba berle-bihan”, termasuk dalam urusan makan. Pola makan manu-sia modern saat ini tidak terlepas dari mengemil, sampai pada satu titik yang tidak ada waktu istirahat mengunyah antara sarapan dan makan siang, antara makan siang dan makan malam, atau antara makan malam sampai tertidur; karena selalu diselingi dengan mengemil. Tubuh akhirnya menjadi terbiasa mengkonsumsi kalori berlebihan, yang saat tidak mengemil akan terjadi kondisi craving for food atau sangat membutuhkan makanan; yang bila tidak ada asupan makanan, maka tubuh akan merasa lemas. Bayang-kan tubuh kita seperti sebuah mesin, maka bila terus harus memproses makanan tanpa istirahat ia akan bekerja lebih berat, termasuk sistem peredaran darah yang berisiko mencetus penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Intermittent Fasting
Seperti yang disinggung sedikit di atas, intermittent fasting mengatur jadwal orang yang melakukannya untuk makan dan berpuasa secara teratur. Bukan untuk memantang suatu jenis makanan, melainkan mengatur kapan kalori /makanan itu dapat dikonsumsi. Ada 2 cara yang sering dianjurkan dan dapat dilakukan dalam menjalani intermittent fasting:
- Metoda 16/8. Adalah mengatur pola makan secara teratur yang 16 jam berpuasa dengan di antaranya 8 jam boleh makan. Cara ini mirip sekali dengan jadwal puasa yang dilakukan umat Islam di bulan Ramadhan.
- Metoda 5:2. Adalah metoda pengaturan asupan kalori selama 7 hari, yang pada 5 hari bebas makan dan asupan kalorinya, namun ada 2 hari (tidak berurutan) yang mengatur asupan kalori lebih sedikit. Cara ini mirip dengan cara berpuasa Senin-Kamisnya umat Islam.
Manfaat Intermittent Fasting
Manfaat intermittent fasting dalam melatih metabolisme tubuh agar lebih efisien dengan 2 cara di atas, yang sudah diidentifikasi oleh para ahli di dunia di antaranya, sbb.:
- Menurunkan berat badan
- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan kolesterol dalam darah
- Meningkatkan sensitivitas insulin di sel
- Mengurangi peradangan
- Meningkatkan kesehatan otak
- Membuat seseorang berumur lebih panjang.
Efek Berpuasa pada Sistim Cardiovascular
Bila kita membahas hipertensi, sudah tentu kita membahas suatu sistem di dalam tubuh kita yang sangat kompleks yaitu sistem peredaran darah dengan 2 organ utamanya jantung dan pembuluh darah atau disebut sistim kardio-vaskular (cardiovascular). Banyak sekali bahasan dan pertanyaan di dunia medis tentang berpuasa dan efeknya pada sistim kardiovaskular ini, seperti apakah aman untuk jantung, lalu apakah ada bahayanya bagi kardiovaskular. Nyatanya para ahli kardiologi juga endokrinologi di dunia kini justru merekomendasikan berpuasa (intermittent fas-ting) bagi penderita penyakit kardiovaskular karena memi-liki manfaat seperti ditulis di atas yang berdampak langsung dengan kesehatan jantung dan pembuluh darah. Bahkan bila tidak bisa melakukan puasa, hanya dengan membatasi makan/makan lebih sedikit juga sudah cukup bermanfaat.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Penelitian sudah menunjukkan bahwa dengan mengurangi makan, apa lagi berpuasa, dapat memperkuat jantung. Karena 4 faktor risiko penyakit jantung dapat ditekan dengan cara mengurangi makan/berpuasa, yaitu: hipertensi, kolesterol tinggi, gula darah tinggi, dan berat badan berlebih. Satu hal yang menjadi catatan para ahli, berpuasa dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit di dalam tubuh. Sehingga sangat penting bagi orang yang berpuasa untuk menjaga asupan elektrolitnya terutama dari air minum. Karena kekurangan elektrolit dapat membuat jantung tidak stabil dan dapat mencetus aritmia.
Mengurangi Risiko dengan Berpuasa
Salah satu cara mengurangi risiko terkena penyakit tekanan darah tinggi adalah dengan merubah diet atau pola makan. Banyak orang memahami bahwa caranya adalah dengan mengurangi asupan garam. Memang itu adalah salah satunya, tapi ternyata untuk menurunkan risiko tersebut lebih dari sekedar mengatur asupan garam saja. Cara dietnya dikenal dengan DASH (dietary approaches to stop hypertension), yang di dalamnya disarankan melakukan puasa. Ketika kita mengatur asupan kalori dengan berpuasa, metabolisme di dalam tubuh akan menjadi lebih baik karena diajarkan untuk mengatur energi lebih efisien untuk fungsi dasar seperti bernafas, regulasi gula darah, pompa jantung, dan peredaran darah. Melatih metabolisme tubuh agar lebih efisien adalah kunci menurunkan tekanan darah.
Puasa, Metabolisme Tubuh, dan Tekanan Darah
Intinya, metabolisme adalah cara tubuh memproses apa yang kita berikan kepadanya. Dari perspektif pencernaan berarti menelan lalu memecah makanan, menyerap nutrisi, lalu membuang zat sisanya. Bayangkan metabolisme kita seperti sebuah otot, yang akan melemah dan menciut bila tidak dilatih. Maka saat sistim pencernaan dibanjiri dengan makan yang terlalu banyak dan terlalu sering, tubuh tidak harus banyak bekerja untuk menyortir apa yang berharga. Tubuh akan selalu mendapatkan yang dibutuhkan lalu menyisihkan yang tidak terpakai dengan cara membuang atau menumpuknya menjadi cadangan lemak.
Namun ketika berpuasa, kejadian kelangkaan makanan akan membuat tubuh harus mempertimbangkan kembali apa yang perlu dipertahankan. Ini akan membuat metabo-lisme tubuh bekerja lebih giat, pencernaan membutuhkan lebih banyak oksigen, pembuluh darah lebih menjadi terbuka, hingga dapat menurunkan tekanan darah. Tubuh kita sangat menyukai keteraturan dan rutinitas. Maka bagi orang yang tidak terbiasa, di awal melakukan aktivitas puasa akan sedikit menderita sampai tubuh terbiasa dengan cara dan pola makan yang baru. Tetapi setelah tubuh beradaptasi, berpuasa adalah salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan darah.
Metabolic Switch dan Turunnya Tekanan Darah
Para ahli menjelaskan bahwa pada orang yang berpuasa terjadi proses metabolic switch atau peralihan metabolik dari menggunakan glukosa sebagai sumber energi menjadi menggunakan keton sebagai sumber energi. Peralihan ini terjadi pada 8-12 jam setelah berpuasa, tergantung banyak tidaknya asupan kalori saat sahur, yaitu saat glukosa di dalam darah dan glikogen (cadangan glukosa) di dalam liver sudah habis. Maka tubuh kemudian menggunakan keton sebagai sumber energi yang didapat dari cadangan lemak. Kadar insulin dalam darah akan turun saat peralihan ini yang juga menjadi sebab turunnya tekanan darah.
Tekanan darah berbanding lurus dengan aktivitas sistim syaraf simpatis dan berbanding terbalik dengan aktivitas sistim syaraf parasimpatis. Sistim syaraf simpatis secara aktif dipicu oleh kenaikan insulin, yang menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi hormon norepinephrine. Hormon ini mengikat reseptor-α di pembuluh darah yang menyebabkan vasokonstriksi atau pengecilan diameter pembuluh darah; sehingga tekanan darah meningkat. Kenaikan insulin juga meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal sehingga membuat lebih banyak air di dalam peredaran darah, sehingga tekanan darah meningkat. Sebaliknya (pada saat peralihan metabolisme) ketika kadar insulin di dalam darah turun, sistim syaraf simpatis tidak terpicu, sistim syaraf parasimpatis lebih dominan, sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Tidak Sampai Kelaparan
Yang dimaksudkan di sini adalah berpuasa yang teratur, bukan membuat tubuh sampai sangat kelaparan. Karena bila tanpa ada asupan kalori sama sekali dalam waktu yang sangat lama, maka kita bukan menyetel tubuh melainkan membuatnya menjadi stres. Kondisi kelaparan akhirnya justru akan meningkatkan tekanan darah serta mencetus masalah medis lainnya. Intermittent fasting dengan 2 pola terlazim yang dianjurkan dan sangat sesuai dengan cara berpuasanya umat Islam adalah cara yang sudah terbukti untuk melatih tubuh dan metabolismenya dalam waktu yang sesuai dengan alamiah tubuh, dengan tidak membuat-nya sampai jatuh dalam kondisi terlalu lapar (starvation).
Ketika kita berpuasa dengan pola tersebut, maka asupan kalori tubuh diatur waktunya dengan tetap mengkonsumsi makanan yang sama seperti saat tidak sedang berpuasa. Karena ternyata letak masalah bukan pada jenis makanan-nya, melainkan pada waktu mengkonsumsinya. Memutus asupan makanan dalam waktu tertentu saat berpuasa, akan memaksa tubuh untuk menggunakan energi secara lebih efisien dan menggunakan cadangan lemak. Efisiensi ini pada ujungnya membuat kerja metabolisme menjadi lebih baik dan memberikan hadiah turunnya tekanan darah.
Efek Berpuasa bagi Non Penderita Hipertensi
Lalu bagaimana efeknya berpuasa umat Islam atau inter-mittent fasting tadi bagi orang yang tidak memiliki penyakit hipertensi? Apakah tekanan darahnya akan drop? Perta-nyaan ini dijawab oleh sebuah penelitian di Inggris dan dipublikasikan pada JAHA (Journal of American Heart Association) yang membandingkan tekanan darah sistolik dan diastolik subjek penelitian sebelum dan setelah bulan Ramadhan. Subjek penelitiannya adalah orang dewasa rata-rata berusia 45 tahun. Ternyata setelah Ramadhan tekanan darah sistolik mereka turun rata-rata 7,29 mmHg dan tekanan darah diastolik turun rata-rata 3,42 mmHg, terlepas mereka memiliki penyakit hipertensi atau tidak. Angka tersebut bagi seorang penderita hipertensi sangat signifikan, namun tidak sampai membuat orang tanpa hipertensi sampai menjadi berbahaya.
Penutup dan Disclaimer
Manfaat puasa bagi metabolisme khususnya menurunkan tekanan darah lebih efisien terjadi pada orang yang sudah terbiasa berpuasa. Bagi yang belum terbiasa, mulailah dengan cara bertahap dan konsultasikan pada dokter Anda.
©IKM 204-03