Pada tanggal 13 September 2022, Presiden Jokowi secara resmi memperkenalkan vaksin COVID-19 (C19) pertama buatan Indonesia, karena 80% bahan bakunya berasal dari tanah air. Vaksin tersebut diberi merek “IndoVac” dengan nama lain “Vaksin BUMN” karena diproduksi oleh PT Biofarma (Persero). Tujuan dibuatnya vaksin BUMN ini adalah untuk menciptakan kondisi swasembada dan menghentikan import vaksin C19. IndoVac merupakan jenis protein subunit vaccine, seperti vaksin C19 dari Novovax (AS) dan Anhui (China). Selain IndoVac juga ada vaksin InaVac yang dalam waktu dekat juga akan di-release untuk digunakan di Indonesia. “InaVac” adalah merek yang diberikan untuk vaksin yang lebih dikenal sebelumnya dengan nama “Vaksin Merah Putih”. InaVac dibuat dari virus yang di-inaktivasi, seperti halnya vaksin SinoVac dari China yang lebih dulu didistribusikan luas di Indonesia.
Sebagai sebuah negara yang sebelumnya sudah meng-import lebih dari 400 juta dosis vaksin C19, tentunya keberhasilan ini merupakan tonggak sukses tersendiri bagi Indonesia. Hal ini juga membuat Biofarma menjadi terangkat namanya di dunia, karena IndoVac juga sudah diproduksi untuk tujuan ekspor ke negara-negara di Afrika. Pengalaman export bagi Biofarma bukan hal yang baru, karena Biofarma merupakan perusahaan peng-ekspor vaksin polio terbesar di dunia. Demikian juga halnya dengan InaVac yang dimotori oleh Universitas Airlangga bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceutical Indonesia di Surabaya yang sudah sejak lama meneliti vaksin Merah Putih ini, akan memperkaya ketersediaan vaksin C19 di tanah air yang berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa ini.
Vaksin IndoVac bukan dirancang dari “nol” di tanah air, karena penelitiannya merupakan andil dari peneliti-peneliti global di dunia. “Seed” atau “bibit” vaksin IndoVac ini berasal dari vaksin Corbevax yang dikembangkan oleh Texas Children’s Hospital Center for Vaccine Development dan the Baylor College of Medicine di AS. Dalam proses tersebut Corbevax melakukan uji klinisnya di India yang dilakukan perusahaan biotechnology and biopharmaceutical dari India bernama Biological E. Dasar pengembangannya saat itu adalah memproduksi vaksin murah untuk negara-negara beranggaran kecil. Itulah yang menyebabkannya bisa patent free (bebas paten), menggunakan teknologi yang sudah dikenal, serta berbiaya rendah bila dibandingkan dengan biaya tinggi pembuatan vaksin mRNA. Per tanggal 31 Agustus 2022 yang lalu, India sudah menyuntikkan 70 juta dosis dengan hasil yang positif. Sementara di Indonesia uji klinis dilakukan pada 4.050 orang subjek penelitian di Jakarta, Semarang, Padang, dan Makassar.
Dengan menggunakan teknologi lama, dan berjenis “protein vaksin” yang bisa lebih cepat diproduksi dibandingkan dengan vaksin mRNA, membuat banyak negara berkembang seperti Indonesia mampu untuk memproduksinya dengan kemampuan dan kapasitas yang memang sudah dimiliki, tanpa harus berinvestasi besar dan spesifik untuk pembuatannya. Sejauh ini izin untuk memproduksi dari bibit vaksin Corbevax ini dipegang oleh India, Indonesia, dan Bangladesh. Yang dimaksud dengan “Protein Vaksin” adalah menggunakan platform protein subunit rekombinan dengan antigen yang digunakan adalah protein rekombinan receptor binding domain (RBD) yang merupakan bagian dari virus SARS-CoV-2 dan dihasilkan pada sel inang menggunakan ragi (yeast) bernama Pichia pastoris.
Pembuatan Vaksin InaVac
Vaksin Merah Putih sudah sejak lama dimulai pembuatannya, namun baru selesai di akhir tahun 2022 ini. Seperti yang disinggung di atas, jenis vaksin Merah Putih yang diberi merek InaVac ini adalah vaksin dari virus yang di-inaktivasi. Pengembangan InaVac merupakan satu dari 6 konsorsium antara akademisi dan pebisnis dalam memproduksi vaksin C19 di tanah air. InaVac mendahului 5 para pesaingnya yang lain dan berhasil lebih dahulu menyelesaikannya. Walaupun dimulai lebih dulu namun selesai lebih terlambat dibandingkan IndoVac, namun vaksin InaVac merupakan vaksin C19 “plat hitam” pertama di Indonesia karena pendanaannya murni dari swasta, bukan berasal dari dana pemerintah. Baca dalam artikel sebelumnya mengenai vaksin Merah Putih ini.
Beda Vaksin IndoVac dan InaVac
Hal yang sama dari kedua vaksin tersebut adalah; sama-sama vaksin produksi dalam negeri dan menggunakan sebagian besar bahan dasar dari dalam negeri. Selain itu, keduanya sangat berbeda, sbb.:
- IndoVac merupakan jenis protein subunit vaccine seperti vaksin Novovax dari AS dan vaksin Anhui dari China, sementara InaVac merupakan jenis vaksin dari virus yang di-inaktivasi (inactivated vaccine) seperti vaksin SinoVac.
- IndoVac dibuat oleh PT Biofarma (Persero) dengan dana pemerintah, sementara InaVac dibuat oleh PT Biotis Pharmaceutical Indonesia dengan dana milik swasta.
- IndoVac diteliti oleh 4 universitas di Indonesia yaitu UI di Jakarta, Undip di Semarang, Unand di Padang, dan Unhas di Makassar. Sementara InaVac hanya diteliti oleh satu universitas yaitu Unair di Surabaya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tgl. 24 September 2022 telah resmi mengeluarkan izin penggunaan kepada vaksin IndoVac. Dalam istilahnya izin penggunaan ini dikenal dengan istilah EUA (Emergency Used Authorization). Sebelum mengeluarkan EUA, BPOM telah lebih dulu melakukan evaluasi terhadap aspek khasiat, keamanan, dan mutu Vaksin IndoVac dengan mengacu pada standar evaluasi vaksin C19 yang berlaku secara internasional, serta evaluasi terhadap pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). BPOM telah menyetujui penerbitan EUA Vaksin IndoVac dengan indikasi digunakan untuk imunisasi aktif bagi pencegahan C19 pada individu berusia 18 tahun ke atas, sesuai dengan hasil uji klinis yang telah dilakukan. Sementara untuk vaksin InaVac belum dikeluarkan EUA-nya menunggu rampungnya laporan hasil uji klinis yang diharapkan pada bulan Desember 2022 ini.
Petunjuk Penggunaan dari Kemenkes
Setelah BPOM mengeluarkan EUA, Kementrian Kesehatan RI lalu mengeluarkan petunjuk penggunaan vaksin IndoVac sbb.:
- Kemasan 1 vial dengan @10 dosis (5 ml). Dibuat dalam multidose vial untuk lebih menekan biaya produksi.
- Vaksin ini dapat diberikan pada usia 18 tahun ke atas.
- Sebagai dosis primer diberikan secara intramuscular (pada otot) sebanyak dua dosis, masing-masing 0,5 mL dengan interval 28 hari.
- Sebagai dosis lanjutan (booster) dari vaksin primer SinoVac diberikan satu dosis dengan dosis penuh (full dose) 0,5 ml.
- Sebelum dilakukan penyuntikan dilakukan screening kesehatan sesuai dengan format screening yang sesuai.
- Penyimpanan di suhu 2-8° C, kering, dan vaksin tidak boleh dibekukan.
Efikasi dan Efek Samping Vaksin IndoVac
Efikasi vaksin IndoVac dari hasil uji klinisnya menunjukkan timbulnya antibodi netralisasi virus yang non-inferior pada angka 92,5%, berbanding 87.09% dengan vaksin protein pembanding. Angka ini tentunya sangat menggembirakan kita. Sementara efek samping atau adverse events yang dilaporkan dalam uji klinis umumnya bersifat ringan seperti vaksin-vaksin C19 lainnya, yaitu: nyeri lokal pada area suntik dan nyeri otot (myalgia), di mana ke kemunculannya sebanding dengan efek samping pada penggunaan vaksin rekombinan protein yang digunakan sebagai pembanding dalam uji klinis.
Mengapa Tidak Vaksin m-RNA?
Badan kesehatan dunia (WHO) memang telah menciptakan sebuah mRNA vaccine technology transfer hub di Afrika Selatan untuk mencapai sebuah kesamaan kualitas inovasi dari vaksin C19 antara negara maju dan negara berkembang. Selain itu hub ini bertujuan untuk membuat negara berkembang lebih cepat mandiri menciptakan vaksin mRNA C19 yang dari penelitian dilaporkan lebih unggul. Hub ini telah melatih 15 perusahaan produsen vaksin dari negara berkembang termasuk Biofarma dari Indonesia. Walaupun demikian, pemerintah Indonesia tidak serta merta langsung memproduksi vaksin mRNA C19, karena nilai kefektivitasan produksi dan distribusinya tidak begitu tinggi di Indonesia. Pertama dari sisi produksi Biofarma harus berinvestasi besar, lalu dari sisi distribusi harus ada cold chain atau “rantai dingin” yang baik dari pabrik sampai pada saat penyuntikan yang sulit dilakukan untuk geografi di Indonesia.
Mempelajari teknologi pembuatan vaksin mRNA C19 pasti sangat berguna bagi Biofarma dan Indonesia, tapi untuk menjadikannya piawai dalam produksi tentunya dibutuhkan waktu yang tidak sebentar bagi Biofarma. Pimpinan Biofarma bahkan menyampaikan bahwa pengetahuan pembuatan vaksin mRNA ini akan digunakan nantinya untuk pengembangan vaksin lain, bukan untuk vaksin C19 yang lebih perlu diproduksi dalam waktu dekat dengan jumlah yang banyak. Sepertinya tidak hanya Indonesia, karena negara-negara lainpun yang tergabung dalam hub tersebut memutuskan hal yang kurang lebih sama. Bahwa pengetahuan ini sangat berguna untuk kapasitas inovasi, tapi untuk nanti, bukan untuk kebutuhan mendesak seperti memproduksi vaksin C19 di ujung pandemi ini.
Vaksin AWcorna
Di hari yang sama saat BPOM menerbitkan EUA untuk vaksin IndoVac, BPOM juga menerbitkan EUA untuk vaksin AWcorna ditujukan diberikan pada usia 18 tahun ke atas sesuai hasil penelitiannya. AWcorna merupakan vaksin C19 dengan jenis mRNA yang di-impor dan didaftarkan oleh PT Etana Biotechnologies Indonesia yang dikembangkan oleh Abogen-Yuxi Walvax, di China. Namun walaupun AWcorna merupakan vaksin jenis mRNA, tapi memiliki kelebihan dibandingkan vaksin jenis mRNA lain seperti Moderna atau Pfizer. Karena cold chain AWcorna dapat disimpan pada suhu 2-8 0C, yang cocok dengan tingkat kesulitan distribusi vaksin di Indonesia. Vaksin tidak perlu sampai dibekukan di dalam freezer, cukup di dalam lemari pendingin biasa seperti non vaksin mRNA lainnya.
Hanya efikasi AWcorna tidak begitu tinggi dibandingkan dengan IndoVac. Dengan pemberian untuk vaksin primer dosis 15 μg/dosis dalam 2 dosis suntikan dengan interval 28 hari, atau sebagai vaksin booster; efikasinya hanya 83,58% terhadap varian virus C19 secara umum, dan sebesar 71,17% terhadap varian Omicron. Dilihat dari keamanan, AWcorna sama seperti vaksin mRNA lainnya yang ada dan dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang juga dilaporkan ringan seperti pada area suntik: nyeri, gatal, dan bengkak; lalu gejala sistemik: demam, kelelahan (fatigue), nyeri otot, dan sakit kepala.
Tiga Vaksin C19 Indonesia
Dengan diterbitkannya EUA 2 vaksin C19 yaitu IndoVac dan AWcorna, serta di bulan 2022 ini diharapkan juga terbit EUA untuk InaVac; maka Indonesia kini memiliki 2 jenis vaksin C19 yang dapat diproduksi secara masif dan murah yaitu IndoVac dan InaVac. Lalu secara total memiliki 3 vaksin dengan cold chain yang sangat sesuai dengan tingkat kesulitan geografi di Indonesia, karena ketiga vaksin tersebut dapat didistribusikan pada cold chain system di suhu 2-8 0C. Selain itu ketiga vaksin ini saling melengkapi karena dari jenis yang berbeda; yaitu IndoVac berjenis protein subunit vaccine, InaVac berjenis vaksin dari virus di-inaktivasi, dan AWcorna berjenis vaksin mRNA. AWcorna juga menjadi peluang sebagai dasar diproduksinya vaksin C19 mRNA Indonesia karena proses transfer teknologi antara Abogen-Yuxi dan Biofarma sudah mulai berjalan.
Fatwa dan Sertifikat Halal
Dari ketiga vaksin tersebut, dua vaksin yaitu IndoVac dan AWcorna sudah mendapatkan fatwa halal dari MUI dan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Vaksin InaVac juga diharapkan menyusul untuk mendapatkan fatwa dan sertifikasi halal ini. Ketiga vaksin ini memang diproduksi tidak menggunakan protein hewan sama sekali, sehingga masyarakat bisa lebih yakin akan kehalalannya.
Penutup
Cakupan vaksinasi booster di tanah air sampai awal Desember ini masih berada di angka 36% untuk orang dewasa > 18 tahun. Angka ini harus ditingkatkan agar kita bisa lebih cepat keluar dari pandemi C19 yang sudah 3 tahun berjalan. Ketiga vaksin ini diharapkan dapat diterima masyarakat dan berbiaya ringan bagi pemerintah untuk mencapai target dosis vaksinasi booster setidaknya 70% atau kalau bisa lebih tinggi lagi.
©IKM 2022-12