Diagnosis medis atau untuk singkatnya “Diagnosis” sebenarnya menerangkan suatu proses dari usaha mengidentifikasi kemungkinan dari penyakit atau kelainan. Proses ini merupakan suatu proses kognitif yang dilakukan seorang dokter dengan berdasar pada potongan data-data dari segala sumber yang ada dan menempatkannya dalam satu gambaran yang tidak beda seperti menyusun sebuah puzzle. Pada tahap awal diagnosis yang ditegakkan hanya mengkategorikan penyakitnya (misalnya sakit infeksi), sebelum akhirnya dikerucutkan dengan potongan data-data pemeriksaan tambahan kepada diagnosis yang lebih spesifik (misalnya sakit infeksi demam berdarah).
Fakta Tentang Diagnosis Medis
- Berasal bahasa latin yang berarti “menentukan”.
- Sejarah penegakan diagnosis sudah ada semenjak zaman Mesir kuno oleh Imhotep dan zaman Yunani kuno oleh Hippocrates. Juga sudah dimulai oleh ilmu kedokteran tradisional dari Cina.
- Dapat dilakukan oleh seluruh tenaga medis termasuk dokter, dokter gigi, bidan, perawat, terapi fisik, bahkan seorang ilmuan pada ilmu medis.
- Karena pada esensinya penegakan diagnosis bukan hanya untuk menentukan penyebab dari suatu kondisi atau penyakit, tapi lebih jauh untuk mengoptimalkan penanganan dan menentukan prognosis dari kondisi medis atau penyakit tersebut.
- Sehingga diagnosis sebenarnya dapat berupa sebuah nama dari penyakit, kondisi medis, disfungsi, kecacatan, dan derajat ketidaknormalan.
- Diagnosis klinis; didapat dari hasil pemeriksaan klinis.
- Diagnosis laboratorium; didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium.
- Diagnosis radiologis; didapat dari hasil pencitraan.
- Admitting diagnosis; diagnosis awal saat pasien masuk RS.
- Diagnosis banding (differential diagnosis); kemungkinan-diagnosis-diagnosis lain dari kondisi medis pasien.
- Prenatal diagnosis; diagnosis yang ditegakkan untuk suatu kelainan bayi sebelum lahir.
- Dual diagnosis; saat pasien memiliki lebih dari satu kelainan medis.
- Diagnosis perawat; ditegakkan oleh perawat yang biasanya berupa kondisi dan situasi dari pasien dalam perawatan.
- Remote diagnosis; diagnosis yang ditegakkan dokter bila tidak bertemu langsung dengan pasiennya.
- Computer-aided diagnosis; dewasa ini menjadi semakin marak, karena ditegakkan oleh komputer via internet atau program atas input yang diberikan kepadanya.
- Wastebasket diagnosis (diagnosis keranjang sampah); tidak enak mendengarnya, tapi bisa ditegakkan bila memang tidak ada diagnosis yang lebih tepat untuk ditegakkan.
Proses Penegakan Diagnosis
Proses penegakan diagnosis membutuhkan waktu dan usaha yang tidak sedikit. Terkadang dokter harus menegakkan suatu diagnosis kerja awal agar dapat segera memberikan penanganan pada pasien. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Anamnesis. Yaitu bertanya kepada pasien atau yang mengenal pasien terhadap kondisi keluhan atau ketidaknormalannya. Dalam prosesnya dapat berupa bicara langsung, melalui media seperti telepon atau email, atau melihat catatan terdahulu bila ada.
2. Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik tidak melulu terjadi saat dokter ‘menyentuh’ pasiennya. Dokter juga bisa memeriksa fisik pasien dari cara pasien berjalan, berbicara, mimik muka, bau nafas, bau badan, dll. Baru kemudian dilakukan pemeriksaan fisik pada lokasi tubuh pasien yang mungkin bisa didapatkan potongan teka-teki dari penyakitnya. Sehingga pemeriksaan fisik dapat berupa observasi (melihat), palpasi (meraba), auskultasi (menggunakan stethoscope), dan menggunakan alat bantu lain seperti otoscope, ophtalmoscope, dll.
3. Pemeriksaan Tambahan. Biasa dikenal dengan pemeriksaan laboratorium. Dapat berupa pemeriksaan darah dan cairan tubuh lainnya, dapat berupa pencitraan dengan menggunakan Rontgen, CT-Scan, MRI, dll., dapat juga berupa biopsi dari jaringan yang dicurigai bermasalah.
4. Menegakkan Diagnosis Banding. Setelah ditegakkan suatu diagnosis, dokter tidak akan berhenti di sini. Dokter akan meneruskan proses kognitifnya untuk mencari diagnosis banding yang juga mungkin dari gejala dan keluhan pada pasien. Dari beberapa diagnosis banding yang ada, berdasarkan hasil temuan dari proses penegakan diagnosis di atas, dokter akan mengkerucutkannya dan menyingkirkan diagnosis yang tidak kuat sehingga di dapat lah suatu “diagnosis kerja”. Diagnosis kerja ini lah yang dipakai oleh dokter sebagai dasar penanganan pasien.
5. Switch Diagnosis. Bila kemudian ada hasil pemeriksaan lain yang didapatkan menunjukkan bahwa diagnosis bandinglah yang lebih tepat untuk pasien, maka dokter akan merubah diagnosis kerjanya dari yang pertama ditegakkan kepada diagnosis banding yang telah didukung oleh data yang ada kemudian.
Baca artikel lain di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Terkait dengan penegakan diagnosis, penanganan medis yang diberikan, serta prognosis dari suatu penyakit atau kondisi medis pasien, dewasa ini ekspektasi pasien terhadap medis atau dokter semakin tinggi. Terkesan akhirnya, bahwa pasien berharap bila sudah mendapat penanganan medis kondisinya harus membaik, harus sembuh, dan tidak boleh terjadi kematian. Pada kenyataannya semua usaha medis, tidak terlepas dari kondisi pasien sendiri. Satu kondisi benar-benar tidak dapat disamakan bila terjadi pada pasien yang berbeda. Bahkan bila terjadi pada pasien yang sama namun pada waktu yang berbeda pun kondisinya sudah tidak bisa sama.
Ekspektasi Tidak Realistik dari Pasien
Pasien terkadang mendapatkan informasi dari tempat yang tidak jelas, tidak bertanggung jawab, atau tidak didasari oleh ilmu kedokteran sama sekali. Misalnya dengan istilah “katanya” atau “kata orang”, yang mungkin pernah mengalami hal yang mirip. Informasi ini bisa didapat dari keluarga, teman, iklan di media, pemberitaan media, bahkan iklan-iklan pengobatan alternatif. Hal seperti ini dapat memberikan ekspektasi yang tidak realistik dari pasien.
Pendidikan Terhadap Pasien
Berdasarkan kerumitan yang ada dalam dunia medis, dan ekspektasi pasien yang kian tinggi, maka tidak bisa dihindarkan kuncinya ada pada edukasi terhadap pasien. Penyedia jasa kesehatan menjadi sangat harus memberikan edukasi kepada pasien seefisien mungkin. Tapi masyarakat sebagai pasien pun seharusnya juga mengedukasi dirinya sendiri saat terkena suatu penyakit atau kelainan medis.
Informed Consent
Untuk menjembatani kondisi tersebut antara tenaga medis dan pasien, maka dibuatlah sebuah informed consent. Adalah suatu usaha menginformasikan secara realistis kepada pasien tentang kondisi medisnya, tindakan yang akan diberikan, segala resiko dan efek sampingnya, sampai tingkat harapan kesembuhan yang mungkin dicapai. Baik dokter dan pasien atau keluarganya harus menandatangani informed consent ini sebagai tanda ijab-qobul antara pihak medis dan pasiennya.
Top 10 Perubahan Ekspektasi Pasien sesuai Zaman
- Obat yang lebih baik. Pasien berharap seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi akan ada obat baru untuk menyembuhkan penyakitnya.
- Rekam medis yang dapat diakses. Pasien saat ini lebih ingin dapat mengakses rekam medis miliknya, bahkan berharap dapat diakses via internet atau perangkat mobile-nya.
- Komunikasi. Pasien ingin dapat berkomunikasi lebih mudah dengan dokternya, misal via SMS, WA, BB, email, atau website.
- Akses lebih cepat pada pelayanan medis. Pasien juga berharap mendapatkan penanganan medis lebih cepat dan pasien terkesan lebih tidak sabar dibandingkan dulu.
- Personalized medicine. Pasien berharap agar yang didapatkannya benar-benar unik dan spesial untuk diri atau keluarganya. Tidak mau disamakan dengan tindakan yang diberikan pada orang lain, karena merasa tidak pas.
- Pelayanan yang terkoordinasi. Melihat negara-negara maju yang memberikan pelayanan kepada pasien dengan format tim dokter, bukan dokter tunggal; membuat pasien di tanah air ingin diperlakukan seperti ini juga.
- Lebih ingin di rawat jalan dari pada rawat inap. Karena faktor kesibukan, faktor biaya, dan mungkin faktor lainnya, pasien sekarang lebih enggan untuk dirawat inap.
- Pembiayaan. Seperti hukum ekonomi, yang lebih murah pasti lebih diminati. Tapi seperti juga bahasa Sunda “harga moal ngabobodo”, menjadikan faktor ini menjadi dilema. Mungkin solusi memiliki asuransi kesehatan adalah jawaban dari masalah ini.
- Follow Up. Pasien dewasa ini menginginkan adanya follow up dari pihak rumah sakit atau dokternya saat dalam kondisi sudah kembali dari RS. RS dan dokter pun sudah banyak yang melakukannya dengan cara menghubungi pasiennya via telepon, email, SMS dll.
- Kenyamanan. Di atas itu semua, pasien sekarang lebih menuntut kenyamanan. Baik saat mulai berkunjung ke dokter atau RS, saat harus dirawat, saat mendapatkan pelayanan, saat pembayaran, dan seterusnya.
Hukum Vise-Versa
Adanya ekspektasi seperti di atas, sudah tentu juga akan memakan biaya yang lebih tinggi dibandingkan zaman dahulu. Pihak penyelenggara pelayanan medis dan tenaga kesehatan dan juga dokter sudah tentu memiliki ekspektasi yang kian tinggi juga. Tidak bisa pasien hanya berharap mendapatkan yang lebih baik, mencontoh seperti yang terjadi di luar negeri, dengan berharap dapat mengeluarkan biaya yang tetap murah. Untuk meningkatkan kompetensinya tenaga medis dan dokter juga harus senantiasa menambah dan memperbaharui ilmunya, yang sudah tentu juga tidak murah.
Penutup
- Pasien di tanah air harus diberikan edukasi terhadap rumitnya proses penegakan diagnosis dengan segala konsekuensinya. Di sini dibutuhkan kerja sama seluruh pemegang kepentingan seperti pemerintah, manajemen RS, teman-teman media, dan juga dari tenaga medis atau para dokter.
- Dokter bukan tuhan, dan dokter juga manusia. Harus kembali dimengerti bahwa pergi mencari pertolongan medis adalah suatu usaha atau ikhtiar yang harus dilakukan tapi segala sesuatunya kembali kepada keputusan Yang Maha Kuasa.
- Akhirnya kita berharap agar sistem pelayanan kesehatan di Indonesia akan menjadi lebih baik setiap harinya.