Sampai akhir Juli 2021 ini, kasus COVID-19 (C19) di Indonesia semakin bertambah banyak, begitu pula dengan kematian yang disebabkannya. Sebenarnya bukan Indonesia saja, karena peningkatan kasus terjadi di seluruh dunia. Tapi dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 274 juta jiwa lebih, kenaikan kasus dan kematian tersebut menjadi lebih sulit untuk dikendalikan. Salah satu sebabnya adalah karena pemahaman masyarakat yang rendah terhadap batasan waktu kapan harus melakukan isolasi mandiri (isoman) dan kapan baru bisa dikatakan selesai. Dalam artikel ini tidak akan dibahas penanganan penyakit selama melakukan isoman tersebut, melainkan menjelaskan mengapa sangat penting untuk menentukan waktu memulai dan waktu selesainya.
Berikut adalah hal-hal yang sering tidak dipahami dan biasa terjadi pada masyarakat Indonesia tentang isoman:
- Kepentingan isoman bukan hanya untuk penderita, tapi justru yang jauh lebih penting adalah untuk orang lain yang mungkin berinteraksi dengan penderita.
- Memulai dan menyelesaikan isoman sangat krusial waktunya untuk mencegah meluasnya penularan C19.
- Isoman yang dimulai terlambat, atau selesai terlalu cepat hanya akan menambah panjang daftar kasus C19 di kita.
- Bebas dari gejala, bukan berarti selalu penderita sudah aman untuk tidak menularkan virusnya ke orang lain.
- Isoman harus dilakukan secara sekeluarga yang tinggal serumah, bukan hanya oleh yang sedang sakit saja.
- Mengungsikan anggota keluarga yang negatif ke rumah saudara lain, berpotensi menularkan virusnya karena bisa jadi pemeriksaan masih menunjukkan hasil negatif, padahal sebenarnya sudah tertular juga.
Sekarang mari kita samakan dulu persepsi agar pengertiannya menjadi sama dan tidak salah dalam penentuan mulai dan berakhirnya. Yang dimaksud dengan isolasi mandiri atau isoman adalah mengisolasi diri di dalam lingkungan rumah (rumah dan pekarangan), yang dilakukan oleh orang yang sakit dan juga harus diikuti oleh seluruh anggota keluarga yang sebelumnya memang tinggal serumah, walaupun anggota keluarga yang lain tidak sakit. Isoman tersebut dimulai pada saat ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala sakit setelah terkonfirmasi kontak erat dengan orang yang positif C19 sebelumnya, sampai seluruh anggota keluarga (yang juga sakit) bebas dari seluruh gejala (terutama demam dan gangguan pernafasan) lalu di tambah 3 hari. Tapi minimal total hari isolasi adalah 13 hari atau agar mudahnya adalah 2 minggu. Ada beberapa premis di sini yang harus dituruti dan akan kita bahas satu persatu di bawah.
1. Dimulainya isoman
Isoman itu dimulai sejak ada satu anggota keluarga yang menunjukkan gejala sakit sementara sebelumnya terkonfirmasi kontak erat dengan orang lain yang positif C19. Jadi bukan sekedar dari terkonfirmasi positif saat diperiksa saja. Karena bila patokannya hasil pemeriksaan swab yang positif, berapa banyak orang yang sebenarnya sudah positif tapi belum/menolak untuk diperiksa, yang akhirnya menolak atau tidak melakukan isoman. Belum lagi kalau pemeriksaan yang diandalkan hanya swab antigen yang tingkat akurasinya rendah relatif terhadap waktu paparan kapan pemeriksaan antigen dilakukan. Karena antigen hanya bisa digunakan maksimal 14 hari dari paparan atau maksimal 7 hari dari hari mulai bergejala (baca dalam artikel lainnya mengenai pemeriksaan antigen vs. PCR). Jadi sebaiknya diperiksa dengan swab antigen terlebih dahulu karena lebih ekonomis. Bila positif langsung isoman, bila negatif bisa dikonfirmasi dengan PCR. Bila tidak dilakukan, sekeluarga itu harus mau melakukan isoman sampai selesai (baca di bawah).
2. Dilakukan oleh seluruh anggota keluarga
Isoman itu harus dilakukan oleh seluruh anggota keluarga di dalam satu rumah. Karena saat seorang anggota keluarga ada yang sakit dan sebelumnya terkonfirmasi kontak erat dengan orang lain yang positif C19, sebenarnya ia sudah membawa virusnya setidaknya sejak 5 hari sebelumnya atau paling lama sejak kontak erat terjadi. Maka selama itu juga sangat besar sekali kemungkinan ia juga sudah menularkannya kepada anggota keluarga yang satu rumah. Pemeriksaan swab (dimulai dengan antigen karena lebih ekonomis) harus dilakukan bersamaan. Sekali seminggu anggota keluarga yang hasil swab antigennya negatif harus diulang lagi. Ini dilakukan sampai semua yang positif di keluarga tersebut selesai isoman.
3. Isoman di dalam lingkungan rumah
Yang dimaksud dengan lingkungan rumah, adalah rumah sendiri di dalam bangunan dan di dalam pekarangan. Jadi sebenarnya tidak diperkenankan orang yang sedang melakukan isoman dan anggota keluarganya keluar dari batas pekarangan (keluar pagar rumah). Selama melakukan aktivitas di luar bangunan rumah (di pekarangan tsb.) semuanya harus menggunakan masker medis. Misalnya bila ingin berjemur atau mengurangi rasa jenuh berada di dalam rumah. Bila rumahnya menempel dengan rumah orang lain dengan pekarangan merupakan milik bersama, maka terpaksa keluarga yang sedang isoman tidak boleh keluar dari pintu rumah sama sekali.
4. Memisahkan yang positif dengan yang negatif
Bila ternyata masih ada anggota keluarga yang masih negatif (atau masih sehat), maka dianjurkan anggota keluarga yang positif/sakit dipisahkan dengan yang negatif/sehat tapi tetap dalam satu rumah. Bila rumah memiliki 2 lantai atau lebih, maka yang sakit ada di lantai paling atas, yang sehat di lantai bawahnya. Bila merupakan rumah satu lantai, yang sakit tidak dianjurkan sama sekali keluar dari kamar. Hal ini dilakukan agar tidak menulari anggota keluarga lain yang masih sehat atau belum/tidak terpapar tersebut. Bila yang masih sehat/negatif melakukan pemeriksaan swab antigen lalu ada yang menjadi positif, atau bila tidak diperiksa lalu ada yang menjadi sakit, maka ia akan bergabung lantai dengan yang sakit, atau juga memisahkan diri di kamarnya dan tidak boleh keluar kamar untuk rumah yang tidak bertingkat.
Baca artikel lain di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Dianjurkan bila memiliki rumah/apartment yang kosong, anggota keluarga yang negatif/sehat untuk mengungsi ke rumah/apartment kosong tersebut. Setelah 1 minggu harus diperiksa swab antigen ulang. Bila negatif, maka ia bisa bebas dari isoman dan beraktivitas seperti biasa. Namun bila positif ia bisa kembali ke rumah asal untuk melakukan isoman bersama, agar lebih mudah dalam mengurus kebutuhannya. Bila tidak melakukan pemeriksaan ulang/tetap tidak diperiksa sejak awal, maka ia harus isoman di rumah/apartment kosong itu selama 10 hari. Dan bila sebelum itu menjadi sakit juga, sebaiknya kembali saja ke rumah asal melakukan isoman bersama.
6. Jangan mengungsi ke rumah orang lain
Sangat tidak dianjurkan bagi yang masih negatif/sehat untuk mengungsi ke rumah orang lain. Misalnya seorang anak dari ayah dan ibu yang sakit, lalu karena anak tersebut negatif/sehat diungsikan ke rumah nenek atau saudaranya. Karena masih sangat mungkin ia terpapar dan merupakan seorang OTG, bisa menularkan di rumah saudara yang diungsikan. Tidak sedikit ceritanya, justru membuat nenek/saudara yang ditumpangi menjadi sakit, malah tidak sedikit juga yang sampai meninggal. Padahal anak yang ditumpangi tersebut tetap sehat dan baik-baik saja. Dapat dibayangkan betapa besar rasa menyesalnya.
7. Selesai isoman
Penentuan selesai isoman sangat krusial agar menghindari yang bersangkutan bisa saja masih berpotensi menularkan virusnya. Berikut beberapa hal penting yang harus dimengerti:
- Apa pun kondisinya, isoman yang dimulai dari adanya anggota keluarga yang positif/sakit harus ditunggu sampai dia sudah bebas gejala, lalu ditambah 3 hari. Bila waktunya kurang dari 2 minggu, maka minimal harus sampai 2 minggu.
- Bila dalam perjalanannya ada anggota keluarga lain yang menjadi positif/sakit, maka isoman yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga itu harus menunggu sampai seluruh anggota keluarga yang sakit bebas gejala lalu ditambah 3 hari.
- Anggota keluarga yang negatif/tidak sakit, tidak dibolehkan untuk keluar rumah, karena status selesai isoman bukan hanya untuk yang sakit, tapi juga untuk yang tidak sakit.
- Bila masih ada anggota keluarga lainnya yang menjadi sakit atau jumlah hari isoman masih kurang dari 14 hari, juga tidak dibolehkan untuk keluar rumah. Karena banyak kasusnya baru juga seminggu isoman, karena merasa sudah sehat lalu berolahraga di luar rumah. Yang bersangkutan masih bisa menulari karena sangat kecil sekali kemungkinan selama ia berolahraga (jogging atau bersepeda misalnya) tidak bertemu dengan orang lain.
Isolasi Mandiri vs. Karantina Mandiri
Sebenarnya antara isolasi mandiri dan karantina mandiri adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya harus dilakukan. Sementara di Indonesia kita hanya melakukan isolasi mandiri saja, tidak melakukan karantina mandiri walaupun sebenarnya panduannya dibuat oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Indonesia. Isolasi mandiri seperti namanya adalah melakukan aktivitas isolasi secara mandiri bagi mereka yang terkonfirmasi positif/sakit di tempat tinggal atau di tempat yang disediakan pemerintah sampai bebas gejala ditambah 3 hari seperti yang dijelaskan di atas. Sementara karantina mandiri adalah mengkarantina diri dan keluarga saat seorang anggota keluarga ada yang kontak erat dengan orang yang sudah terlebih dahulu terkonfirmasi positif C19, namun belum menjadi sakit atau belum diperiksa swab. Lamanya karantina mandiri sesuai panduan WHO juga minimal 14 hari.
Mungkin ini pula yang membedakan kesulitan menekan angka penambahan kasus baru yang berujung meningkatnya pula angka kematian di Indonesia, dibandingkan dengan negara yang mewajibkan masyarakatnya untuk disiplin melakukan karantina mandiri. Di luar negeri terutama negara maju, bila seseorang kontak erat dengan salah satu orang yang terkonfirmasi positif C19, maka ia harus melakukan karantina mandiri, minimal 14 hari. Atau dengan ilmu yang diketahui sekarang, dia bisa memeriksa swab setelah 5-7 hari untuk memastikan bahwa dirinya tidak terpapar bila hasil swab-nya negatif.
Kondisi Real di Indonesia
Sementara di Indonesia sering terjadi kondisi kontra produktif dengan yang dibahas dalam artikel ini, sbb.:
- Bila seseorang terkonfirmasi positif, masih banyak yang merahasiakannya dari orang lain. Padahal harus menjadi kewajibannya untuk memberi tahu semua orang yang mungkin terpapar oleh dirinya dalam 7-14 hari ke belakang.
- Orang yang diberitahu oleh seseorang bahwa dirinya positif tidak melakukan karantina mandiri, kecuali bila ia juga pada akhirnya terkonfirmasi positif lalu melakukan isoman.
- Pemeriksaan untuk penentuan positif pun sering dilakukan terlambat, sementara yang digunakan adalah swab antigen. Karena pemeriksaan antigen > 14 hari dari paparan, atau > 7 hari dari gejala muncul, akan memberikan hasil negatif. Lalu yang bersangkutan dan keluarganya dengan sangat yakin bahwa mereka negatif atau tidak terpapar.
- Bahkan saat dirinya positif pun, masih banyak yang enggan untuk diam di dalam rumah sampai ia bebas gejala +3 hari. Masih banyak yang ingin sudah melakukan olahraga di jalan dan tempat umum, atau malah ke pasar atau aktivitas rutin lainnya sebelum 14 hari/sampai bebas gejala +3 hari.
- Keluarga dari seorang positif C19, sering tidak ikut melakukan isoman, dan masih dengan tanpa bersalah keluar masuk rumah dengan bebasnya beraktivitas seperti biasa.
- Sering hanya menggunakan patokan 14 hari saja. Padahal itu hanya bisa bila sejak hari ke-11 yang bersangkutan sudah bebas dari gejala. Bila masih bergejala masih harus ditunggu lalu ditambah 3 hari dari hari bebas gejala.
- Banyak yang merasa bahwa masih adanya sedikit meriang yang dirasa atau masih adanya gangguan di pernafasan seperti sedikit batuk, sedikit sakit tenggorokan, dan sedikit pilek; sudah menganggap dirinya bebas dari gejala.
Penutup
Singkat saja. Bila kita ingin keluar dari pandemi dengan cepat, harus mau dari level pribadi dan keluarga untuk melakukan cara isolasi mandiri dan karantina mandiri dengan benar. Bukan karena takut terkena sanksi dari pemerintah/penegak hukum, tapi karena memiliki itikad baik bahwa ketika kita berada di ruang publik, maka hukum atas orang lain pun berlaku.
©IKM 2021-07