Sudah hampir satu tahun berjalannya penyakit COVID-19 (C19) ini, kita bisa menyaksikan banyak fakta-fakta di mana salah satunya adanya perbedaan yang sangat bermakna bagaimana penyakit ini berefek pada pria dan pada wanita. Suatu kondisi yang harus menjadi renungkan kita bersama, agar bisa dimanfaatkan dalam mengatasi pandemi C19 ini. Perbedaannya bukan hanya angka insidensi dan angka kematian yang akan kita bahas di bawah, tapi juga pada bagaimana pria dan wanita di permukaan bumi ini ternyata berbeda dalam menghadapinya. Jadi bukan sekedar karena perbedaan biologis, tapi juga perbedaan sikap di antara keduanya.
- Dalam menghadapi pandemi C19, pria lebih sering melakukan tindakan beresiko dibandingkan wanita.
- Pria juga lebih cuek terhadap gejala yang dirasakan oleh tubuhnya, membuat penanganan jadi terlambat.
- Daya tahan tubuh wanita lebih kuat dari pada pria dalam menghadapi penyakit C19.
- Jumlah kematian pada pria karena C19 lebih tinggi dibandingkan pada wanita.
Di seluruh dunia jumlah kematian pria lebih tinggi dibandingkan wanita bila mendertia C19. Sebuah penelitian memang sudah melaporkan bahwa pria lebih mudah untuk terkena infeksi SARS-CoV-2 penyebab C19 dibandingkan wanita. Pria juga lebih mungkin menderita gejala yang berat dibandingkan wanita bila terinfeksi. Hal serupa juga pernah dijumpai pada kasus KLB SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) di tahun 2003. Beberapa pusat penelitian dan juga WHO memberikan angka yang mirip yaitu antara 63-70% dari total kematian karena C19 di seluruh dunia adalah pria. Bahkan di kota New York, jumlah kematian pria hampir dua kali lipatnya dibandingkan wanita. Penyebab kematian pada pria ini lebih tinggi dibandingkan wanita diperkirakan terkait beberapa faktor, sbb.:
- Fakta bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular disease) sebagai penyebab kematian terbesar pada penderita C19, kejadiannya memang lebih tinggi pada pria tua dibandingkan pada wanita tua. Dari seluruh penyakit cardiovascular ini yang paling banyak menjadi penyebab kematian penderita C19 pada pria ini adalah hipertensi.
- Selain itu ditemukan bahwa pria juga memiliki konsentrasi sebuah enzim bernama angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) di dalam tubuhnya dibandingkan wanita. ACE2 merupakan enzim yang “mengizinkan” virus corona menginfeksi sel-sel sehat. Ini juga membuat virus load atau jumlah virus yang menginfeksi di tubuh pria menjadi lebih banyak dan penyakitpun bertahan lebih lama.
- Faktor genetik juga memegang peran penting. Wanita dengan kromosom X ekstra memiliki sistem pertahanan tubuh yang lebih kuat terhadap infeksi dibandingkan pria. Dua penelitian dilakukan di AS mengenai hal ini yang memberikan hormon estrogen pada pria terinfeksi C19 untuk melihat apakah mereka dapat sembuh lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak disuntik.
- Bila mengalami sakit di dalam masa pendemi, ternyata pria juga lebih lambat untuk mencari pertolongan medis dibandingkan wanita. Sehingga kondisi sakit pada pria cendrung lebih berat dan kematian pun lebih tinggi.
Kebiasaan Hidup Tidak Sehat
Lebih jauh lagi, ternyata di dunia ini rata-rata pria memang cendrung untuk menjalani hidup yang lebih tidak sehat dibandingkan rata-rata wanita. 9 dari 10 penyebab kematian di dunia saat ini lebih tinggi persentasenya pada pria dibandingkan wanita. Penyebab kematian tersebut merupakan preexisting conditions atau kondisi yang memang sudah ada pada diri seseorang, sehingga akan bertambah berbahaya bagi dirinya bila terkena C19. Kebiasaan hidup tidak sehat bahkan dikategorikan kebiasaan buruk tersebut dilaporkan nomor wahid-nya adalah merokok. Di seluruh dunia memang lebih banyak perokok adalah pria dibandingkan wanita. Suatu kebiasaan yang membuat paru-paru rusak dan bertambah bahaya bila terkena C19. Pria juga cendrung lebih banyak terpapar polusi udara akibat pekerjaannya dibandingkan wanita, sehingga banyak yang memiliki preexisting conditions seperti asma, bronkhitis, emphysema, dan penyakit paru lainnya.
Kebiasaan Mengambil Resiko
Dalam hal mengambil resiko (taking a risk), pria juga cendrung lebih berani dibandingkan wanita. Seiring dengan berjalannya pandemi ini, wanita ternyata lebih peduli terhadap C19 ini dibandingkan pria. Akibatnya lebih banyak pria yang menyerempet bahaya, memaparkan dirinya terhadap resiko sehingga lebih mudah terkena C19. Bila ada kerumunan, termasuk di Indonesia, lebih banyak dilakukan oleh kaum pria dibandingkan wanita. Kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan juga lebih rendah pada pria dibandingkan wanita. Pria lebih sering tidak melakukan social distancing, lebih sering tidak menggunakan masker, lebih jarang mencuci tangan, dan secara keseluruhan lebih ceroboh terhadap kesehatannya. Sampai dikatakan bahwa ada pria yang memiliki invincibility syndrome atau suatu sindroma yang merasa dirinya tidak dapat dikalahkan dan selalu kuat. Mereka adalah kelompok yang paling sulit untuk diajak menjalani protokol kesehatan di masa pandemi C19 ini.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Semua penyakit, tidak terkecuali C19 ini; bila diagnosisnya bisa ditegakkan lebih dini, maka perjalanan penyakitnya pun bisa lebih ringan dengan prognosis yang lebih baik. Masalahnya sekarang, C19 tidak memiliki gejala khas, karena gejalanya juga bisa muncul seperti penyakit lainnya. Hal ini membuat tidak sedikit orang yang tidak menanggapi gejala yang muncul pada dirinya dengan serius. Bila itu merupakan gejala awal dari C19, maka dirinya akan terlambat mendapatkan pertolongan medis. Dan sudah jelas, dirinya beresiko untuk menularkan penyakitnya ke orang yang lebih banyak karena tidak melakukan isolasi mandiri. Di antara pria dan wanita, wanita ternyata lebih serius dalam menanggapi gejala C19 dibandingkan pria.
Sebuah penelitian tes penjaringan C19 pernah dilakukan pada Trump administration atau orang-orang lingkaran satu Presiden AS tersebut. Dr. Deborah Birx yang melakukan screening tersebut melaporkan bahwa gejala yang mungkin disebabkan oleh C19 dialami oleh pria sebesar 56% dibandingkan wanita (44%). Dari mereka yang bergejala tersebut saat diuji 23%-nya positif C19 dibandingkan wanita yang hanya 16%. Dari penelitian ini seperti ini yang juga banyak dilakukan di beberapa negara disimpulkan:
- Wanita lebih menanggapi pandemi C19 ini lebih serius dibandingkan pria dan wanita lebih baik dalam menjalani protokol kesehatan.
- Semakin tua seseorang, semakin serius dan patuh juga mereka dalam menanggapi pandemi C19. Tapi tetap pada usia yang sama wanita lebih baik.
- Pria yang sudah bekeluarga lebih serius dan lebih patuh dibandingkan yang masih lajang. Bukan karena mereka lebih khawatir terhadap dirinya, tapi karena khawatir orang yang dicintai bisa terkena.
Menghadapi Pandemi
Dibutuhkan kerja sama dan andil setiap orang dalam memerangi pandemi C19 ini. Ini artinya harus melakukan perubahan untuk melindungi diri, keluarga dan orang di sekitar kita. Dalam menjalani andilnya masing-masing ini, ternyata wanita lebih banyak berandil dibandingkan pria. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of Science of the USA, wanita dapat menghadapi pandemi ini lebih serius dibandingkan pria. Bukan hanya pada level masyarakat atau komunitas, tapi juga pada level negara. Negara-negara yang memiliki pemimpin seorang wanita terlihat lebih efektif dalam menangani pandemi C19 di negaranya.
Perbedaan Sikap
Penelitian yang mengikutsertakan 21.649 orang pria dan wanita di Australia, Austria, Prancis, Jerman, Italia, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat, menunjukkan wanita lebih dapat melihat penyakit C19 sebagai suatu masalah kesehatan yang serius dibandingkan pria. Dan wanita lebih mudah untuk menyetujui dan mengikuti peraturan yang diterapkan terkait pandemi C19 ini di negaranya masing-masing. Perbedaan sikap yang paling nyata adalah ketika seseorang harus melakukan sesuatu untuk melindungi orang lain, seperti cara batuk dan bersin; yang lebih dipatuhi oleh wanita dibandingkan pria. Tapi ketika pria tersebut menikah, kepatuhan mereka meningkat, begitu pula bila dirinya atau keluarganya sudah terkena efek negatif dari pandemi ini, baru seorang pria bisa sepatuh wanita.
Wanita juga lebih mudah untuk menerima masukan dari para ahli tentang penjelasan atau segala informasi tentang C19 dibandingkan pria. Sebuah survey yang dilakukan di Inggris pada 800 orang melaporkan bahwa wanita lebih patuh untuk tinggal di rumah, mempraktekkan sosial distancing dan mencuci tangan mereka lebih sering dibandingkan pria. Dalam hal menggunakan masker pun, penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan bahwa 55% wanita menggunakan masker dengan cara yang benar dibadingkan pria yang hanya 38% saja. Dari kenyataan yang dibahas di atas tersebut, jelas wanita lebih memegang peran penting dalam menanggulangi pandemi C19 ini dibandingkan pria. Kemampuan beradaptasi dua kelompok gender ini terhadap pandemi C19 juga berbeda. Secara psikologis wanita lebih menerima kondisi kehidupan dalam pandemi C19 dibandingkan pria.
Membuat Pria Lebih Peduli
Ternyata membuat pria lebih peduli terhadap pandemi C19 ini secara keseluruhan menjadi tantangan dan kesulitan tersendiri di seluruh dunia. Bahkan ada yang merasa bila pria menggunakan masker akan kehilangan maskulinitasnya sebagai pria. Tapi seperti yang dijelaskan di atas, kaum pria bisa menjadi menurut, bila yang terancam bahaya itu bukan dirinya, melainkan keluarga atau orang-orang yang dicintainya. Jadi usaha para ahli di dunia untuk membuat kaum pria bisa lebih mau mengikuti dan menjalankan protokol kesehatan secara baik adalah bila diingatkan manfaatnya untuk keluarga atau orang yang mereka cintai, bukan hanya untuk mereka sendiri.
Pandemi C19 Masih Belum Usai
Sampai akhir November 2020 ini, jumlah kasus terus bertambah dan yang meninggalpun semakin banyak di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Tapi secara keseluruhan merata di setiap negara, sepertinya pandemi C19 kali ini tidak sampai terlalu mengganggu kesehatan psikis manusia sampai parah. Tidak seperti pandemi flu pada tahun 1928 yang sampai mencetus gangguan jiwa secara luas. Suatu fenomena manusia modern yang bisa menjadi lebih santai menghadapi masalah kesehatan dunia seperti ini. Mungkin karena kita kini lebih percaya kepada ilmu pengetahuan dan teknologi yang segera akan membawa kita keluar dari masalah ini. Salah satunya adalah dengan pengobatan yang tepat dan sudah tentu vaksinasi.
Tapi pandemi ini belum bisa kita katakan selesai sampai vaksin tersebut bisa disuntikkan kepada sebagian besar manusia di dunia, dan dapat memberikan kekebalan setidaknya kepada 70% orang, untuk menciptakan suatu kekebalan komunitas. Tahun 2021 akan menjadi tahun penentuan, the moment of truth dari kemampuan manusia modern memerangi sebuah pandemi yang sampai akhir November 2020 ini sudah terdapat 61,4 juta kasus dengan kematian sudah mencapai lebih dari 1,4 juta. Kita akan menjadi saksi hidupnya di tahun depan, apakah vaksin yang akan mulai disuntikkan sejak awal tahun depan ini dapat mengakhiri kisah panjang pandemi C19.
Penutup
Sampai hal itu terjadi, sehingga kita bisa hidup normal seperti dulu lagi, setiap dari kita harus senantiasa mengambil perannya masing-masing untuk dapat menahan laju penyebaran C19 ini. Apa lagi bila Anda seorang pria, yang dari uraian di atas jelas merupakan gender yang susah untuk peduli terhadap pandemi C19, harus bisa merubah sikap dan mindset. Mindset dan sikap untuk menjalankan protokol kesehatan secara all out dalam era new normal sekarang, sampai umat manusia dapat mengalahkan pandemi C19 ini.
©IKM 2020-11