Makanan olahan dan makanan dalam kemasan selalu menjadi pilihan mudah bagi banyak keluarga di dunia termasuk di Indonesia karena mudah didapat, mudah disimpan, tahan lama, mudah diolah dan disajikan, serta rasanya pun enak. Namun sayangnya makanan olahan /dalam kemasan tersebut juga mengandung zat-zat yang dapat berdampak pada kesehatan, salah satunya pengawet. Pengawet diberikan untuk memperpanjang usia makanan tersebut dari saat diproduksi di pabrik sampai ke atas piring konsumen. Rantai panjang distribusi tersebut membuat pengawet makanan tidak dapat dihindarkan dalam industri makanan olahan dan makanan dalam kemasan. Pengawet seperti pedang bermata dua. Di satu sisi dapat mencegah penularan penyakit akibat makanan yang rusak atau basi, namun di sisi lain, bila berlebihan berdampak bagi tubuh.
Mengawetkan makanan sudah dilakukan oleh peradaban manusia sejak lama, bahkan sejak zaman pra sejarah. Metoda pengawetan alami tersebut di antaranya sbb.:
- Penjemuran, banyaknya pada wilayah tropis. Cara ini makanan akan tahan 3-5 tahun.
- Pembekuan, khususnya pada wilayah arktik dan kutub. Cara ini bisa membuat makanan tahan 6-12 bulan.
- Pengasinan, banyaknya di wilayah tepi pantai. Dapat memberikan ketahanan 1-2 minggu.
- Pengasapan, banyaknya di wilayah yang jauh dari pantai. Membuat makanan tahan 3-4 hari/1 minggu.
- Pengacaran (dibuat acar), khusus untuk buah dan sayur. Dapat membuat makanan tahan 2-3 tahun.
Namun kelima metoda pengawetan alami di atas, kurang cocok bila diterapkan pada pengolahan makanan berskala industri di pabrik. Sebagian besar industri makanan olahan dan makanan dalam kemasan menggunakan zat kimia agar produknya lebih tahan lama. Bukan hanya untuk makanan tapi juga untuk produk kosmetik, perawatan tubuh, bahkan obat-obatan. Yang biasa digunakan adalah seperti di bawah dan akan dibahas dalam artikel ini:
- Natrium nitrat (sodium nitrate)
- Natrium benzoat (sodium benzoate)
- Kalium benzoate (potassium benzoate)
- Asam sorbat (sorbic acid)
- Fenol (phenol)
- Methylparaben
Jenis Produk Makanan Berpengawet
Sebelum kita membahas jenis pengawetnya, di bawah ini adalah jenis makanan yang biasa diproduksi di pabrik dan diberikan pengawet. Terlepas dari jenis pengawetnya, rata-rata ketahanan pengawetannya justru tergantung dari jenis bahan makanannya, sbb.:
- Makanan kering berbahan dasar beras: 4-5 tahun
- Ikan dalam kaleng: 3-5 tahun
- Sayuran yang dibuat acar: 2-3 tahun
- Kacang-kacangan: 2-3 tahun
- Minyak zaitun: 2 tahun
- Pasta: 1-2 tahun
- Sirup minuman: 1-2 tahun
- Tepung gandum: 1 tahun
- Produk hewan beku: 6-12 bulan
- Bawang-bawangan: 2-3 bulan
Pengawet Natrium Nitrat
Pengawet makanan natrium nitrat (sodium nitrate) adalah sejenis garam yang sudah sangat lama digunakan sebagai pengawet makanan, terutama untuk jenis makanan olahan dari hewan seperti hot dogs, bacon, ham, salami, dan ikan kering. Selain berfungsi untuk mengontrol oksidasi lemak dan sebagai antimikroba, pengawet inilah yang memberi aroma khas makanan di atas dan menambah cita rasanya. Natrium nitrat sebenarnya terdapat secara alami dalam makan seperti bayam, kol, seledri, lettuce, dan beets. Sehingga 80% asupan nitrat sudah didapat dari makanan. Sementara ada batasan total konsumsi nitrat yang dianjur-kan yaitu 3,7 mg/kg berat badan/hari. Bila sampai berlebih dapat menyebabkan kanker (usus besar, lambung, esopha-gus, thyroid, leukemia, non-Hodgkin lymphoma), serta sakit jantung. Pada bayi dapat menyebabkan penyakit kelainan darah methemoglobinemia.
Selain asupan nitrat, sudah tentu harus dipantau asupan natrium, yang juga dibutuhkan oleh tubuh namun ada batasan maksimalnya. Anjuran asupan natrium cukup beragam, tapi yang paling banyak diikuti adalah 1,5-2,5 gram/hari. Bila asupan natrium berlebih, dapat meningkat-kan risiko terkena darah tinggi dan penyakit cardiovascular lainnya. Untuk mengatasi akibat kelebihan asupan nitrat yakinkan kecukupan asupan vitamin C, karena secara alami dapat melindungi tubuh dari efek-efek samping kelebihan nitrat seperti yang diuraikan di atas. Untuk mengatasi akibat kelebihan natrium dapat dibaca dalam artikel lainnya.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Natrium benzoate (sodium benzoate) bukan hanya digunakan sebagai pengawet makanan tapi juga pengawet produk kosmetik, perawatan tubuh, dan obat cair. Pada industri pangan paling sering digunakan untuk produk minuman, saus, dan kecap. Natrium benzoate tidak berbau dan tidak berasa sehingga tidak merusak cita rasa dari produk. Secara alami benzoate dalam bentuk asam benzoate terdapat dalam makanan seperti kayu manis, cengkeh, tomat, apel, dan yogurt (hasil fermentasi bakteri). Natrium benzoate ditambahkan dalam produk untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang efeknya lebih kuat di dalam makanan/minuman yang asam. Oleh FDA (BPOM-nya AS) natrium benzoat dianggap sebagai GRAS (generally recognized as safe), berarti aman bila digunakan sesuai saran, yaitu maksimal 0,1% dari berat makanan yang diawetkan serta maksimal 5 mg/kg berat badan per hari.
Natrium benzoat berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah besar, seperti berikut:
- Dapat berubah menjadi benzene yang merupakan zat karsinogenik bila kemasan disimpan dalam lingkungan panas/terpapar lama cahaya matahari. Terutama pada minuman yang di dalamnya terdapat vitamin C tapi tidak terdapat glukosa seperti minuman diet. Karena vitamin C mempercepat proses terbentuknya benzene sementara glukosa dapat menghambatnya.
- Pada penelitian hewan, natrium benzoate dapat mengaktifkan kondisi peradangan di dalam tubuh hewan penelitian, yang dapat mencetus penyakit cardiovascular, kencing manis, dll.
- Penelitian juga mengaitkan natrium benzoat dengan kejadian hiperaktivitas pada anak serta memperburuk gejala asma pada penderita asma.
- Menekan hormon leptin, yaitu hormon rasa kenyang. Asupan tingginya dapat membuat orang tidak kunjung merasa kenyang. Inilah yang membuat sulit berhenti kalau sedang mengemil makanan dalam kemasan.
Pengawet Kalium Benzoat
Kalium benzoate (potassium benzoate) selain untuk makan-an juga digunakan sebagai pengawet produk kecantikan, perawatan tubuh, dan produk suplemen vitamin/mineral. Ditambahkan dalam produk tersebut untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Makanan yang sering menggunakannya adalah minuman jus buah dan jus sayur, permen, coklat, pastries, saus, margarin, selai, dan makan-an produk hewan yang dikeringkan. EFSA (BPOM-nya Eropa) dan WHO menganggap kalium benzoate aman, namun tetap harus dalam jumlah yang disarankan yaitu 5 mg/kg berat badan per hari. Perlu diingat ini menjadi gabungan asupan maksimal harian benzoat secara keseluruhan. Bila dikonsumsi berlebih, benzoate dapat berubah menjadi benzene seperti juga uraian di atas.
Antara natrium dan kalium di dalam pengawet natrium benzoate vs. kalium benzoat, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengawet dengan kandungan natrium akan menambah asupan total natrium harian yang biasanya sudah didapatkan dari garam atau penyedap rasa. Sehingga harus menjadi perhatian penderita hipertensi untuk lebih baik memilih produk berpengawet kalium benzoate. Namun natrium lebih aman bagi penderita gagal ginjal, karena mereka harus membatasi asupan kalium. Sehingga penderita gagal ginjal sebaiknya lebih memilih produk dengan pengawet natrium benzoat.
Pengawet Asam Sorbat
Asam sorbat (sorbic acid) kini semakin banyak digunakan sebagai pengawet makanan terutama untuk bahan makanan segar bersumber hewan yang dibekukan (frozen food) karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Tujuannya agar lebih tahan selama transportasi dan di toko sebelum dibeli konsumen. Cara pengaplikasiannya adalah menyemprotkannya langsung pada permukaan bahan makanan atau merendamnya yang akan membuat makanan bisa tahan sampai 30 hari. Selain untuk bahan makanan segar, asam sorbat juga digunakan sebagai penga-wet keju, wine, acar, serta sebagai pengawet kosmetik dan obat-obatan. Setelah asam sorbat luas digunakan, kejadian infeksi bakteri Clostridium botulinum turun secara drastis. Dampaknya bagi tubuh sejauh ini hanya kembung dan munculnya reaksi alergi.
Pengawet Phenol
Phenol digunakan untuk mengawetkan berbagai produk medis seperti pengawet vaksin, obat semprot hidung, obat kumur, dan sabun antiseptik. Phenol memiliki aroma seperti karbol yang memberikan kesan bersih. Bila dimakan langsung phenol bersifat racun, namun dalam jumlah kecil sebagai pengawet masih dianggap aman. Yang digunakan sebagai pengawet bahan makanan adalah turunan dari phenol (phenol-derived compounds) di antaranya BHA (butylated hydroxyanisole) dan BHT (phenol derivative butylated hydroxytoluene). Keduanya digunakan sebagai pengawet makanan yang mengandung lemak seperti breakfast cereals terutama yang mengandung kacang, mashed potatoes instan, daging olahan seperti sosis, hot dogs, dll., serta permen karet untuk menjaga kesegaran dan mencegah lemak terurai saat dikunyah. BHA dan BTA bila berlebih diduga dapat mencetus kanker dan kerusakan liver.
Pengawet Methylparaben
Methylparaben digunakan dengan tujuan mencegah per-tumbuhan jamur dan bakteri pada makanan olahan. Digunakan juga pada produk kosmetik dan perawatan tubuh, serta obat-obatan. Pada label kemasan methyl-paraben memiliki nama 4-hydroxy methyl ester benzoic acid dan methyl 4-hydroxybenzoate. Tubuh tidak menimbun methylparaben dan dibuang cukup cepat sehingga sampai saat ini masih dianggap aman oleh FDA karena hanya terlaporkan menimbulkan reaksi alergi bagi orang yang sensitif. Namun karena termasuk pengawet yang terbilang baru, ilmuan di dunia masih harus menjalankan banyak penelitian untuk membuktikan keamanannya.
Memilih Makanan yang Akan Dikonsumsi
Agar tidak salah memilih, maka harus menjadi konsumen yang pintar. Biasakan untuk selalu membaca label yang terdapat pada kemasan makanan yang akan dibeli, baik itu makanan segar, apa lagi makanan olahan atau makanan dalam kemasan. Sudah pasti mereka diberi pengawet agar tidak menimbulkan penyakit akibat basi, rusak, atau terkon-taminasi bakteri. Memang lebih baik mengkonsumsi sum-ber makanan segar dan/atau organik yang tidak berpenga-wet. Namun menjadi lebih berisiko untuk terkontaminasi bakteri, atau basi sebelum sempat diolah atau dimakan. Jadi pengawet makanan tidak untuk dihindari, namun harus dimengerti asupan maksimal setiap harinya, dan harus memilih yang paling sesuai dengan kondisi kesehatan seperti yang telah diuraikan di atas.
©IKM 204-03