Berbagai macam upaya kini dilakukan untuk mencegah penularan dari SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Mungkin yang paling fenomenal adalah memanfaatkan sinar ultra violet (UV) karena sampai dianjurkan oleh beberapa pemimpin negara seperti President Trump dan Presiden Jokowi dengan menganjurkan orang untuk berjemur, atau menjemur barang-barang. Tujuannya adalah untuk membunuh atau dikatakan dapat “memendekkan umur” virus. Anjuran dan anggapan tersebut banyak yang harus dibenarkan dan dijelaskan agar tujuannya tercapai.
- Secara alami sinar UV-C terdapat dalam sinar matahari, tapi dapat juga dibuat oleh manusia.
- Sinar UV-C pertama kali diketahui dapat membunuh mikroorganisme pada tahun 1878.
- Sinar UV-C dapat menghancurkan material genetik, bukan hanya mikroorganisme tapi juga sel-sel di tubuh manusia.
- Sejak tahun 1990, UV-C bahkan sudah mulai digunakan untuk mensanitasi udara dan air.
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang peranan UV-C dalam menghambat pertumbuhan virus, kita harus mengerti dulu peran matahari terhadap penyakit ini. Saat ini banyak penelitian di dunia yang sedang membuktikan hipotesis apakah sinar matahari bisa membunuh virus. Apa lagi semenjak direkomendasikan oleh Presiden Trump, yang bahkan menyarankan untuk memasukkan sinar UV ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan. Namun sampai saat ini belum ada yang melaporkan dan menyimpulkan secara kongkrit. Secara umum ada dua faktor yang membuat matahari dikatakan dapat dimanfaatkan dalam menghambat pertumbuhan virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Yang pertama adalah efek panas, dan yang kedua adalah efek dari sinar UV.
- Efek panas matahari. Sampai saat artikel ini ditulis, belum ada kesepakatan pasti dari para ilmuan yang dapat menetapkan pada suhu berapa dan berapa lama SARS-CoV-2 harus dipanaskan agar mati. Data terbaru yang dapat kita gunakan adalah dari Emerging Viral Diseases Unit at Aix-Marseille University di Prancis; yang mengatakan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan tetap hidup pada suhu 60 °C selama 1 jam. Mereka baru mati bila dipanaskan sampai suhu 92 °C selama 15 menit. Hal ini berarti panas dari matahari hanya bisa membunuh SARS-CoV-2, bila mencapai 60 °C dan dijemur lebih dari 1 jam. Untuk manusia kondisi ini sangat berbahaya, sehingga hanya dianjurkan untuk barang; itu pun suhunya harus bisa mencapai 60 °C dan harus lebih dari 1 jam.
- Efek Sinar UV. Matahari selain memancarkan sinar yang terlihat juga memancarkan sinar yang tidak dapat dilihat oleh mata, di mana salah satunya adalah sinar ultra violet (UV). Ada 3 Sinar UV yang dipancarkan matahari yaitu UV-A, UV-B dan UV-C. Baca dalam artikel lain untuk memahami lebih dalam. Dari ketiga sinar UV tersebut, sampai artikel ini ditulis, hanya sinar UV-C yang memiliki kemampuan membunuh virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Namun masalahnya lapisan ozone di atmosfir mem-blok sinar UV-C sehingga jumlahnya sangat sedikit sekali yang sampai ke permukaan bumi. Tuhan membuatnya demikian, karena sinar UV-C sangat bahaya bagi manusia. Hal ini berarti sinar matahari juga tidak dapat dimanfaatkan pancaran sinar UV-nya untuk membunuh virus.
Faktor yang Masih Harus Dipelajari
Belum ada yang bisa memastikan matahari bisa membunuh virus, apa lagi virus SARS-CoV-2. Ada banyak hal yang masih membuat argumen ini sulit untuk dibuktikan. Seperti, berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai virus COVID-19 bisa mati. Lalu berapa panjang gelombang sinar UV-C yang diperlukan, pada jam berapa matahari yang dapat digunakan untuk membu-nuh virusnya. Lalu pada posisi garis lintang berapa tepatnya, serta bagaimana bedanya antara di khatulistiwa dengan wilayah pada garis lintang lainnya. Lebih jauh, bila ada orang yang akan “dijemur” untuk membunuh virusnya, bagaiamana dengan bahaya yang justru lebih besar karena dapat merusak kulit dan mencetus kanker kulit dan katarak. Serta apakah bisa membunuh virus yang ada di dalam tubuh atau tidak. Masih sangat jauh untuk sampai pada sebuah kesimpulan.
Peran Sinar UV-C dalam UVGI
Dari uraian di atas, sampai saat artikel ini ditulis, semakin jelas bahwa panas dan sinar UV dari sinar matahari tidak dapat digunakan untuk membunuh SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Dan ternyata, hanya sinar UV-C yang dapat membunuh virus termasuk SARS-CoV-2. Kegiatan membunuh mikroorganisme menggunakan sinar UV-C ini disebut sebagai utraviolet germicidal irradiation (UVGI) dan merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Karena bila seseorang terpapar sinar UV-C, maka sel-sel tubuhnya akan “gosong”. Jangankan sinar UV-C, sinar UV-B saja sudah cukup berbahaya bagi manusia bila terpapar cukup lama. Sinar UV-C dapat menghancurkan material genetik karena yang memiliki panjang gelombang lebih pendek dan lebih berenergi. Radiasi dari sinar UV-C ini merusak struktur genetik yaitu DNA atau RNA pada dasar (bases) pyrimidine-nya dari sebuah mikroorganisme, termasuk virus dan juga sel manusia sehingga menghilangkan kemampuan mereka untuk membelah diri, sampai akhirnya mati.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Sinar UV-C yang digunakan untuk tindakan UVGI bukan berasal dari matahari, melainkan bersumber dari lampu yang dibuat oleh manusia. Sejak diketahui UV-C dapat membunuh mikroorganisme; maka sudah dipergunakan sejak lama di rumah sakit, pesawat terbang, ruangan kantor, ruangan pabrik, dll. Bahkan dipergunakan untuk mensanitasi air minum karena beberapa parasit sudah resisten terhadap chlorine, tapi mati bila mendapatkan paparan sinar UV-C. Masalahnya sekarang, sinar UV-C tidak bisa menembus benda padat/gelap, sehingga hanya bisa membunuh mikroorganisme yang terpapar langsung. Bila ada yang hidup di bawah lipatan kain atau di balik benda lain, mikroorganisme tidak akan terkena efeknya. Lebih jauh diteliti media dari benda tempat virus menempel juga mempengaruhi kemampuan sinar UV-C untuk membunuhnya. Sehingga banyak sekali faktor yang mempengaruhi keberhasilan UVGI seperti jumlah atau kekuatan sinar UV-C, lamanya paparan, jenis benda dan permukaannya.
Sampai saat artikel ini ditulis, belum ada penelitian yang secara spesifik membuktikan sinar UV-C dapat membunuh SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Tapi sudah pernah dibuktikan dapat membunuh SARS-CoV pertama penyebab pandemi SARS di tahun 2002-2004. Maka diharapkan sinar UV-C juga dapat membunuh SARS-CoV-2. Selama beberapa bulan pandemi ini berlangsung, sudah banyak sekali usaha untuk membunuh SARS-CoV-2 menggunakan sinar UV-C. Di China semua bis disterilkan dengan cara ini, dengan membuat seperti sebuah lorong dengan ban berjalan; di mana di dinding, atap dan lantai lorong tersebut dipasangkan lampu UV-C. Bis-bis berbaris masuk ke lorong tersebut secara perlahan lalu keluar dengan kondisi yang diharapkan lebih bebas virus dari sebelumnya.
Lampu LED UV-C
Agar dibuat portable dan ringkas, sebuah UV-C sterilizer kini menggunakan lampu LED (light emitting diode) dengan panjang gelombang menyamai sinar ultra violet C. LED UV-C semakin sering diteliti dan terbukti memiliki kemampuan mendekonta-minasi permukaan, udara dan air yang mengandung SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Sebuah perusahaan semiconductor pada awal April melaporkan LED UV-C dengan panjang gelombang 260-285 nanometer dapat membunuh 99.9% virus SARS-CoV-2 dalam waktu 30 detik. Usia dari LED UV-C rata-rata antara 10.000 sd. 20.000 jam pemakaian. Walaupun masih harus menunggu bukti kefektivitasan dalam pemakaian skala besar, produk UV-C sterilizer yang menggunakan LED sudah diproduksi dalam jumlah besar, dipasarkan, dan dibeli oleh banyak orang di seluruh dunia untuk penggunaan pribadi.
Portable UV-C Sterilizer
Saat ini sangat banyak kita temukan di toko-toko online menjual UV-C Sterilizer/Sanitizer yang berbentuk portable dan ringkas. Istilah lainnya adalah UV-Box yang bahkan sedang dikembangkan juga oleh LPTB LIPI (Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). LTPB LIPI mengembangkan Si-SUSan, singkatan dari Simple, Smart, UVC Sanitizer. Sayangnya tidak semua perangkat tersebut dibuat aman untuk penggunanya. Atau malah ternyata bukan menggunakan sinar UV-C, melainkan sinar UV-B atau UV-A yang tidak dapat membunuh mikroorganisme. Asal cahayanya berwarna biru sudah dianggap dapat membunuh virus. Anggapan salah yang membuat tujuan membeli alat ini menjadi tidak tercapai, malah berpotensi membahayakan. Satu hal yang harus dipahami bahwa sinar UV-C sangat berbahaya bagi manusia. Manusia bisa “terbakar” dengan paparan sinar UV-B dalam hitungan jam, tapi hanya butuh dalam hitungan detik saja bagi UV-C untuk merusak sel-sel di tubuh manusia. Bila dilihat secara langsung, efek “membakar”-nya pada mata bisa 10 kali lipat dari bahaya menatap matahari secara langsung. Karena hal tersebut WHO sampai mengeluarkan warning akan bahaya penggunaan sinar UV-C tanpa cara yang tepat.
Penggunaan UV-C Sterilizer yang Aman
Dengan demikian, sangat penting bagi kita untuk mengerti bagaimana cara penggunaan UV-C sterilizer ini dengan aman. Efektif membunuh mikroba dan virus terutama SARS-CoV-2, tapi tetap aman bagi diri kita dan keluarga. Karena saat sinar UV-C memancar dari sumbernya, tidak pandang bulu. Semua yang memiliki struktur DNA atau RNA akan dirusaknya, termasuk sel tubuh manusia. Sedianya hanya ada jenis UV-C sterilizer untuk lingkungan terkontrol seperti ruangan di rumah sakit, atau ruangan produksi makanan/obat di sebuah pabrik. Tapi karena kini dijual bebas untuk penggunaan pribadi di rumah-rumah berikut yang harus menjadi pertimbangan:
- Karena hanya UV-C yang dapat membunuh virus, pastikan bahwa yang digunakan adalah UV-C, bukan UV-A atau UV-B atau malah sekedar lampu berwarna biru/ungu saja.
- Pilih sterilizer yang menggunakan LED, bukan lampu UV-C besar, untuk meminimalisir kemungkinan paparan pada diri, keluarga, atau hewan peliharaan.
- Pastikan rentang panjang gelombang LED UV-C pada alat antara 260-285 nanometer, sehingga bisa membunuh virus.
- Yang terpenting, pastikan saat sterilizer bekerja (pada saat LED-nya menyala), Anda hanya dapat melihatnya dari jendela intip yang sudah dilapis filter cahaya ultraviolet. Karena selama Anda bisa melihat cahayanya secara langsung, selama itu juga Anda, terutama mata Anda terpapar sinar UV-C yang sangat berbahaya.
- Pastikan sterilizer memiliki pengaman (failsafe system) yang dapat mati sendiri, bila wadah terbuka. Di rumah sakit saja aplikasinya menggunakan motion sensor; ketika ada yang bergerak lampu langsung mati secara otomatis.
- Selalu bersihkan permukaan LED agar tidak tertutup debu. Debu yang menghalangi mengurangi efektivitasnya.
Pengembangan LED UV-C
Dunia tidak berhenti berinovasi. Saat ini sedang dikembangkan LED UV-C yang tetap dapat membunuh virus tapi aman bagi manusia. Dikatakan sebagai “Far-UVC” dengan panjang gelombang spesifik 220 nanometer. Bayangkan Anda bisa memasangkan bohlam lampu far-UVC seperti lampu di ruangan kamar atau kantor, yang bisa membunuh virus dan mikroba lainnya yang terpapar sinar tersebut tanpa khawatir dapat membahayakan kesehatan Anda. Namun hingga kini, para ahli masih berdebat apakah ini merupakan suatu ide yang baik. Karena walau bagaimana pun sekarang dipahami bahwa sinar UV-C berbahaya bagi tubuh manusia.
Penutup
Kasus COVID-19 sama seperti kasus influenza yang lebih banyak di daerah subtropis; walaupun penyebab pastinya apakah karena efek matahari atau bukan masih terus menjadi perdebatan para ilmuan di dunia; karena matahari belum terbukti bisa kita manfaatkan untuk membunuh SARS-CoV-2. Tapi kita bisa manfaatkan teknologi lampu UV-C, terutama dalam bentuk LED di dalam sebuah UV-C sterilizer/sanitizer atau dikenal dengan UV-Box. Pastikan Anda mendapatkan produk yang benar dengan feature keamanan yang lengkap.
©IKM 2020-05