Karena pandemi COVID-19 (C19) dan pembatasan-pembatasan yang ada untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit ini, kehidupan kita tidak akan sama lagi seperti sebelum tahun 2020, dan kita mutlak harus beradaptasi. Sejalan dengan usaha kita untuk mewujudkan era new normal pada setiap aspek kehidupan seperti tempat kerja, sekolah, ruang publik, bahkan di rumah; sudah tentu akan ada peraturan dan usaha berlapis untuk menciptakan kondisi aman tersebut. Seperti yang sudah kita ketahui di antaranya adalah physical distancing (menjaga jarak secara fisik dengan orang lain), rajin mencuci tangan, menjaga kesehatan, screening tes untuk C19, dll. Kondisi seperti ini membawa kita hidup dalam koridor kehidupan kenormalan baru yang ternyata juga menggeser pemahaman tentang kesehatan, merevolusinya menjadi versi baru; versi 3.0.
Albert Einstein pernah berkata dalam quote-nya yang terkenal; “Hanya orang gila yang mengharapkan hasil yang berbeda tapi masih menggunakan cara yang sama”. Jelas sekali bila kita mengharapkan hasil yang lebih baik kita harus merubah cara lama yang biasa kita jalankan. Dalam konteks pandemi C19, karena cara lama kita sudah tidak relevan lagi, maka untuk mendapatkan hasil yang berbeda, yaitu hasil yang lebih baik, hasil yang lebih aman bagi kesehatan kita; maka kita harus menggunakan cara yang baru. Cara baru inilah yang kita kenal dengan istilah new normal sehingga kita kini berada dalam era baru yaitu era new normal.
Dampak dari pandemi C19 merubah cara kita, bersekolah, bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Ada perubahan dan cara baru dalam kita bertransportasi, masuk-berada-pulang kantor atau sekolah, berada di tempat ibadah, di tempat umum, dan lain sebagainya. Cara tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan kesehatan. Setiap individu kini harus memahami perannya, sehingga bisa bertanggung jawab dengan kesehatan serta keamanan dirinya dan orang lain ketika dibutuhkan interaksi. Hal yang kini kita kenal dengan istilah protokol kesehatan era new normal. Ada beberapa penerapan yang dapat kita bahas dalam artikel singkat ini; seperti penerapan di tempat kerja, di sekolah dan di tempat umum.
New Normal di Tempat Kerja
Sangat besar tanggung jawab yang harus dipukul dalam penerapan new normal di tempat kerja. Seperti tanggung jawab pemilik usaha, tanggung jawab karyawan, bahkan tanggung jawab customer atau clients dari usaha yang dijalankan. Seluruhnya harus dijelaskan dan dijalankan dengan suka rela agar penyebaran C19 dapat ditekan seminimal mungkin. Langkah pertamanya adalah mengerti resiko paparan dan sebaran C19 di tempat kerja karena jenis pekerjaan di tempat kerja sangat beragam membuat resiko paparan dan sebaran C19 bagi yang menjalaninya juga akan berbeda. Dengan mengerti resiko paparan dan sebarannya akan dapat membantu semua pemangku kepentingan (stake holders) untuk menentukan usaha tindakan pencegahan yang paling tepat.
Yang bisa diterapkan antara lain menjaga jarak minimal 2 meter pada setiap orang yang berada di tempat kerja, baik itu antar karyawan atau pun dengan pihak luar. Bila jarak 2 meter tersebut tidak dapat diterapkan karena adanya keterbatasan, maka jumlah orang yang bekerja harus dikurangi. Sarannya adalah membuat rotasi kerja 50% kehadiran setiap hari secara bergantian. Dimana 50% karyawan lainnya bekerja dari rumah (work from home). Jam kerjapun kini harus bisa dibuat menjadi fleksibel untuk mengurangi “kepadatan”. Rapat yang bisa dibuat secara daring (online) harus dimaksimalkan. Bila ini pun sulit untuk dilakukan, maka harus dibuat partisi pelindung antara setiap individu yang bisa terbuat dari plastik atau acrylic tembus pandang. Harus disediakan juga tempat-tempat cuci tangan yang mudah diakses, baik berupa sink/wastavel ataupun menyediakan hand sanitizer di beberapa titik di tempat kerja. Setiap orang juga harus menggunakan masker setiap saat yang harus diganti setiap 4 jam sekali.
New Normal di Sekolah (Sarana Pendidikan)
Tidak berbeda dengan di tempat kerja, protokol kesehatan juga harus diterapkan di sarana pendidikan; mulai dari tingkat play group sampai sekolah tinggi. Penting juga bagi setiap orang mengerti tanggung jawabnya masing-masing, tidak ketinggalan orang tua dan para murid. Pembatasan jarak 2 meter juga harus diterapkan di sekolah. Bila tidak memungkinkan buatlah rotasi kehadiran siswa. 50% sekolah secara tatap muka, 50%-sisanya menggunakan sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) secara daring. Bisa juga difikirkan untuk membuat partisi pada setiap tempat duduk siswa menggunakan acrylic tembus pandang. Sudah pasti sistem apa pun yang diterapkan semua orang wajib selalu menggunakan masker, dan harus diganti setiap 4 jam. Dianjurkan juga siswa dan guru melengkapi masker yang digunakan tersebut dengan face shield atau pelindung muka. Karena sudah ada penelitian yang melaporkan masker cendrung sering untuk diturunkan, bahkan hanya disimpan di bawah dagu membuat tujuan pemakaiannya menjadi tidak tercapai.
Para siswa harus menerapkan cara berinteraksi yang baru dengan teman-temannya. Tidak boleh kini bersalaman, tidak boleh bermain dengan kontak fisik, dan senantiasa menjaga agar tidak memegang mukanya sebelum mencuci tangan. Tempat-tempat untuk mencuci tangan harus disediakan di banyak pihak oleh sekolah. Siswa juga harus membawa hand sanitizer masing-masing. Di dalam kelas setiap 30 menit sekali dianjurkan seluruh orang di sekolah, termasuk guru dan siswa harus mencuci tangannya dengan hand sanitizer masing-masing. Hal ini bisa dipandu secara bersama-sama melalui sistem pengeras suara.
New Normal di Tempat Umum
Sebenarnya sama saja dengan di tempat kerja atau sarana pendidikan. Semua orang harus paham akan peran dan tanggung jawabnya. Semua orang harus menjaga kesehatan dirinya dan orang lain. Harus menggunakan masker setiap saat dan harus rajin mencuci tangan. Di tempat ibadah harus menjaga jarak antara jamaah. Bagi pengelola usaha yang akan didatangi orang banyak seperti bank, restoran, mall, hotel, dll.; harus merevolusi tempat usahanya dengan prinsip meminimalisir kontak fisik. Tamu restoran bisa membawa alat makan sendiri, atau disediakan alat makan sekali pakai. Tombol lift bisa diganti dengan sensor sehingga tidak harus disentuh dan pintu dibuat otomatis bisa terbuka/tertutup sendiri. Semua yang bisa dilakukan secara daring, harus dioptimalkan sehingga pelanggan tidak perlu datang bertatap muka. Seperti memesan makanan secara daring, aktivitas perbankan secara daring, dll. Aktivitas pembayaran pun harus dilakukan cara cashless.
Penerapan Peraturan Kesehatan Baru
Penerapan aturan siapa yang boleh bekerja/tidak, siapa yang boleh ke sekolah/tidak, dan siapa yang boleh masuk ke tempat ibadah atau tempat umum lainnya; juga harus diterapkan secara ketat. Karena sekarang tambah banyak gejala yang tidak biasa dapat dimiliki oleh seorang penderita C19, maka setiap orang yang merasa tidak sehat, apa pun gejalanya, tidak diperbolehkan untuk bekerja, untuk ke sekolah atau berada di tempat ibadah atau tempat umum sampai ia merasa sehat. Bila gejalanya merupakan gejala khas dari C19, maka yang bersangkutan harus diistirahatkan di rumah selama 14 hari. Salah satu gejala tersebut adalah demam, sehingga harus dilakukan pengukuran dan pencatatan suhu tubuh setiap orang yang akan memasuki area tempat kerja, area sekolah, dan area tempat ibadah atau tempat umum. Bila suhu tubuhnya di atas 38°C, maka yang bersangkutan harus dipulangkan dan diistirahatkan selama 14 hari. Semua hal ini harus tercatat pada sebuah log book, sehingga bila didapati ada yang positif C19, bisa dilakukan contact tracing secara mudah.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Penerapan protokol kesehatan karena pandemi C19 ini mempercepat lahirnya kesehatan versi yang baru yaitu versi 3.0. Versi pertama pada paham kesehatan terpusat pada lokasi pemberi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Orang sakit akan mencari rumah sakit terbaik untuk melayani dirinya dan dokter menjadi sumber utama informasi mengenai penyakit. Hal ini terjadi sampai pertengahan 90an. Versi kedua dimulai sejak awal tahun 2000, menggeser rumah sakit dan lebih terpusat pada dokter. Orang sakit kini mencari siapa dokternya, bukan ke rumah sakit mana dia akan datang. Dokter tidak lagi menjadi sumber utama informasi, karena pasien kini dibantu dengan hadirnya teknologi internet yang siap meng-counter setiap penjelasan yang disampaikan oleh dokter.
Sementara versi ketiga lahir di tahun 2020. Paham kesehatan kini terfokus pada pasien (patient-centric), dan lebih menekankan pada aspek pencegahan dan promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan kini didominasi oleh pelayanan daring. Orang sakit akan mencari segala informasi dari internet, sampai melakukan self-diagnosis dan memilih terapi apa yang akan diambil untuk mengatasi masalah kesehatannya. Tidak bisa dipungkiri walaupun hal ini bisa beresiko, tapi eranya memang sudah demikian. Sehingga pada versi 3.0 ini dibutuhkan para dokter dan ahli kesehatan yang juga bisa memberikan pelayanan tersebut secara daring. Dokter kini menjadi seorang health influencer yang mempromosikan kesehatan mengguna-kan platform-platform media sosial.
The patient-centric care approach
Semua pusat pelayanan kesehatan kini harus siap dengan memfokuskan pelayanan sepenuhnya dengan pendekatan kepada pasien atau yang disebut sebagai the patient-centric care approach. Pasien adalah pusat dari healthcare universe, dimana komponen pelayanan kesehatan lainnya berada di sekeliling kebutuhan pasien yang harus lebih didengar oleh pemberi pelayanan kesehatan. Pemanfaatan multi-platform social media akan menjadi semakin dominan, didukung oleh para dokter dan tenaga kesehatan yang melek teknologi sebagai health influencer bagi pasiennya sekaligus mempromosikan pelayanan kesehatan yang diberikan. Bukan saja pada aspek marketing, tapi juga bersifat interaktif untuk memahami lebih baik kebutuhan dan keinginan pasiennya.
Terkait pandemi C19, the patient-centric care approach tadi kini terfokus pada pencegahan dan penjagaan kesehatan; meninggalkan paradigma kuratif (mengobati) yang sudah kuno. Masyarakat kini semakin mengerti pentingnya menjaga kesehatan, sehingga sangat tepat waktunya bagi penyedia pelayanan kesehatan untuk aktif mempromosikan gaya hidup yang sehat dan mengajak untuk menjalani pola dan cara hidup yang lebih sehat; baik di tempat kerja, di sarana pendidikan, di tempat umum, bahkan di rumah masing-masing.
Regulasi & Pembiayaan Kesehatan Versi 3.0
Regulator dalam hal ini pemerintah juga harus sigap melihat perubahan ini. Pemerintah harus dengan adaptif membuat peraturan yang dapat mengakomodir semua pihak, baik dari sisi pusat pelayanan kesehatan (dalam hal ini rumah sakit atau klinik), dari sisi tenaga medis (dalam hal ini dokter dan tenaga medis), dari sisi pasien sendiri, dan dari sisi pembiayaan kesehatan. Saat ini di Indonesia masih belum dimungkinkan secara peraturan dokter memberikan terapi secara daring. Harus segera dibuat batasan yang jelas untuk kelompok penyakit yang bisa dilayani tanpa tatap muka secara langsung, cukup dengan pemanfaatan teknologi video call. Sehingga dapat mengurangi kunjungan orang ke tempat pelayanan kesehatan. Juga harus dibuat regulasi agar “aturan main” tadi menjadi seragam dan mutu pelayanan kesehatan bisa tetap tinggi. Terakhir, pembiayaan kesehatan dari pihak asuransi baik BPJS ataupun swasta juga harus bisa mengadaptasi perubahan ini.
Penutup
Semua orang kini harus mau berubah demi kebaikan bersama, karena COVID-19 tidak akan berakhir sebelum vaksin dapat memberikan kekebalan secara efektif kepada setidaknya 70% populasi dunia. Baca lebih jauh dalam artikel lain mengenai hal ini. Karenanya semua pihak harus beradaptasi dengan era new normal ini. Pemilik usaha harus mengkomunikasikan “aturan main” pembayaran upah/gaji dengan kondisi-kondisi di atas, agar tidak merugikan pihak pemberi kerja, tapi tidak pula menghilangkan hak karyawan. Pemerintah harus membuat regulasi yang baik. Dokter dan pemberi layanan kesehatan harus cepat tanggap terhadap perubahan atau revolusi dari paham kesehatan versi 3.0 ini.
©IKM 2020-06