Pada awal Agustus 2022 ini di Indonesia, kita sudah memasuki babak baru penanggulangan COVID-19 (C19). Yaitu pemberian vaksinasi booster kedua atau suntik vaksin ke-4 yang mulai diberikan kepada para tenaga medis. Pertanyaan muncul tidak hanya di kalangan masyarakat umum, tapi juga menjadi topik bahasan hangat di antara para ahli dunia yang terus mendiskusikan mengenai booster kedua vaksin C19. Mulai dari urgensi, efektivitas, prioritas kelompok penerima vaksin, jenis vaksin yang diberikan, kombinasi vaksin, sampai pada efisiensi biaya. WHO juga tidak ketinggalan mengeluarkan rekomendasi dan panduan-panduan untuk booster ke-2 ini.
Untuk penyakit terutama yang disebabkan oleh virus seperti C19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini, kekebalan yang didapat baik dari vaksinasi ataupun secara alami terinfeksi bisa saja menurun seiring dengan waktu. Hal inilah yang diyakini oleh hampir seluruh ilmuan medis di dunia saat ini dilihat dari data morbiditas, mortalitas, dan epidemiologi di seluruh negara. Terutama bila virus yang menginfeksi kemudian berbeda varian dengan yang menginfeksi sebelumnya atau berbeda dengan varian yang digunakan sebagai dasar pembuatan vaksin. Dengan pemberian booster, diharapkan kekebalan yang sudah mulai turun, kembali menguat untuk bisa melindungi. Karenanya di AS booster pertama sudah direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang di atas 12 tahun.
Ada sebagian ahli yang berpendapat bahwa bila seseorang sudah mendapatkan vaksinasi sampai dengan booster pertama atau tiga kali suntik, lalu dalam waktu dekat terinfeksi C19 yang diduga kuat disebabkan oleh varian Omicron; maka saat ini yang bersangkutan belum perlu untuk mendapatkan booster yang kedua. Para ahli ini berpendapat mereka sudah mendapatkan kekebalan atau “booster” secara alami. Kombinasi antara vaksinasi dan terinfeksi alami dikatakan sebagai “hybrid immunity” atau “imunitas hibrida” yang merupakan bentuk kekebalan terkuat yang bisa didapatkan seseorang. Mereka juga berpendapat agar vaksin yang ketersediaannya terbatas saat ini harusnya lebih diprioritaskan diberikan kepada negara yang penduduknya masih belum mendapatkan vaksinasi sama sekali.
Masih Banyak yang Belum Booster Pertama
Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara majupun masih banyak orang yang belum mendapatkan booster pertama, malah masih banyak yang belum mendapatkan vaksinasi sama sekali atau hanya mendapatkan sekali suntik saja. Padahal penelitian sudah menunjukkan bahwa vaksin booster pertama sangat kritikal dan penting untuk membantu seseorang terhindar dari potensi menderita kasus yang berat bila harus terinfeksi C19. Kekebalan hybrid seperti yang dibahas di atas, juga akan sulit didapatkan bagi mereka yang tidak mendapatkan booster pertama. Maka bagi yang belum mendapatkan booster atau belum melengkapi vaksinasi dasarnya, sangat disarankan untuk segera mendapatkannya.
Booster untuk Manula >50 Tahun
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa booster kedua C19 ini diperlukan untuk diberikan kepada para manula berusia di atas 50 tahun. Ada juga yang berpatokan batasan usianya di 65 tahun. Para manula diketahui akan lebih cepat hilang kekebalannya dan akan lebih rentan untuk menderita sakit berat sampai terancam kematian bila harus terinfeksi C19, karena sistem imunitas mereka sudah melemah dan sebagian besar manula juga memiliki kondisi dan faktor comorbid untuk penyakit C19 ini. Mereka direkomendasikan bisa mendapatkan booster kedua 4 bulan setelah booster yang pertama. Berdasarkan penelitian, booster kedua bagi para manula ini menurunkan kejadian sakit berat bila mereka harus sampai terinfeksi C19, dan menurunkan resiko kematian sampai 78%.
Booster untuk Kelompok Comorbid dan Risiko Tinggi
Demikian pula untuk kelompok yang memiliki faktor atau kondisi comorbid, mereka juga direkomendasikan untuk mendapatkan booster kedua, sejak usia 12 tahun. Booster kedua ini juga diberikan dengan berjarak 4 bulan dari booster yang pertama. Selain kelompok comorbid ada pula kelompok risiko tinggi terhadap paparan C19, yaitu para tenaga medis. Tenaga medis beresiko untuk mendapatkan paparan virus load yang lebih tinggi, dengan paparan yang berulang kali, dalam waktu yang singkat. Karenanya WHO, dan sudah diadaptasi oleh pemerintah Indonesia, merekomendasikan untuk memberikan booster kedua ini diawali untuk tenaga medis. Baru nanti disusul oleh manula dan kelompok comorbid.
Pelonjakan Kasus Baru vs. Booster Kedua
Karena kembali terjadi pelonjakan kasus C19 yang secara perlahan tapi pasti mulai merambat naik, sebagian besar ahli sepakat untuk menyegerakan booster yang kedua. Terutama direkomendasikan untuk negara yang mengalami pelonjakan kasus. Lonjakan kasus baru ini sudah pasti disebabkan oleh sub-sub varian Omicron yang bisa meloloskan diri dari sergapan sistem imun seseorang walaupun dirinya sudah mendapatkan vaksin atau sudah pernah terkena C19 sebelumnya. Lonjakan tertinggi memang terjadi di negara-negara Eropa, tapi kita di Indonesia tidak boleh lengah karena angkanya pun mulai merambat naik di tanah air. Karena hal itu pula, maka Indonesia termasuk negara yang berada dalam kategori membutuhkan booster kedua tersebut, agar mulai memberikan booster kedua kepada kelompok beresiko seperti yang diuraikan di atas.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Sesungguhnya kita sedang main kejar-kejaran, antara program vaksinasi dengan SARS-CoV-2 yang akan dan terus bermutasi dan melahirkan strain dan varian baru. Khususnya SARS-CoV-2 mutasi tersebut terjadi dengan kecepatan yang cukup tinggi. Dalam 2 tahun saja SARS-CoV-2 bermutasi sama banyak dengan virus influenza penyebab flu musiman yang bermutasi selama 5 tahun. Dalam 2 tahun tersebut SARS-CoV-2 telah melahirkan puluhan VOI (variants of interests) dan belasan VOC (variants of concerns). Ada dua skenario yang bisa terjadi pada mutasi ini. Pertama lahir varian baru yang perbedaannya tidak banyak dengan varian yang sedang bersirkulasi seperti lahirnya subvarian dari Omicron. Atau skenario kedua, lahir mutasi baru yang sama sekali baru seperti varian Beta, Delta, atau Omicron. Skenario kedua bisa terjadi antara 1.5 sampai 10.5 tahun sekali.
Waktu yang Tepat untuk Booster Kedua
Pemilihan waktu booster kedua sedikit berbeda dengan booster yang pertama bila akan diberikan secara masal. Karena tujuannya adalah untuk menjaga agar herd immunity tetap tinggi melindungi terhadap ancaman infeksi varian-varian baru. Sebuah penelitian di Israel menunjukkan bahwa kekebalan tersebut bisa bertahan tinggi sampai penelitian itu selesai yaitu 40 hari sejak booster kedua diberikan. Walaupun tidak ada laporan kekebalan di atas 40 hari tersebut, tapi setidaknya dari data ini bisa ditarik kesimpulan bahwa booster kedua harus diberikan di suatu negara mendekati kepada ramalan atau kecurigaan akan terjadinya lonjakan kasus di negara tersebut. Meramalkan kapan lonjakan kasus akan terjadi memang tidak pernah mudah, dan kita harus mempercayai keputusan para ahli epidemiologi. Di Indonesia waktu itu adalah awal bulan Agustus 2022 ini yang dimulai oleh pemberian kepada tenaga medis.
Meng-update Vaksin C19
Vaksin flu diperbaharui setiap tahun berdasarkan prediksi ilmuan virus flu mana yang akan bersirkulasi pada tahun berjalan. Cara ini bisa berguna juga dalam melakukan perbaharuan (update) vaksin untuk C19. Tapi kesulitan untuk C19 lebih tinggi, karena tidak seperti virus flu yang mutasinya sangat teratur dan mudah diprediksi. Belum lagi banyak jenis vaksin C19 yang beredar yaitu vaksin mRNA, vaksin protein, vaksin virus yang dimatikan, dan vaksin vektor viral; yang tambah mempersulit proses update vaksin C19 ini. Tantangan lainnya adalah kapasitas produksi dari produsen vaksin yang sangat terbatas. Di mana bila produksi tidak mencukupi, maka tidak akan berefek banyak untuk berkontribusi menciptakan herd immunity di dunia. Tidak hanya memproduksi vaksin yang akan digunakan, tapi kemampuan produksi vaksin prototipe untuk diuji melawan varian baru yang terus bermunculan.
Memprediksi Vaksin Berfungsi Melawan Varian Baru
Ilmuan bisa memeriksa darah orang yang telah divaksinasi untuk melihat apakah vaksin berfungsi memberikan kekebalan. Tapi ini hanya terbatas pada varian yang memang sudah ada. Sehingga untuk mendahului kecepatan virus berevolusi ilmuan harus menemukan cara baru memprediksi apakah vaksin yang ada bisa tetap berfungsi memberikan kekebalan untuk melawan varian baru yang akan muncul. Penelitian dijalankan untuk tidak hanya memeriksa antibodi yang diproduksi sebagai respon dari vaksinasi, tapi juga memeriksa sel-T, yaitu kekebalan seluler yang lebih bertahan lama dan berpotensi melindungi terhadap infeksi varian baru, karena sel-T dapat mengenali sampai 52 perubahan atau mutasi yang terjadi pada sebuah virus.
Mixed and Matched Vaccine
Berdasarkan laporan-laporan terbaru penelitian yang sudah ada, pemberian vaksin dengan mengkombinasikan atau dikenal dengan istilah mixed and matched antara booster pertama dan kedua akan dapat memberikan respon imun atau tingkat kekebalan yang lebih tinggi. Hal ini juga diteliti oleh Unpad bersama Kementrian Kesehatan dengan hasil yang sama, walaupun laporan akhir penelitiannya masih kita tunggu. Pemberian kombinasi vaksin ini akan lebih membantu mereka yang beresiko tinggi seperti manula, kelompok comorbid dan tenaga medis untuk mendapatkan kekebalan yang lebih baik terhadap infeksi ulangan di masa yang akan datang. Terutama terhadap sub-sub varian Omicron yang sedang merajalela.
Berikut adalah tabel mixed and matched vaksin yang direkomendasikan oleh Kementrian kesehatan berdasarkan penelitian yang dilakukan langsung di tanah air:
Karena ada kemungkinan sangat besar booster untuk vaksin C19 akan diberikan secara rutin, seperti layaknya vaksin flu yang diberikan setiap tahun; maka Moderna saat ini sedang mengembangkan vaksin booster gabungan antara C19 dan influenza atau flu. Hal lain yang melatarbelakanginya adalah karena seperti juga flu, insidensi C19 di negara empat musim meningkat selama musim dingin, sehingga penyuntikan vaksinnya bisa digabung sebelum musim dingin tiba. Vaksin combo ini tentunya akan lebih nyaman dan efisien dibandingkan harus disuntik dua kali. Saat ini Moderna sedang menunggu izin dari US FDA (BPOM-nya AS) untuk mengembangkan vaksin booster combo ini. Sehingga ketika nanti C19 sudah ditetapkan menjadi penyakit endemis, vaksin combo ini sudah tersedia.
Penutup
Masih banyak misteri dari penyakit dan pandemi C19 ini. Tapi ilmu pengetahuan di dunia medis juga terus berkembang untuk bisa membawa kita segera keluar dari pandemi ini. Cara yang sejak akhir tahun 2019 lalu dipastikan bisa membantu usaha tersebut adalah vaksinasi. Karena kalau hanya mengandalkan infeksi alami untuk menciptakan herd immunity, akan sangat banyak sekali korban yang berjatuhan. Sampai Agustus 2022 ini, sepertinya vaksin booster untuk C19 akan terus diperlukan untuk kelompok resiko tinggi yaitu tenaga medis, manula, dan mereka yang memiliki faktor dan kondisi comorbid. Walaupun booster kedua belum direkomendasikan untuk semua orang, namun bila vaksin telah tersedia secara luas, maka merupakan pilihan sangat bijak bila setiap orang bisa mendapatkannya.
©IKM 2022-08