Sejalan dengan semakin gencarnya vaksinasi COVID-19 (C19) di dunia dan juga di Indonesia, ternyata juga diiringi dengan semakin rajinnya virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit ini untuk bermutasi menciptakan varian-varian baru. Banyak para ahli yang mengkhawatirkannya, tapi ada juga dalam jumlah lebih sedikit yang masih merasa optimis bahwa vaksin akan tetap dapat diandalkan. Hal ini menimbulkan keinginan dan tuntutan untuk diadakannya suntikan vaccine booster (penguat vaksinasi) pada mereka yang sudah tervaksinasi agar kekebalan itu dapat lebih bertahan lama. Tapi apakah memang benar-benar diperlukan? Apakah memang vaccine booster yang menjadi jawaban untuk kekhawatiran tersebut? Lalu apakah vaccine booster dapat berakibat negatif bagi yang mendapatkannya?
Sebuah survey yang dilakukan di 28 negara terhadap 77 ahli virologis dan epidemiologis melaporkan bahwa banyak di antara mereka khawatir vaksin semakin tidak mampu menciptakan perlindungan terhadap varian baru. Para ahli pesimis bahwa kemampuan vaksin saat ini hanya bisa bertahan untuk 1 tahun ke depan saja. Bahkan hampir 1/3-nya memperkirakan vaksin hanya efektif untuk 9 bulan. Hanya 9 orang yang merasa optimis bahwa vaksin akan tetap efektif menghadapi mutasi virus ini. Tapi yang jelas, sebagian besar setuju bahwa rendahnya cakupan vaksinasi menjadi faktor meningkatnya kemungkinan mutasi virus yang sudah resisten terhadap vaksin.