Pertanyaan pemilihan antara obat generik dan obat paten sepertinya sampai kapanpun tidak akan pernah berhenti dan hilang. Merupakan pertanyaan yang mungkin paling sering ditanya pasien kepada dokter selain pertanyaan tentang penyakitnya sendiri. Karena akan selalu tetap ada keraguan dalam memilih antara obat generik yang murah vs. obat paten yang mahal, yang akan selalu membanding-kan kemampuan kedua jenis obat. Padahal antara obat generik dan paten, keduanya tetap harus mendapatkan izin edar yang berarti sudah dipenuhi kriteria keamanan dan efektif dari segi fungsi tujuan terapinya. Perbedaan yang ada antara obat generik dan paten seperti yang dibahas dalam artikel ini, tidak merubah keamanan dan efektifitas obat generik tersebut.
Kata “paten” dalam Bahasa Indonesia memberi predikat pada suatu benda menjadi superlatif atau hebat. Sehingga penggunaan istilah paten untuk obat non generik seperti yang lazim disebutkan di Indonesia menjadi kurang pas. Lalu tidak semua obat bermerek itu masih memegang patennya (patented). Justru kalau sudah ada versi generik, berarti paten dari satu obat baru itu sudah habis (baca di bawah). Sehingga akan lebih pas bila mengadaptasi sebutan yang juga dari Bahasa Inggris yaitu “branded drugs” atau “obat bermerek”. Sehingga tidak terlalu memberikan predikat superlatif pada obat bermerek, dibandingkan bila menggunakan istilah “obat paten,” juga lebih tepat dari penamaan karena memang sudah tidak ada patennya. Maka dalam artikel ini digunakan istilah “obat bermerek”.
Di Negara maju (di sini datanya dari AS), sebagian besar masyarakatnya mengeluh terhadap mahalnya harga obat. Pada tahun 2021, orang AS membelanjakan sekitar 450 milyar dolar atau ekuivalen dengan 9.760 triliun rupiah untuk obat. Tidak semuanya dari biaya itu ter-cover oleh asuransi kesehatan di sana. Walaupun 90% dari resep di AS adalah obat generik, tapi 74% dari total belanja obat tersebut adalah untuk membeli obat bermerek. Sayangnya data di Indonesia tidak tersedia sedetil ini, namun mungkin persentasenya tidak akan jauh berbeda.
Obat Generik
Obat generik sebenarnya merupakan salinan atau copy dari obat original brand atau merek asalnya, yang memiliki kandungan aktif yang sama. Dari sisi harga, obat generik rata-rata 85% lebih murah dari obat bermerek yang di-copy-nya. Obat generik boleh diproduksi atau perusahaan boleh meng-copy obat bermerek (baca di bawah), setelah izin paten dari obat bermerek sudah habis. Untuk masuk ke pasar, walaupun obat generik harus memiliki kualitas, keamanan, dan efektivitas yang sama dengan obat yang di-copy-nya, namun proses perizinannya lebih singkat, karena tidak harus menjalani penelitian dan uji klinis kembali. Sehingga membuat biaya awal obat generik lebih murah. Negara produsen terbesar active pharmaceutical ingredients (API) atau bisa disebut sebagai produsen kandungan obat generik adalah China dan India.
Obat Paten dan Obat Bermerek
Pada awalnya suatu obat bermerek merupakan obat yang memiliki paten (patented). Diberikan paten untuk melindu-ngi dari ditiru pihak lain dan tidak dibuat versi generiknya. Karena biaya yang dikeluarkan untuk membuat obat baru itu sangat mahal untuk menjalani penelitian dan berbagai uji klinis. Proses tersebut dapat memakan waktu tahunan dengan tujuan meyakinkan obat baru itu aman dan efektif untuk tujuan terapi ia diciptakan. Lama paten akan tergan-tung dari lama dan biaya penelitian yang dikeluarkan. Pihak produsen dapat menetapkan harga relatif bebas untuk obat barunya tersebut. Selama patennya masih berlaku, maka belum diizinkan perusahaan lain meng-copy obat bermerek yang baru ini, sehingga belum ada versi generiknya.
Keamanan Obat Generik
Yang juga sering menjadi pertanyaan tentang obat generik adalah keamanannya. Karena selalu ada keraguan, apa lagi di Indonesia dengan kesalahan kaprah penggunaan istilah “obat paten” untuk obat bermerek, sehingga obat generik dianggap tidak/kurang paten dan tidak/kurang aman. Nyatanya obat generik harus memiliki standar kualitas yang sama dengan obat bermerek saat diberikan izin oleh BPOM (di Indonesia) yang mengikuti standar perizinan FDA di AS. FDA di AS tidak hanya memonitor keamanan obat di AS, saja. Mereka juga menginspeksi 300 lebih pabrikan obat di seluruh dunia yang menjual produk mereka ke AS.
Dalam inspeksi itu obat generik harus dapat membuktikan:
- Bioequivalent, atau berfungsi dan memiliki manfaat yang sama dengan versi obat bermereknya.
- Memiliki standar kualitas, kekuatan, dan kemurnian yang sama dengan obat bermerek.
- Memiliki cara penggunaan yang sama dari segi dosis, cara penggunaan (route of administration).
- Sudah menyiapkan skenario recall, bila ditemukan masalah kualitas dan keamanan dari satu obat. Karena pabrikan harus menarik seluruh produk mereka yang sudah terdistribusikan di pasar sampai end-users.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Jadi apakah ada perbedaannya? Tentu saja ada perbedaan-nya, tapi perbedaan antara obat generik dan obat bermerek tidak sampai mempengaruhi fungsi dan manfaatnya terha-dap terapi. Biasanya ada 3 hal yang membedakannya, hal yang ada pada obat bermerek, namun berbeda kualitas pada versi generiknya; yaitu fillers, binders, dan flavors.
- Fillers. Merupakan pengisi yang bersifat sebagai zat inert (tidak bereaksi) dengan zat lain. Fungsinya untuk menjadikan obat bermassa, karena zat aktif obat bisa jadi amat sangat kecil dalam ukuran milligram, bahkan mikrogram. Sehingga dengan diberikan fillers obat lebih mudah untuk diproduksi, dikemas, dibawa, dan diminum. Juga berfungsi agar ukuran dan bentuk obat lebih konsisten. Yang biasa dijadikan fillers adalah laktosa, microcrystalline, cellulose, dan starch (tepung).
- Binders. Berfungsi seperti lem untuk menjaga keutuhan campuran zat di dalam sebuah obat, agar obat tidak mudah pecah atau rontok. Terutama untuk obat tablet yang dibuat dengan cara memampatkan campuran tepung menjadi bentuk solid. Binders contohnya acacia, povidone, dan tepung.
- Flavors. Atau perasa yang berfungsi memberikan rasa pada obat, terutama obat untuk anak-anak agar membuat obat berasa lebih enak dan lebih mudah diminum. Banyak zat aktif obat rasanya pahit bahkan sangat pahit sehingga pemberian rasa dapat membantu obat lebih enak untuk diminum. Rasa yang sering digunakan adalah cherry, anggur, dan jeruk.
Sudah tentu obat generik akan menggunakan fillers, binders, dan bahan perasa yang lebih ekonomis. Artinya karena lebih ekonomis kemampuan zat tambahan sebagai fillers dan binders tidak sebaik pada obat bermerek. Obat generik mungkin bentuknya lebih standar dan lebih mudah menjadi pecah terutama bila dibelah. Dari segi rasa, obat generik tidak selezat atau tidak sebanyak ragam pilihan rasa seperti obat bermerek. Rasa obat generik cendrung monoton dan terkadang tidak terlalu bisa menyamarkan atau menghilangkan rasa kurang enak dari zat aktif obat.
Obat Bermerek Lebih Mahal
Setelah paten habis, obat bermerek juga tetap lebih mahal dibandingkan obat generik, karena obat bermerek:
- Menggunakan binders, fillers, dan flavor yang terbaik.
- Diberikan kemasan lebih menarik yang lebih mahal.
- Ada biaya pendaftaran merek untuk melindunginya dari ditiru orang lain.
- Bila merupakan obat OTC (over the counter) atau obat bebas, sudah pasti akan diiklankan dengan biaya yang tidak kecil.
- Bila merupakan obat resep, ada biaya marketing untuk memperkenalkannya kepada dokter.
- Membuatnya ada biaya kompetisi antara pabrikan satu dengan yang lainnya dalam memasarkan satu jenis obat dengan kandungan atau zat aktif yang sama.
Keraguan Umum Terhadap Obat Generik
Keraguan terhadap obat generik terjadi di semua negara, walaupun kecendrungannya di Indonesia lebih tinggi. Apa lagi bila sudah terlebih dahulu memakai obat bermerek, maka keraguan itu akan bertambah besar. Bukan hanya pada pasien, bahkan tenaga medis dan dokter pun tidak sedikit yang meragukan obat generik. Keraguan ini biasanya dilatarbelakangi oleh kekhawatiran bahwa obat generik akan memperparah gejala atau kondisi, menimbulkan efek samping, kurang efektifitasnya, tidak aman, serta khawatir kualitasnya kurang bagus. Karenanya tidak ada yang mengatur kapan obat generik itu harus digunakan atau kapan tidak boleh digunakan. Seluruhnya tergantung kepada keputusan dokter dan pasiennya.
Klaim Obat Bermerek Lebih Baik
Karena adanya keraguan tadi, maka tidak jarang didengar kesaksian atau klaim bahwa obat bermerek lebih baik. Jangankan dibandingkan dengan obat generik, bahkan sesama obat bermerek dari 2 merek yang berbeda saja, bila sudah ada campur tangan “keyakinan”, maka timbul yang namanya sugesti sehingga cendrung untuk lebih memilih merek tertentu, atau memilih obat bermerek dibanding obat generik. Karena dalam filosofi pengobatan, keyakinan terhadap suatu terapi sangat memegang peranan penting pada keberhasilan terapi dan kesembuhan penyakit.
Saat Obat Generik Lebih Baik
Terlepas dari kekhawatiran, keyakinan, dan sugesti itu, tetap saja ada kalanya memilih obat generik menjadi lebih baik dan merupakan pilihan yang bijaksana. Alasan utama sudah tentu adalah biaya, karena obat generik lebih murah. Bahkan di AS pun, 79% responden suatu survei mengatakan harga obat paten di sana sudah sangat mahal. Saat ada kekhawatiran lain muncul yaitu mahalnya pengobatan menggunakan obat bermerek, maka keyakinan terhadap obat generik dan sugesti mulai bergeser sehingga obat generik bisa menjadi pilihan utama dalam terapi. Kecuali kalau memang versi generiknya belum ada, seperti uraian di atas yaitu ketika masih merupakan obat baru yang masih ada hak patennya. Banyak asuransi kesehatan, termasuk di Indonesia hanya meng-cover obat generik bila masih ada versi generiknya, termasuk BPJS Kesehatan.
Saat Obat Bermerek Lebih Baik
Sebaliknya, ada kalanya memilih obat bermerek lebih baik, yaitu ketika:
- Dokter akan memberikan obat yang belum ada versi generiknya.
- Dalam kasus yang jarang, dapat muncul reaksi alergi terhadap fillers, binders, atau flavors yang ada pada obat generik.
- Dokter memberikan jenis obat dengan narrow therapeutic index (NTI) – efek terapi yang rendah.
- Ada lebih dari satu zat aktif dalam satu obat contohnya obat batuk pilek, sehingga cukup meminum satu obat bermerek saja. Karena pada versi generiknya harus minum beberapa obat, sejumlah zat aktifnya.
Bentuk dan Penamaan Obat Generik vs. Bermerek
Antara obat bermerek dan obat versi generiknya, tidak akan terlihat sama. Dari kemasan sudah pasti berbeda, bahkan obat generik sering tidak diberikan kemasan, hanya berupa tablet atau kapsul lepasan. Dalam hal penamaan obat generik akan menggunakan nama zat aktifnya, sementara obat paten akan menggunakan berbagai ragam nama yang dibuat menarik dan lebih mudah diingat. Nama ini didaftar-kan pada departemen perdagangan untuk dilindungi digu-nakan oleh produsen lain. Satu hal yang harus dimengerti, obat generik bukan obat bebas, bila termasuk dalam daftar obat yang harus menggunakan resep dokter. Jangan dibeli secara bebas, karena harus dalam pemantauan dokter.
©IKM 204-04