Istilah kekebalan kelompok atau herd immunity menjadi istilah yang sering diucapkan dan dibahas selama pandemi ini C19 (COVID-19) ini, terutama setelah program vaksinasi dijalankan. Herd immunity sendiri adalah suatu kondisi di mana pada suatu kelompok, dari yang kecil seperti daerah, satu kota, sampai yang besar di satu negara, sampai dengan seluruh dunia; sebagian besar penduduknya sudah memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit infeksi. Sampai dengan saat artikel ini ditulis, herd immunity masih menjadi patokan dan yang ingin dicapai untuk keluar dari pandemi C19 ini. Yaitu ketika virus SARS-CoV-2 penyebab C19 ini sudah tidak menyebar dengan bebas lagi, karena sebagian besar orang sudah terbentuk kekebalannya.
Herd immunity bisa terjadi dengan 3 cara yaitu:
- Sudah sangat banyak orang yang tertular dan terinfeksi penyakitnya secara langsung. Kelebihannya adalah tidak perlu disediakan vaksin dengan biaya tinggi, tapi untuk C19 yang ganas seperti ini; jumlah korban yang sakit bahkan meninggal akan sangat tinggi sekali.
- Sudah sangat banyak orang yang mendapatkan vaksin. Kelebihannya adalah jumlah orang yang sakit dan meninggal akan lebih kecil, tapi memerlukan biaya dan usaha sangat besar untuk melakukan vaksinasi massal.
- Gabungan dari nomor 1 dan 2. Kondisi ketiga merupakan kondisi yang tidak terhindarkan dan terjadi sekarang di dunia termasuk di Indonesia, di mana program vaksinasi kejar-kejaran dengan kasus/kejadian infeksi.
Kondisi nomor 1 seperti yang disinggung di atas disebut juga sebagai kekebalan alami (natural immunity). Adalah kondisi kekebalan terhadap suatu penyakit yang terjadi pada seseorang karena ia pernah terinfeksi penyakit tersebut sebelumnya. Infeksi sebelumnya ini memancing sistem kekebalan di dalam tubuh untuk membentuk antibodies terhadap kuman penyebab infeksi. Antibodies seperti bodyguards khusus yang hanya mengenali kuman yang spesifik. Ketika yang bersangkutan terpapar kuman yang sama kembali, maka antibodies tersebut akan mengenali, melawan, dan menghancurkannya, sehingga tidak sampai membuat yang bersangkutan menjadi sakit. Natural immunity punya 3 kekurangan dibandingkan vaksinasi:
- Seseorang harus menjadi sakit terlebih dahulu
- Menjadi sakit beresiko menderita sakit berat dan kematian
- Tidak pernah diketahui secara pasti apakah sudah kebal atau belum, bila saat terkena tidak bergejala atau hanya bergejala ringan saja.
Kekebalan Karena Vaksinasi
Sama seperti kekebalan alami di atas, kekebalan karena vaksinasi bertujuan agar tubuh membuat antibodies yang mengenali kuman penyebab infeksi. Sehingga bila terpapar kuman tersebut, yang bersangkutan tidak menderita sakit karena antibody-nya sudah terlebih dahulu mengenali, melawan, dan membunuh kuman penyebab infeksi. Kekebalan ini memiliki tiga keuntungan dibandingkan natural immunity:
- Seseorang tidak harus menjadi sakit terlebih dahulu.
- Kalaupun sakit hanya sakit ringan saja, dan karena hanya sakit ringan sudah pasti tidak beresiko kematian.
- Bisa diketahui secara pasti terciptanya kekebalan optimal, yaitu 2 minggu sejak suntik vaksin dosis ke-2 (terakhir).
Cara Kerja Herd Immunity
Banyak penyakit infeksi karena bakteri dan virus menyebar dari orang yang satu ke orang yang lain. Rantai penularan ini akan terputus ketika persentase besar dari satu populasi menjadi immune atau kebal terhadap penyakitnya. Maka penyebaran penyakit tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti. Untuk persentase kecil dari populasi yang tidak kebal karena tidak bisa mendapatkan vaksinasi akan tetap aman karena terlindungi oleh orang-orang yang sudah kebal di sekeliling mereka. Mereka biasanya adalah anak bayi, balita, serta orang yang memiliki penyakit comorbid. Untuk beberapa penyakit menular herd immunity bisa sudah terbentuk ketika 40% populasi menjadi kebal. Tapi sebagian besar kondisi herd immunity baru dapat terbentuk bila persentasenya >70% bahkan antara 80-95%. Dengan demikian bisa dilihat bahwa pada kondisi herd immunity bukan berarti semua orang terlindungi untuk tidak sakit, tapi dapat mencegah menyebar luasnya suatu penyakit infeksi.
Herd immunity terbukti berhasil untuk penyakit yang menular antar manusia, terutama yang menular via udara dan kontak erat. Contohnya adalah di Norwegia yang sukses membentuk herd immunity terhadap virus flu babi (H1N1) melalui vaksinasi. Kemudian sejak 2010-2011, kematian karena influenza turun drastis terutama di negara-negara subtropis berkat keberhasilan vaksinasi rutin. Secara teori ada kemungkinan sangat kecil bahwa kekebalan kelompok ini dapat berubah tanpa disadari, di mana kekebalan tersebut menjadi semakin lemah lalu kemudian penyakit perlahan mulai muncul kembali. Tapi sepanjang sejarah di dunia, kejadian tersebut hanya terjadi pada kantung-kantung satu wilayah kecil saja. Lalu ketika program vaksinasi diulang, herd immunity kembali terbentuk.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Untuk penyakit seperti C19 dengan tingkat morbiditas (kejadian infeksi) dan mortalitas (angka kematian) yang sangat tinggi pada penderitanya, sangat tidak bijaksana bila herd immunity ingin dicapai secara alami (natural immunity). Bahkan sudah dibantu dengan vaksinasi, angkat morbiditas dan mortalitas itu masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab:
- Dunia cukup terlambat untuk menyadari bahwa C19 bisa menyebabkan sebuah pandemi. Akibatnya persiapan pencegahan penularan penyakit menjadi ikut terlambat.
- Penelitian dan pembuatan vaksin terhadap SARS-CoV-2, virus penyebab C19 yang cukup menyita waktu, dan baru dimulai di tengah pandemi saat morbiditas dan mortalitas semakin tinggi di dunia.
- Program vaksinasi terhambat oleh ketersediaan dan distribusi vaksin yang tidak merata di dunia.
- Program vaksinasi juga terhambat oleh gerakan anti vaksin oleh para Anti-Vaxxers yang tersebar di dunia termasuk di Indonesia yang sangat rajin menyebar informasi salah/hoax.
Setelah vaksin tersedia dan dapat didistribusikan merata terutama di negara yang dapat melakukannya seperti Indonesia, herd immunity masih mengalami hambatan terakhir untuk sulit terbentuk. Hambatan tersebut disebabkan oleh sifat virus SARS-CoV-2 ini yang sangat rajin bermutasi membuat varian baru yang bisa sangat berbeda dengan varian sebagai dasar pembuatan vaksin. Sebenarnya sebagian besar mutasi tersebut bisa tetap dikenali oleh antibodies pada tubuh orang yang sudah divaksin, yaitu saat kekebalan seluler di tubuh seudah terbentuk. Masalahnya kekebalan seluler membutuhkan waktu cukup lama untuk terbentuk, yaitu antara 6-12 bulan setelah vaksinasi. Maka selama waktu itu pula, virus masih bisa menginfeksi, membelah diri, dan menyebar kepada orang lain dengan kemungkinan besar sudah kembali bermutasi.
Terbentuknya Herd Immunity terhadap C19
Pada permulaan pandemi di awal tahun 2020, para ahli mengestimasi herd immunity dapat tercapai bila sudah terbentuk kekebalan pada 70% populasi. Estimasi ini diambil berdasarkan original strain dari virusnya. Tapi setelah muncul varian Delta dan Omicron, estimasi tersebut naik menjadi di atas 85% dari populasi terbentuk kekebalan, baru herd immunity pada kelompok tersebut dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena walaupun orang yang sudah kebal baik karena vaksin atau kekebalan alami, lalu terpapar varian baru dan ia tidak menderita sakit, ia masih berkemungkinan besar untuk menyebarkan virusnya. Dan bila akhirnya terpapar pada orang yang tidak divaksin/belum pernah kena/memiliki comorbid; maka angka morbiditas dan mortalitas akan tetap tinggi. Data terakhir yang dilaporkan, orang yang tidak divaksin beresiko 11 kali lebih besar untuk meninggal karena C19 dibandingkan yang mendapatkan vaksinasi lengkap.
Herd Immunity C19 di Indonesia
Untuk terjadinya herd immunity di setiap daerah atau negara tidak bisa disamakan kondisinya dengan daerah atau negara lain karena banyak faktor yang bisa mempengaruhinya. Faktor tersebut ada yang tidak bisa dirubah seperti letak geografis pada daerah lebih dingin, yang semakin terlihat morbiditas dan mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan pada daerah panas. Lalu kemampuan pemerintahnya dalam menjaga ketersediaan dan distribusi vaksin sudah tentu juga sangat mempengaruhi. Patut disyukuri kedua faktor tersebut tidak kita alami di Indonesia. Tapi ada faktor yang mengancam Indonesia seperti juga dunia yang bisa menambah lama terjadinya herd immunity. Kondisi yang harusnya bisa kita rubah asal kita mau melakukannya.
Kondisi tersebut adalah hal-hal yang menghambat kelancaran vaksinasi yang masih banyak terjadi di Indonesia. Yang paling dominan adalah masih banyaknya ditemukan berita-berita negatif mengenai vaksinasi yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab atau hanya ingin agar situs dan portal beritanya banyak dikunjungi orang untuk mendapatkan penghasilan dari click bait yang disebar. Tidak mereka sadari, bahwa tindakan tersebut pada akhirnya akan menjadi boomerang pada dirinya sendiri karena akan semakin lama kita terpuruk di dalam pandemi C19 ini. Informasi salah atau hoax terkait vaksinasi tersebut bisa di golongkan kepada:
- Informasi yang masih saja menyangkal bahwa penyakit C19 ini benar ada dengan membuat hoax bahwa semuanya rekayasa pemerintah, investor, perusahaan vaksin, dll.
- Informasi mengenai tidak perlunya vaksin dan vaksinasi karena tidak bermanfaat, bahaya, dan lain sebagainya.
- Informasi salah tentang tujuan vaksin dengan membuat narasi teori konspirasi.
- Informasi mengenai efek samping vaksin yang tanpa mencari kebenarannya lalu men-generalisir semua yang terjadi merupakan KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi).
Sero Survey COVID-19 di Indonesia
Terlepas dari hambatan vaksinasi tersebut di atas, hasil sero survey C19 yang dilakukan pemerintah pada akhir tahun 2021 yang lalu di 100 kabupaten/kota baik pada wilayah aglomerasi maupun non aglomerasi; tetap memberikan hasil yang menggembirakan. Sero survey adalah survei untuk melihat tingkat kekebalan suatu kelompok terhadap penyakit infeksi tertentu. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan pada 4 Januari 2022, bahwa mayoritas penduduk di Indonesia yaitu sekitar 86,6% populasi telah memiliki antibodi SARS-CoV-2. Antibodi ini baik yang disebabkan terinfeksi sebelumnya atau yang dikarenakan vaksinasi C19. Data ini juga menunjukkan informasi lainnya bahwa 73,2% populasi dari daerah yang disurvei ternyata telah memiliki antibodi padahal belum pernah terdeteksi positif maupun tervaksinasi C19.
Imunitas Komunal
Belakangan sering terdengar istilah imunitas komunal (community immunity) yang dikatakan berbeda dengan kekebalan kelompok (herd immunity). Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) pada penghujung tahun 2021 yang lalu. Ia mengatakan bahwa herd immunity sudah tidak relevan dalam kondisi pandemi C19 saat ini. Yang mendasarinya adalah perhitungan menggunakan rumus perhitungan herd immunity, ternyata efikasi vaksin terhadap varian Delta menurun dari 90% menjadi hanya tinggal 60% saja. Ia mendefinisikan imunitas komunal sebagai kombinasi imunitas alami tubuh manusia terhadap penyakit karena kejadian infeksi yang pernah dialaminya dengan imunitas dari vaksin yang juga didapatkannya. Terlepas dari definisi imunitas komunal yang disampaikan oleh BGS, bila kita melihat hasil dari sero survey yang dijabarkan di atas, sepertinya memang ada fenomena bahwa kekebalan terhadap SARS-CoV-2 di Indonesia memang terjadi dari kombinasi infeksi alamiah dan vaksinasi.
Pandemi Merupakan Masalah Global (Penutup)
Mengingat pandemi adalah masalah global, maka tingginya tingkat penularan di berbagai negara di luar Indonesia dapat meningkatkan potensi munculnya varian-varian lain yang pada akhirnya dapat menyebar tanpa mengenal batas negara dan wilayah dan bisa masuk juga ke Indonesia. Walaupun sepertinya saat ini pandemi sudah mulai terkendali di tanah air, kita masih harus tetap waspada dan sepenuh tenaga memaksimalkan vaksinasi serta tetap menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas keseharian kita.
©IKM 2022-01