Banyak sekali informasi dan klaim bahwa buah tertentu atau jenis bahan makanan tertentu dapat melindungi diri dari kanker, mencegah penyakit cardiovascular, bahkan untuk mengatasi depresi. Karena kemampuannya buah dan jenis makanan tersebut digolongkan ke dalam “Superfood” atau “Makanan Super”. Kini banyak superfood baru yang bermunculan, bahkan dengan klaim superlatif (misalnya) sampai dapat menurunkan berat badan tanpa berolahraga, atau menurunkan kolesterol tanpa mengontrol diet. Berapa besar kebenaran yang sebenarnya, apa faktanya, ataukah hanya sekedar mitos?
Prof. Marion Nestle, seorang profesor ahli gizi dari New York University menegaskan bahwa istilah superfood tak lebih sekedar konsep periklanan (advertising concept), bukan istilah ilmiah dari ilmu gizi. Bahkan tidak pernah digunakan dalam kajian ilmiah tentang gizi. Karenanya sejak tahun 2007, European Union melarang menuliskan kata “superfood” pada kemasan makanan. Bahkan badan kesehatan nasional di Inggris menegaskan bahwa klaim sebuah makanan sebagai “super” sering tidak tepat. Sementara di AS, apa lagi Indonesia tidak ada peraturan spesifik sehingga istilah “makanan super” ini dapat diguna-kan secara bebas oleh produsen. Karena bila sebuah produk diberi label superfood, nilai jualnya menjadi lebih tinggi; maka produsen makanan berlomba-lomba melakukan penelitian agar produk mereka bisa diberi label superfood.