Sampai dengan tgl. 7 Mei 2021 pagi, jumlah positif COVID-19 (C19) di dunia sudah mencapai 156.668.281 kasus atau sekitar 20.100 kasus persejuta umat manusia di dunia. Walaupun jumlah yang sembuh cukup tinggi dan memberikan kita optimisme untuk segera keluar dari pandemi ini, yaitu sebesar 134.023.907 kasus (85.55% dari total kasus). Namun jumlah yang meninggal juga tidak bisa dikatakan sedikit, yaitu 3.268.885 orang, 2,09% dari total kasus atau 1 orang meninggal dari setiap 40 orang yang sembuh. Saat artikel ini ditulis, dunia tengah menghadapi gelombang tsunami C19 kedua yang masih dalam tendensi naik. AS saat ini masih di urutan pertama untuk total kasus dan total kematian, disusul oleh India dan Brazil. Tapi total pertambahan kasus baru dan total kematian baru, rekornya dipegang oleh India, baru diikuti Brazil dan AS.
Juga sampai dengan tgl. 7 Mei 2021 pagi, Indonesia berada di posisi ke-18 untuk total kasus yaitu sebesar 1.641.120 atau 6.150 kasus persejuta penduduk Indonesia. Angka ini lebih kecil dari rata-rata dunia. Untuk angka kesembuhan Indonesia juga lebih tinggi dari rata-rata dunia yaitu 1.555.232 kasus atau 94.71% dari total kasus. Namun untuk angka kematian ada pada angka 46.496 orang atau 2,83% dari total kasus (1 orang meninggal dari setiap 33 orang yang sembuh); lebih tinggi dari angka rata-rata dunia. Ini berarti sampai awal Mei 2021 ini, pertambahan kasus baru Indonesia tendensinya mulai menurun namun bagi yang sakit angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia. Dari statistik dunia dan Indonesia di atas, seharusnya membuat kita waspada dan harus khawatir. Apa lagi dengan adanya varian baru dari SARS-CoV-2 yang ditetapkan lebih berbahaya dan sudah berada di Indonesia, ditambah adanya kemungkinan pergerakan massa yang besar pada liburan Idul Fitri tahun ini.
Virus SARS-CoV-2 penyebab C19 merupakan virus RNA berantai pendek yang memang alamiahnya merupakan jenis virus yang sangat rajin bermutasi. Terjadinya ribuan mutasi pada SARS-CoV-2 memang sudah terprediksi dan tidak membuat terkejut para ahli di dunia. Sampai dengan 7 Mei 2021 pagi, sudah terdapat 12 clades atau grup dari SARS-CoV-2. Dua di antaranya merupakan hasil mutasi tahun 2019 diberi kode 19A dan 19B, sementara 10 sisanya adalah hasil mutasi tahun 2020 yang diberi kode 20A sd. 20J. Belum terdeteksi adanya clade yang baru di tahun 2021 ini. Dari 12 clades tersebut, jumlah genome atau varian hasil mutasinya berjumlah 3.913. Sebagian besar dari mutasi tersebut bersifat minor, nonfunctional, tidak berbahaya, bahkan tidak terdeteksi pada praktek pelayanan pasien C19 di lapangan. Namun sesekali hasil dari mutasi berantai tersebut menghasilkan varian yang lebih tinggi kemampuan menginfeksinya dan lebih mencetus sakit parah pada penderitanya.
Cara Virus Bermutasi
Ketika virus menginfeksi sel-sel host, materi genetiknya harus diperbanyak agar dapat membentuk virus-virus baru untuk menginfeksi sel-sel selanjutnya. Untuk memperbanyak atau meng-copy materi genetiknya, virus menggunakan enzim bernama polymerase yang dalam kenyataannya sering melakukan kesalahan. Karena kesalahan tersebut terbentuklah jenis virus baru yang dikatakan sebagai hasil mutasi dari virus sebelumnya. Sebagian besar dari mutasi tersebut sebenarnya berefek buruk pada virus karena melemahkannya dan perlahan akan mati dan hilang. Tapi dari sisi evolusi, banyaknya mutasi walaupun banyak varian lemah, akan membuat virus lebih bertahan dibandingkan dengan jenis yang kuat tapi jarang bermutasi. Karena sesekali hasil mutasi bisa menciptakan varian virus yang lebih baik kemampuannya baik dari segi kemampuan menginfeksi atau merusaknya. Seiring waktu, varian kuat ini akan menjadi dominan di dalam populasi, seperti yang kita dapat pada pandemi C19 ini.
Varian Hasil Mutasi SARS-CoV-2
Tiga dari hampir 4 ribu varian baru tersebut yaitu 20B-1.1.7, 20B-1.351, P1, dan 20B-16.17 adalah varian yang dipercaya para ahli lebih mudah untuk menempel pada sel tubuh manusia yang sudah ditetapkan sebagai VoC atau variant of concern oleh badan kesehatan dunia WHO. Berikut perinciannya:
B-1.1.7 (Alfa) terdeteksi pertama kali pada Oktober 2020 di Inggris, dan paling banyak dilaporkan di berbagai negara dunia. Varian ini diketahui memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi yaitu 36-75% dan tingkat kematian lebih tinggi yaitu 30% dibandingkan dengan varian sebelumnya. WHO mencatat 49% peningkatan kasus di dunia belakangan ini disebabkan oleh varian B-1.1.7. Varian ini memiliki spike protein (protein pada permukaan virus) yang membuatnya lebih mudah masuk ke dalam sel-sel manusia, lebih mudah memperbanyak diri, dan lebih mudah menular. Akibatnya orang akan sakit lebih lama dan lebih banyak orang yang tertular, membuat angka kejadian baru dan kematian juga akan meningkat signifikan.
B-1.351 (Beta) terdeteksi pertama kali pada awal Oktober 2021 di Afrika Selatan. Mutasi pada varian ini juga terjadi pada spike protein-nya sehingga membuatnya lebih mudah masuk ke dalam sel-sel manusia, lebih mudah memperbanyak diri, dan lebih mudah menular. Perbedaan mendasar dari varian ini adalah kemampuannya untuk menghindari antibody tubuh manusia. Karenanya orang yang sudah pernah terkena C19 dari varian lain, akan tetap bisa terkena kembali varian B-1.351 ini, walaupun sudah memiliki kekebalan sebelumnya.
P.1 (Charlie) pertama terdeteksi pada Desember 2020 di Brazil dan kemudian terdeteksi di Eropa pada Januari 2021. Varian ini lebih menular dan berkemungkinan menurunkan efektivitas vaksin.
B-1.617.2 (Delta) merupakan hasil mutasi ganda yang terdeteksi pertama kali pada Februari 2021 di India yang menyebar dengan kecepatan eksponensial, dan menurut WHO sudah ditemukan setidaknya di 17 negara termasuk di Indonesia. Varian ini juga terdeteksi bisa menghindari antibody manusia.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Ketiga varian berbahaya tersebut di atas sudah dikonfirmasi oleh Kementrian Kesehatan RI pada tgl. 4 Mei 2021, ditemukan di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Jubir Vaksinasi Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid. Berikut perinciannya:
- B-1.1.7 di Indonesia ditemukan pada 12 kasus yaitu di Sumatra Utara 2 kasus, Sumatra Selatan 1 kasus, Banten 1 kasus, Jawa Barat 5 kasus, Jawa Timur 1 kasus, Bali 1 kasus, dan Kalimantan Timur 1 kasus.
- B-1.351 di Indonesia ditemukan pada 1 kasus di Bali.
- B-1.617 di Indonesia ditemukan pada 2 kasus yaitu masing-masing di Riau dan DKI Jakarta.
Vaksin vs. Varian SARS-CoV-2
Masih terlalu dini bila kita ingin menyimpulkan kemampuan vaksin dalam menangkis ribuan varian SARS-CoV-2, termasuk 3 varian berbahayanya. Walaupun produsen vaksin dunia saat ini sudah mulai membuat vaksin untuk suntik booster atau suntik penguat yang lebih dapat menangkal varian berbahaya; namun dari penelitian fase IV dari vaksin yang sudah disuntikkan secara masal, para ahli masih mengharapkan bahwa vaksin dapat memberikan perlindungan yang cukup. Didapati rata-rata hanya terjadi sedikit penurunan imunogenisitas saja terhadap varian-varian baru termasuk tiga varian berbahaya di atas. Hal ini terjadi karena berbeda dengan kejadian orang yang tertular C19 secara aktif di mana antibody-nya hanya tercipta melawan dari varian yang menginfeksi; pada tubuh orang yang divaksin tercipta respon imun yang lebih luas. Sehingga vaksin masih dapat memberikan perlindungan pada sebagian besar varian. Menurut Dr. Ellen F. Foxan dari Yale Medicine, kemungkinannya kecil sekali ada varian yang tidak sama sekali “tersentuh” vaksin.
Vaksin vs. Mutasi SARS-CoV-2
Selama pandemi ini belum berakhir, varian baru SARS-CoV-2 akan terus muncul dan beredar. Tapi ada satu instrumen vital bagi manusia dalam menghadapinya, yaitu vaksinasi. Walaupun vaksin-vaksin yang beredar sekarang, termasuk di Indonesia bisa saja memiliki efektivitas lebih rendah terhadap beberapa varian, tapi vaksin tetap memberikan tingkat proteksi sehingga bila tetap terinfeksi dan sakit, sakitnya akan lebih ringan dibanding dengan orang yang tidak divaksin. Semakin banyak orang yang memiliki kekebalan dari vaksinasi, maka transmisi dari virus juga akan melambat, jumlah orang yang sakit akan berkurang, sarana pelayanan kesehatan lebih ringan bebannya, dan sudah tentu angka kematian juga akan menurun signifikan. Dengan demikian menjadi sangat penting bagi setiap individu yang bisa divaksin untuk mendapatkannya.
Sistem Imunitas vs. Varian SARS-CoV-2
Mungkin yang lebih penting dari semuanya adalah bagaimana sistem imunitas di tubuh kita setelah mendapatkan vaksinasi dapat melindungi dari varian-varian SARS-CoV-2 ini. Kerja sistem imunitas di tubuh manusia itu sangat kompleks. Antibody yang diproduksi oleh B-cells menolong mencegah sebuah infeksi untuk terjadi dengan menetralisir virus, kemudian ada T-cells yang dapat mengenali bagian dari virus pada sel-sel tubuh yang terinfeksi lalu menghancurkannya sebelum infeksi menjadi tambah serius. Kekebalan ini dapat bertahan tahunan bahkan seumur hidup. Respon T-cells lebih luas dibandingkan B-cells pada orang yang mendapatkan vaksinasi, karena menurut penelitian, T-cells-nya dapat mengenali sampai 52 bagian dari virus. Jadi walaupun terjadi mutasi, T-cells akan masih tetap mengenali dan menghancurkan virus varian baru tersebut.
Berapa Lama Proteksi T-Cells?
Dibutuhkan biaya yang mahal untuk memeriksa keberadaan T-cells dibandingkan pemeriksaan antibody, sehingga dilakukan pada level penelitian saja. Dari beberapa penelitian yang dilakukan di dunia, terjadi peningkatan T-cells pada orang yang mendapatkan vaksinasi, dan ini merupakan kabar yang sangat baik. Pada manusia diketahui rata-rata T-cells dapat memberi-kan perlindungan sampai 34 tahun. Diharapkan T-cell yang spesifik untuk SARS-CoV-2 juga akan bertahan lama. Penelitian juga menunjukkan bahwa ketiga varian berbahaya yang baru tersebut di atas, tidak signifikan menurunkan kemampuan T-cell orang yang sudah mendapatkan vaksinasi. Ini dibuktikan dengan derajat sakit yang lebih ringan pada orang yang mendapatkan vaksinasi dibandingkan dengan yang tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa T-cell immunity merupakan senjata pamungkas kita dalam melawan COVID-19.
Untuk Saat Ini
Tubuh orang yang mendapatkan vaksinasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat memproduksi T-cells yang diharapkan. Walaupun dibutuhkan waktu 2 minggu dari vaksinasi kedua untuk terciptanya antibody, tapi dibutuhkan waktu bulanan sebelum kita dapat mengandalkan T-cells untuk memberikan perlindungan. Karenanya sangat penting untuk senantiasa menjaga 5M sebelum kekebalan itu benar-benar sempurna. Apa lagi bagi mereka yang belum mendapatkan vaksinasi, harus lebih telaten dan baik lagi dalam menjaga 5M.
Tradisi Mudik Lebaran
Tiga varian berbahaya dari SARS-CoV-2 sudah ditemukan di Indonesia, dan seiring dengan waktu, sebuah keniscayaan jumlah orang yang tertular ketiga varian tersebut akan bertambah banyak. Tingginya kecepatan penularan pada sebuah komunitas dan wilayah sangat tergantung dari habit dan mobilitas manusia di dalam komunitas dan wilayah tersebut. Di pertengahan Mei 2021 ini ada tradisi mobilitas manusia terbesar yang biasa terjadi di Indonesia yaitu tradisi mudik lebaran. Karena potensi yang sangat berbahaya itu, maka pemerintah kini melakukan pembatasan ketat dan penyekatan agar pergerakan manusia terutama antar daerah bisa ditekan semaksimal mungkin. Tapi sangat disayangkan level kepatuhan masyarakat Indonesia sangat rendah dengan tetap banyaknya orang yang mencuri start sebelum penyekatan dimulai sudah lebih dulu mudik. Dan masih banyak yang berusaha kucing-kucingan dengan aparat yang bertugas.
Mengandalkan Surat Bebas COVID
Banyak yang berpendapat, bahwa selama ada surat bebas COVID harusnya mereka diizinkan untuk mudik. Coba fikirkan, apalah artinya sebuah surat? Bukan berarti orang yang memiliki surat bebas COVID menjadi bebas dari virusnya, karena pemeriksaan hanya bisa mendeteksi infeksi yang terjadi 5 hari sebelumnya. Bila ia terpapar sejak H-4 atau kurang, maka dia akan bebas bepergian sementara membawa virusnya. Belum lagi pemeriksaan screening C19 baik PCR, antigen, apa lagi Genose tidak ada yang 100% akurat. Bisa dibayangkan bila ia membawa satu dari 3 varian berbahaya tersebut lalu menularkannya ke sanak keluarga tercinta di kampung, atau ke orang lain. Maka satu bulan sejak lebaran tahun 2021 ini akan kita saksikan tsunami COVID-19 di Indonesia. Semoga prediksi ini tidak terjadi. Aamiin YRA.
Penutup
Walaupun kini sudah ada 3 varian yang lebih berbahaya dan masih diprediksi akan ada varian-varian berbahaya lainnya, bukan berarti kita harus panik. Keberhasilan kita mengatasi pandemi ini harus dilakukan secara bersama-sama, dan membutuhkan usaha maksimal setiap orang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Bagi tenaga medis sudah tentu berjuang di garis depan, demikian juga dengan petugas di garda depan serta civitas pendidikan. Tapi bagi masyarakat umum peran penting itu diwujudkan dengan tambah waspada dan lebih ketat menjaga 5M + 1, yaitu:
- Memakai masker setiap kali keluar rumah dan berada di tempat umum.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer setiap kali ada kesempatan, sesering mungkin.
- Menjaga jarak dengan orang lain, apa lagi orang asing yang tidak pernah ditemui sebelumnya.
- Menghindari kerumunan di setiap tempat dalam setiap aktivitas.
- Mengurangi mobilitas, kecuali yang benar-benar perlu. Termasuk mengurungkan niat untuk mudik lebaran kali ini.
- Mendapatkan vaksinasi bila sudah ada kesempatannya, jangan ditunda.
©IKM 2021-05