Penyakit COVID-19 yang menjadi pandemi ini masih terjadi, sehingga masih banyak yang harus dipelajari dan dimengerti oleh ilmu kedokteran. Salah satu hal yang harus dipahami adalah penyakit atau kondisi comorbid-nya. Yaitu penyakit atau kondisi yang sebelumnya dimiliki seseorang, sehingga bila ia terpapar virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, ia berpotensi memiliki gejala yang lebih parah atau bahkan lebih beresiko untuk meninggal. Setiap penyakit memiliki penyakit comorbid-nya sendiri-sendiri, dan untuk COVID-19 beberapa penyakit dan kondisi comorbid tersebut sudah dapat diketahui. Kita harus memahaminya, agar lebih siap dalam menghadapi pandemi ini.
Fakta Tentang Penyakit dan Kondisi Comorbid COVID-19
- Dalam 3 bulan pandemi ini terjadi, ada perbedaan penyakit dan kondisi comorbid yang bebeda antara negara.
- Penyakit dan kondisi comorbid COVID-19 memegang peranan yang sangat signifikan terhadap morbiditas (tingkat pesakitan) dan mortalitasnya (tingkat kematian).
- Mengatasi penyakit dan kondisi comorbid, merupakan usaha untuk mencegah penyakit COVID-19 menjadi parah.
Berdasarkan semua data yang bisa didapatkan sekarang, terlihat bahwa kaum manula, dengan kondisi multiple comorbid (lebih dari satu), adalah mereka yang paling berefek parah. Penelitian terbaru yang dipublikasi di JAMA (merupakan penelitian terbesar terkait COVID-19 saat ini), case fatality rate atau angka kematian tertinggi sebesar 15% terjadi pada penderita yang berusia di atas 80 tahun, dibandingkan dengan kelompok usia lainnya digabungkan hanya sebesar 2.3% saja. Hal ini sebenarnya mirip dengan flu musiman (seasonal flu), di mana 70-85% kematiannya terjadi pada orang di atas 65 tahun.
Bila dilihat dari kelompok umur lainnya. Hanya 1% dari total kasus COVID-19 terjadi pada anak-anak di bawah 10 tahun. 10%-nya terjadi pada kelompok umur 10-30 tahun, sementara hampir 90%-nya terjadi pada usia di atas 30 tahun. WHO juga sudah menyimpulkan bahwa tingkat kematian meningkat seiring dengan pertambahan usia; terutama bagi mereka yang memiliki penyakit dan kondisi comorbid. Dengan demikian dapat kita simpulkan untuk saat ini, bahwa virus corona yang baru ini khususnya sangat berbahaya bagi kaum manula. Penyakit comorbid yang paling berbahaya bagi kaum manula tersebut adalah: kencing manis, penyakit cardiovascular, penyakit paru, dan penyakit ginjal.
Orang Muda Tetap Beresiko
Seiring dengan berkembang dan perjalanan pandemi COVID-19 ini, pelan-pelan terjadi pergeseran. Kini hampir 40% dari mereka yang dirawat di RS di seluruh dunia berusia di bawah 55 tahun. Lalu di AS, lebih dari 20% kasus yang harus dirawat di RS adalah mereka yang berusia 20-44 tahun, dan 18%-nya berusia 45-54 tahun. Bahkan di Prancis, 50% pasien yang harus dirawat di ICU berusia di bawah 60 tahun. Dengan demikian mulai dipahami saat ini, ternyata orang muda juga tetap beresiko. Resiko seseorang untuk menderita sakit yang lumayan berat (sehingga ia harus dirawat di RS), semakin besar walaupun belum termasuk kategori manula. Hal ini juga terjadi di Indonesia, kita menyaksikan datanya dan beritanya di media banyak korban yang sudah meninggal memiliki usia yang bukan dalam kelompok manula.
Jelaslah sudah bahwa orang muda, yaitu yang belum termasuk kelompok manula, tidak terlepas dari resiko memiliki gejala yang parah, resiko untuk dirawat di ICU, bahkan resiko untuk meninggal bila terkena SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 ini. Dr. Craig Coopersmith, mantan Presiden dari Society of Critical Care Medicine di Emory Critical Care Medicine bahkan menegaskan bahwa “bukan berarti seorang muda yang merasa sehat, memiliki 100% garansi bila terpapar COVID-19 akan mengalami hasil yang bagus”. Sepertinya hanya anak-anak saja yang masih bisa dikatakan memiliki garansi yang lebih besar untuk memiliki hasil yang bagus bila terpapar COVID-19 ini, karena hampir semua kasus pada anak-anak merupakan kasus yang ringan.
Morbiditas COVID-19
Morbiditas atau keparahan penyakit dari COVID-19, juga sudah mulai bisa kita pahami dari 3 bulan kejadian pandeminya. Di seluruh dunia 14% kasus mengalami gejala yang berat sampai harus dirawat di RS, dimana 5%-nya harus di rawat di ICU. Kalau sudah dirawat di ICU, hampir selalu akhirnya harus dipasangkan ventilator untuk dapat bertahan hidup. Mereka adalah yang memiliki penyakit atau kondisi comorbid sehingga memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami gejala yang serius dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki penyakit atau kondisi comorbid. Hal ini disampaikan juga oleh WHO yang mengemukakan bahwa sebagian besar orang yang terkena COVID-19, memiliki gejala ringan tanpa komplikasi yang berat yaitu orang-orang yang berusia belum manula dan yang tidak memiliki kondisi atau penyakit comorbid.
Penyakit dan Kondisi Comorbid COVID-19
Jadi apa sebenarnya yang membedakan hasil akhir bila menderita COVID-19 ini? Apa yang membuat anak kecil sangat kuat, dan apa yang membuat orang-orang berusia belum manula juga bisa menderita kondisi yang berat, bahkan kematian? Ternyata jawabannya terletak pada penyakit atau kondisi comorbid yang dimiliki seseorang jauh sebelum ia tarpapar. Ada perbedaan antara yang terjadi di China dengan yang terjadi di Eropa dan AS terkait penyakit dan kondisi comorbid ini. Pada awal pandemi ini terjadi bermula di Wuhan, Propinsi Hubei, China; kondisi comorbid paling menonjol adalah penyakit paru kronis yang sebagian besar disebabkan oleh rokok. Ketika penyakit dan pandeminya berganti episentrum ke Eropa khususnya Italia, lalu kini ke Amerika Serikat, penyakit comorbid yang tadinya tidak signifikan pun menjadi lebih nyata; yaitu penyakit cardiovascular. Penyakit dan kondisi comorbid dapat memperburuk kondisi saat terpapar COVID-19, dan penyakit baru ini pun dapat lebih memperburuk penyakit dan kondisi comorbid; sehingga menjadi “lingkaran setan” yang tak berujung:
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
- Merokok. Merokok sampai sekarang menjadi kondisi comorbid utama bagi seseorang untuk mendapatkan hasil akhir yang buruk bila harus menderita COVID-19. Merupakan faktor yang menyebabkan angka kematian penderita pria lebih tinggi di China, karena merokok lebih merupakan aktivitas pria dibandingkan wanita di sana. Seorang perokok aktif, atau orang yang aktif menghirup asap rokok orang lain juga merupakan kondisi comorbid dari penyakit cardiovascular; yang merupakan comorbid juga bagi COVID-19.
- Penyakit paru-paru kronis. Merokok sudah pasti akan menyebabkan penyakit paru-paru kronis. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi yang dikenal dengan pneumonia atau paru-paru basah, disebabkan oleh TBC, oleh zat iritan, atau karena kondisi penyakit asma yang kambuh.
- Penyakit cardiovascular. Penyakit jantung dan pembuluh darah sekarang bukan hanya dimonopoli oleh kaum manula. Sudah banyak anak-anak muda yang menderita penyakit ini. Di Italia dan AS, menjadi penyakit comorbid utama untuk penyakit COVID-19. Termasuk di dalam golongan penyakit ini adalah stroke, tekanan darah tinggi, dislipidemia (kadar lemak tinggi dalam darah), kondisi obesitas, serta penyakit yang ada di jantung sendiri seperti pembengkakan jantung, penyempitan arteri jantung (jantung koroner), dan kelainan katup-katup jantung.
- Kencing manis. Kondisi kadar gula darah yang tinggi karena kerusakan metabolisme karbohidrat di dalam tubuh ini juga menjadi penyakit comorbid dari COVID-19. Tidak hanya DM tipe II yang didapat ketika sudah dewasa, tapi juga DM tipe I yang merupakan bawaan sejak usia kecil.
- Penyakit ginjal. Masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penyakit ginjal dengan COVID-19. Tapi yang jelas mereka dengan penyakit gagal ginjal mengalami gejala yang berat bila terpapar oleh COVID-19.
- Kanker. Sepertinya mereka yang menderita kanker, baik yang sedang menjalani kemoterapi/radioterapi atau pun yang tidak, juga akan mendapatkan hasil akhir yang tidak baik bila harus terpapar oleh COVID-19.
- Penyakit autoimun. Kondisi tubuh yang merusak atau menyerang sel-sel tubuhnya sendiri; juga menjadi penyakit comorbid COVID-19.
Peran Penyakit dan Kondisi Comorbid COVID-19
Kini sudah banyak orang memiliki penyakit yang lebih dari satu; yang biasa disebut sebagai comorbidities. Semakin banyak penyakit yang diderita seseorang, akan semakin buruk kondisinya bila harus terkena penyakit yang baru. Begitu juga kejadiannya dengan pandemi COVID-19 ini; semakin banyak penyakit dan kondisi yang dimiliki sebelumnya, bila seseorang harus terpapar virus penyebab COVID-19, maka akan lebih buruk hasil akhirnya. Ada tiga skenario sebab-akibat yang membuat penyakit atau kondisi comorbid “pemberat” kondisi pasien COVID-19:
- Merusak paru-paru. Semua kondisi dan penyakit yang dapat merusak paru-paru pastilah akan membuat kondisi pasien COVID-19 akan bertambah parah, karena target organ yang diserang oleh COVID-19 adalah paru-paru. Tanpa adanya COVID-19 saja paru-paru sudah rusak, apa lagi bila harus menderita karena COVID-19. Kondisi atau penyakit comorbid yang dapat merusak paru-paru bila kita ambil dari 7 penyakit dan kondisi di atas adalah: merokok dan penyakit paru-paru kronis.
- Membuat metabolisme di tubuh buruk. Skenario kedua adalah penyakit dapat membuat metabolisme di tubuh buruk, sehingga tubuh akan kesulitan dalam melawan virus SARS-CoV-2 yang masuk. Dari 7 penyakit dan kondisi di atas yang dapat dikategorikan dalam skenario kedua ini adalah: penyakit cardiovascular, kencing manis dan penyakit ginjal. Tapa adanya penyakit baru pun, tubuh penderita sudah buruk metabolismenya, apa lagi bila harus kena COVID-19.
- Melemahkan sistem imunitas. Sementara dua sisanya yaitu kanker dan penyakit autoimun dapat membuat kondisi sistem imunitas menjadi lemah. Sehingga ketika terpapar virus SARS-CoV-2, penyakit COVID-19 yang dideritanya akan menjadi lebih buruk. Sebenarnya kelima kondisi yang masuk ke dalam dua skenario lainnya di atas, ujung-ujungnya juga akan membuat kondisi yang melemahkan sistem imunitas.
Tidak Merasa Sakit Bukan Berarti Sehat
Mungkin “pakem” yang harus dicamkan dalam hati saat ini adalah “tidak merasa sakit, bukan berarti sehat”. Karena ketidakpedulian dan cendrung menjadi kesombongan serta ke-takaburan merasa diri tidak sakit inilah yang dapat menjadi boomerang. Baru ketahuan dirinya tidak sehat setelah harus menderita COVID-19 karena saat diperiksa ternyata memiliki satu atau bahkan lebih dari tujuh kondisi di atas. Mumpung belum terlambat, bagi yang belum terpapar virus SARS-CoV-2 ini alangkah baiknya bila Anda melakukan general medical check up. Bila ada penyakit yang baru ketahuan, segera ditangani semaksimal mungkin agar tidak menjadi faktor pemberat (comorbid) bila harus terpapar COVID-19.
Memaksimalkan Pengobatan
Bagi yang sudah mengetahui dirinya memiliki penyakit atau kondisi comorbid tersebut, maka tidak ada waktu yang lebih baik dari sekarang untuk memaksimalkan ikhtiar:
- Berhenti merokok dan jangan menghisap asap rokok orang lain. Begitu juga dengan VAPE yang sama atau malah lebih dapat merusak paru-paru, dibanding rokok konvensional.
- Tangani tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan penyakit jantung yang diderita seoptimal mungkin.
- Bagi yang obesitas, segera turunkan berat badan.
- Jaga agar gula darah senantiasa normal.
- Maksimalkan usaha dan persiapkan obat-obatan yang sudah biasa diberikan dokter agar tidak kehabisan.
Penutup
Bila boleh diambil hikmahnya, mungkin kehadiran pandemi COVID-19 ini dapat merubah mindset agar kita dapat lebih mengapresiasi kesehatan kita dengan cara yang lebih baik. Baru tiga bulan pandemi ini berjalan kita bisa lihat masyarakat dunia umumnya, dan Indonesia khususnya kini hidup lebih bersih dan lebih sehat, lebih sering mencuci tangan, dan tidak memakan hewan yang memang bukan seharusnya untuk dimakan. Kita harapkan juga akan banyak orang yang sadar untuk berhenti merokok, melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, dan merevolusi gaya hidupnya menjadi gaya hidup yang lebih sehat.
©IKM 2020-03