Di akhir Oktober 2020 ini, pandemi COVID-19 (C19) masih menghantui hidup semua orang di dunia. Belum ada satu negara pun yang bisa benar-benar keluar dari krisis penyakitnya. Kita berharap semoga beberapa jenis vaksin yang sudah berhasil menyelesaikan fase III penelitiannya bisa segera dapat memberikan kekebalan sehingga bisa menghentikan pandemi maut ini. Tapi sampai akhir Oktober ini pun tidak ada yang bisa memastikan berapa lama kekebalan itu dapat bertahan di tubuh orang yang sudah divaksin, hanya Tuhan dan waktu yang tahu. Karenanya kita tidak boleh lengah, terutama bagi dewasa muda. Selain merupakan kelompok penyebar penyakit terbesar, tapi juga ternyata semakin banyak dewasa muda yang awalnya dikira lebih kuat, menjadi korban seperti kelompok usia lainnya.
- Satu dari tiga dewasa muda di seluruh dunia berada dalam resiko terkena gejala berat C19.
- Penelitian menemukan bahwa dewasa muda berusia antara 18 sampai 34 tahun yang dirawat di RS karena C19, memiliki latar belakang faktor resiko tinggi dan comorbid yang buruk.
- Seperlima dari kasus C19 yang membutuhkan perawatan merupakan dewasa muda berusia 20 sampai 44 tahun, dibandingkan kelompok usia 45-64 yang hanya 12% saja.
- Dari dewasa muda yang dirawat tersebut, 20% harus dirawat di ICU, bahkan 10%-nya membutuhkan ventilator.
- Tingkat kematian dewasa muda karena C19 mencapai 3%.
- Kejadian dan kematian karena serangan jantung pada dewasa muda menderita C19 justru 2 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok umur manula.
Pada awal pandemi C19 di awal tahan 2020, sering dilaporkan bahwa faktor comorbid yang paling besar dari segi usia adalah kelompok umur manula. Tapi setelah kurang lebih 10 bulan pandemi ini berlangsung, diketahui ternyata dewasa muda secara signifikan juga dapat beresiko yang sama besarnya. Hal ini dilaporkan di dalam Journal of the American Medical Association. Disampaikan di sana, bahwa dewasa muda terbukti juga dapat menderita kasus berat bahkan sampai kematian. Walaupun hanya 3% dari dewasa muda terpapar C19 yang meninggal, tapi jumlah paparan terbesar justru terjadi pada kelompok usia dengan jumlah terbesar, membuat angka 3% itu menjadi sangat tinggi. Yang selamat dari maut, bukan berarti bebas dari gejala sisa, karena bila sempat mengalami gejala yang berat, akan hidup dengan gejala sisa itu untuk selamanya.
Faktor Comorbid C19 pada Dewasa Muda
Tingginya angka dewasa muda yang harus dirawat karena C19, dan tingginya jumlah kematian, tetap saja tidak terlepas dari faktor comorbid yang sudah dimiliki sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia bahwa dewasa muda yang sampai harus dirawat, menderita gejala berat, bahkan sampai dengan kematian adalah mereka yang sebelumnya memang sudah memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes melitus), penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular), dan mereka yang merokok atau obesitas. Hal ini pernah dilaporkan juga oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di AS. Apa lagi bila memiliki lebih dari satu faktor comorbid, maka sudah dipastikan akan memiliki jalan dan akhir cerita yang lebih buruk.
Tidak Pernah Diperiksa
Di Indonesia, masih jarang seorang dewasa muda yang sangat peduli dengan kesehatannya. Sering kali mereka take it for granted atau sangat merasa yakin, karena masih muda dan tidak mengalami keluhan, dirinya akan selalu sehat dan sangat jauh dari berbagai macam penyakit dan kondisi medis. Bahkan di negara maju seperti AS pun hanya 25% dewasa muda yang rutin memeriksakan kesehatannya. Sikap tidak peduli ini kini back fires dan menjadi boomerang di masa pandemi C19. Mereka baru mengetahui selama ini hidup dengan penyakit yang menjadi faktor comorbid C19, setelah harus dirawat di RS, dan tak jarang berakhir dengan kematian. Sering kita dengar komentar keterkejutan pihak keluarga atau teman mengatakan bahwa yang bersangkutan selama ini sehat, rajin berolahraga, tidak berpenyakit, tapi meninggal karena C19. Tak jarang malah berpendapat justru C19-nya yang menyebabkan mereka memiliki hipertensi, kencing manis, atau lainnya. Padahal yang bersangkutan memang tidak pernah atau sangat jarang memeriksakan kesehatannya selama ia hidup.
Angka Faktor Resiko pada Dewasa Muda
Karena dewasa muda jarang memeriksakan kesehatannya, maka di AS dilaksanakan penelitian pada 8000 orang dewasa muda berusia antara 18 sampai 25 tahun. Mereka ingin mengetahui berapa besar jumlah dewasa muda yang memiliki faktor resiko untuk memiliki kondisi atau comorbid dari C19 ini. Hasilnya cukup mencengangkan, ternyata 32% atau kurang lebih sepertiganya, hidup dengan resiko besar untuk menderita sakit berat bila terpapar virus SARS-CoV-2 penyebab C19 ini. Karena mereka memiliki faktor resiko untuk terkena atau malah sudah memiliki penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit cardiovascular, dan penyakit paru-paru. Hal ini tercermin dari gaya hidup modern yang mereka jalani yang memiliki kombinasi dua atau lebih kondisi; tidak memperhatikan diet, jarang/tidak pernah berolahraga, kurang tidur, stres tinggi, obesitas, dan aktif merokok (baik rokok konvensional atau rokok elektrik/VAPE). Yang lebih mengkhawatirkan, ternyata sepertiga dari 8000 orang tersebut sudah masuk ke dalam kategori terduga (susceptible) terpapar C19.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Bila merokok dikeluarkan dari penelitian di atas maka jumlah dewasa muda yang memiliki faktor resiko untuk memiliki kondisi atau comorbid dari C19 turun menjadi setengahnya, menjadi sekitar 16% saja. Berati setengah dari faktor resiko tersebut adalah karena dewasa muda merokok. Penelitian yang dilakukan di University of California, San Francisco (UCSF) melaporkan 1 dari 3 dewasa muda berusia 18 sampai 25 tahun beresiko terkena C19 dengan gejala yang berat. Laporan ini ditulis di dalam Journal of Adolescent Health yang menekankan bahwa kontributor terbesar dari resiko tersebut adalah merokok baik rokok konvensional maupun elektrik/VAPE. Sebagian besar dari mereka terlihat sehat dan tidak merasa memiliki penyakit sebelum terpapar virus ini.
Iritan dari asap rokok baik rokok konvensional atau elektrik/ VAPE mengganggu epitel di saluran pernafasan sehingga lebih mudah terkena infeksi. Belum lagi, iritan tersebut mengganggu pertukaran udara di alveoli yang mungkin sudah dipenuhi juga oleh lendir karena C19. Kita mendengar dan menyaksikan dewasa muda di Indonesia banyak yang meninggal setelah terkena C19. Tapi tidak pernah kita mendata berapa besar dari mereka yang memang di masa hidupnya menjalani gaya hidup yang buruk. Tidak pernah ada yang bercerita bahwa di masa hidupnya seorang perokok misalnya. Padahal jelas dari data dan penelitian di luar negeri, penyumbang besar dewasa muda harus menderita C19 yang berat atau meninggal, disebabkan oleh gaya hidup buruk di mana satu faktornya adalah merokok. Jadi jangan terlalu terkejut bila ada dewasa muda meninggal karena C19, coba cari tahu dulu gaya hidupnya buruk atau tidak, serta cari tahu dulu apakah ia seorang perokok atau tidak.
Obesitas dan COVID-19
Selain merokok, menurut CDC, di AS obesitas sudah menjadi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Tidak kurang dari populasi di AS kini 40%-nya menderita obesitas. Dalam 20 tahun terakhir prevalensi obesitas di sana meningkat dari 30.5% menjadi 42.4%, dan obesitas berat meningkat dari 5% menjadi 9.2%. Di kota-kota besar di Indonesia, dengan gaya hidup modern dan metropolitannya kini bisa kita anggap memberikan fenomena yang mirip bahkan sama. Kita bisa menyaksikan, semakin banyak kini, terutama dewasa muda Indonesia yang hidup di perkotaan mengalami obesitas. Obesitas dan C19 merupakan pasangan maut, karena obesitas meningkatkan resiko terjadinya thrombosis atau bekuan darah (blood clot), yang sering dialami oleh penderita C19 dengan gejala berat. Juga meningkatkan kejadian deep-vein blood clots yang disebut dengan disseminated intravascular coagulation, pencetus perdarahan hebat pada organ dalam penderita C19. Secara mekanis sudah jelas, obesitas mempersulit pergerakan diafragma saat bernafas, mencetus masalah ventilasi oksigen yang meningkatkan resiko infeksi di paru dan ARDS (acute respiratory distress syndrome).
Dewasa Muda Sebagai Carrier C19
Selain ternyata berdampak cukup besar pada dirinya, dewasa muda juga sangat berperan menjadi carrier atau pembawa virus SARS-CoV-2 penyebab C19 ini untuk menularkannya ke orang lain. Hal ini disebabkan karena dewasa muda adalah kelompok usia produktif yang paling sering berada di ruangan publik ketika beraktivitas. Seorang dewasa muda yang terpapar virus, bisa menularkan penyakitnya ke sesama teman, ke pasangan, ke anak, dan yang paling riskan, kepada keluarga dan kerabat yang termasuk manula. Hal ini terbukti bila PSBB (pembatasan sosial berskala besar) apa lagi lock down suatu wilayah diberlakukan, baik di dalam mau pun luar negeri, secara signifikan angka pertambahan kasus baru akan menurun. Sebaliknya saat dihapuskan, maka angka kasus baru dan angka kematian akan signifikan naik kembali.
Dewasa Muda Terpapar C19
Berdasarkan penelitian yang secara paralel banyak dilakukan di dunia untuk mengetahui tempat paling riskan terjadinya paparan C19, sudah dapat kita simpulkan. Bahwa tempat tersebut adalah tempat makan (bar dan restoran), pasar, mal dan pertokoan, serta pantai dan tempat hiburan lainnya. Mungkin sebentar lagi kita akan mendapat laporan juga bioskop dan taman hiburan bila sudah dibuka. Dari banyaknya laporan penelitian tersebut, hampir semuanya mengatakan bahwa ada fenomena ketidakpedulian yang sangat tinggi di kalangan dewasa muda yang tercermin dari sikap dan prilaku mereka dalam menghadapi pandemi C19 ini. Mereka menjadi generasi cuek sehingga mereka lebih mudah terpapar dan sangat mudah menularkan penyakitnya dibandingkan orang dari kelompok usia lain. Bahkan anak-anak sekali pun lebih mudah untuk diberi tahu dan diberi pengertian. Hal ini tercermin dengan banyak yang tidak mau menggunakan masker, masih sering berkerumun, dan masih merokok di tempat umum.
Bangun Pemuda-Pemudi Indonesia
Mau tunggu apa lagi, mau tunggu sampai kapan baru dewasa muda menjadi lebih sadar dan lebih peduli terhadap pandemi C19 ini. Jangan terlalu berharap kepada keberhasilan vaksinasi karena manusia sampai akhir Oktober ini belum ada yang tahu. Mari kita fokus kepada yang sudah pasti, yaitu menjaga dan mencegah penularannya. Karena dewasa muda merupakan faktor kunci keberhasilan pencegahan tersebut, maka dari sinilah kita harus memulainya. Mari patuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Batasi bepergian bila tidak perlu, hindari berkerumun, senantiasa menjaga jarak, menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga kesehatan sebaik-baiknya. Semakin terbukti akibat adanya C19, bahwa tidak ada keluhan belum tentu sehat. Rajin berolahraga saja juga tidak bisa menjamin kesehatan kita, bahkan tidak sedikit dewasa muda yang meninggal ketika sedang berolahraga. Untuk sehat tidak bisa hanya mengambil satu hal dan mengabaikan hal lainnya.
Mengambil Hikmah Pandemi C19
Bila saatnya nanti pandemi ini bisa berakhir, setidaknya C-19 sudah mengajarkan kita agar hidup lebih bersih dan lebih sehat. Jangan sampai ketinggalan, jangan sampai tidak ada perbaikan dalam kehidupan kita. Sudah seharusnya kita untuk:
- Lebih rutin memeriksakan kesehatan secara berkala, walaupun sedang merasa sehat dan tidak ada keluhan.
- Senantiasa memperhatikan kebersihan tangan dan tidak terlalu sering memegang muka sebelum mencuci tangan.
- Lebih santun ketika batuk atau bersin dengan menutupnya di lipat siku, serta tidak keluar rumah bila sedang sakit.
- Menurunkan berat badan, bila termasuk kategori obesitas.
- Berhenti merokok dan menjauhi asap rokok orang lain[IKM1] , baik rokok konvensional maupun elektrik/VAPE.
- Menjaga kesehatan dengan menjalani lima pilar gaya hidup sehat secara keseluruhan. Jangan meninggalkan salah satunya, karena satu saja tidak dilakukan maka “pilar” tersebut akan hilang, sehingga “bangunan kesehatan” itu akan rubuh.
©IKM 2020-10