Ilmu kedokteran adalah ilmu yang terus berkembang dan senantiasa mengikuti perkembangan kehidupan manusia. Jenis penyakit atau kelainanpun mengikuti dinamika perkembangan tersebut, termasuk penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh kehadiran teknologi. Tidak bisa dipungkiri bahwa hidup kita sekarang sangat bergantung dengan kehadiran teknologi, khususnya telepon genggam atau mobile phone (HP) yang sudah menjadi barang wajib bagi semua orang. HP sepertinya bukan lagi kebutuhan tersier atau sekunder, karena sepertinya sudah bisa kita katakan sebagai kebutuhan primer manusia. Tidak memandang strata sosial dan ekonomi, setiap orang memiliki HP. Tapi hal itu pulalah yang mencetus kelahiran kelainan jiwa baru yang diberi nama nomophobia.
Nomophobia atau nomofobia, adalah suatu kelainan atau masalah kejiwaan yang mendapatkan namanya dari penyebab atau pencetusnya. Phobia jelas artinya adalah ketakutan terhadap sesuatu, sementara “nomo” adalah singkatan dari bahasa Inggris yaitu “no” dan “mobile phone”. Jadi nomophobia bisa diterjemahkan adalah suatu kelainan/masalah kejiwaan pada seseorang ketika ia merasakan ketakutan, kekhawatiran, atau kecemasan yang berlebih bila kehilangan, berpisah, tidak bisa menggunakan, atau tidak berada dekat dengan mobile phone (HP)-nya. Penderita nomofobia disebut sebagai seorang nomophobic (nomofobik). Sebenarnya wajar saja bila kita merasa khawatir kehilangan HP. Tapi yang dikategorikan sebagai nomofobia adalah ketika “rasa cemas” tersebut sampai mengganggu yang bersangkutan pada titik ia seperti kehilangan akal sehatnya dan mengganggu kesehariannya.
Nomofobia merupakan konsep yang relatif baru yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2008 di Inggris dalam sebuah penelitian yang diadakan oleh Kantor Pos Inggris. Penelitian tersebut mencoba untuk menginvestigasi rasa cemas yang dialami oleh pengguna HP ketika tidak dapat menggunakan HP mereka. Setelah penelitian tersebut, terminologi nomophobia menjadi luas digunakan saat menggambarkan ketergantungan seseorang pada HP dan teknologi yang terkait dengan HP. Namun nomophobia yang merupakan fobia modern ini belum dimasukkan ke dalam versi terbaru daftar kelainan jiwa DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), karena para ahli jiwa dunia belum memutuskan kriteria diagnostiknya. Tapi secara umum disetujui oleh para ahli merupakan masalah kejiwaan sebagai bentuk kecanduan (addiction) atau ketergantungan (dependence).
Fakta Tentang Nomophobia
Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang penggunaan HP dan nomofobia:
- Rasa takut terisolasi, karena HP bagi mereka adalah alat utama berhubungan dengan orang yang dicintainya.
- Rasa khawatir tidak bisa dihubungi orang yang dicintai atau oleh orang-orang dari tempat bekerja.
- Riwayat sebelumnya pernah kehilangan HP sampai menyebabkan masalah pada kehidupannya (biasanya kehidupan percintaan, pertemanan, atau pekerjaan).
- Ada anggota keluarga lain yang menderita nomofobia.
- Tinggal serumah dengan seorang yang nomofobik.
Baca artikel lain di blog Dr. Indra K. Muhtadi
Seperti disinggung sebelumnya bahwa seseorang dikatakan nomofobik bila kecemasan “berpisah” dengan HP sudah di luar akal sehat dan mengganggu kesehariannya. Tanda dan gejala yang dapat mengkategorikan seseorang nomofobik adalah sbb.:
- Timbul rasa cemas bahkan panik ketika “berpisah” atau tidak mengetahui keberadaan HP-nya, atau tidak bisa menggunakan HP-nya. Contoh bila seseorang menjadi cemas atau panik berlebih saat sadar bahwa ia tidak tahu di mana HP-nya saat itu. Atau bila seseorang karena alasan tertentu seperti sedang belajar di kelas atau sedang rapat sehingga tidak bisa menggunakan HP, lalu ia menjadi cemas.
- Merasa tidak berdaya atau tersiksa saat tidak bisa menggunakan HP-nya. Dalam kondisi seperti nomor 1.
- Secara konstan atau terus menerus selalu membuka HP untuk melihat apakah ada pesan atau notifikasi baru pada HP-nya, tanpa alasan yang jelas. Bahkan pada saat-saat yang tidak normal seperti sedang berbicara dengan orang, sedang membawa kendaraan, bahkan ketika sedang mandi.
- Terjadi FOMO (fear of missing out), atau rasa selalu takut ketinggalan berita, informasi, atau pesan di media sosial; pada saat-saat seperti nomor 3.
- Sangat mudah sekali terganggu konsentarsinya, bila ada pesan atau notifikasi baru di HP, karena ada dorongan kuat untuk segera membukanya.
- Selalu memeriksa sisa baterai pada HP-nya, dan merasa cemas atau tersiksa ketika mengetahui baterai HP-nya berkurang atau sudah hampir habis. Penderita biasanya selalu membawa power bank kemanapun dia pergi, sampai ke kamar mandi sekalipun.
- Sampai terbangun di malam hari karena harus memeriksa atau membuka HP-nya.
- Sampai menghindar dari interaksi sosial hanya untuk membuka HP-nya.
Selain gejala emosi atau psikis di atas, ada juga gejala fisik yang mungkin muncul, seperti terjadi pada jenis phobia lainnya, sbb.:
- Rasa berat atau penuh di bagian dada
- Kesulitan bernafas secara normal (sebagian melukiskannya seperti sesak nafas)
- Jantung berdegup cepat (palpitasi)
- Trembling / shaking atau gemetar karena rasa takut
- Berkeringat
- Disorientasi, pusing, sampai pingsan.
Penanganan Nomophobia
Dilakukan sendiri
- Matikan HP atau letakkan pada mode senyap di saat tidur malam.
- Tinggalkan HP di rumah untuk aktivitas bepergian yang tidak lama seperti olahraga pagi, membeli jajanan, atau pergi sebentar ke warung (convenient store).
- Melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan teknologi seperti membaca buku fisik, membaca kitab suci fisik (bukan dari HP), melakukan hobby, bermain bersama hewan peliharaan, berkebun, dll.
- Memilih menonton TV convensional dibandaingkan via HP.
- Sebisa mungkin membatasi penggunaan HP terutama di rumah, dan lebih memilih berinteraksi langsung dengan keluarga serumah.
- Mengatasi masalah yang menjadi pencetus terjadinya nomofobia seperti yang diuraikan di atas.
Dilakukan dokter
Bila usaha tersebut di atas tidak banyak membantu, maka sudah saatnya mencari pertolongan profesional. Hampir pasti dokter akan menyarankan behavioral therapy atau exposure therapy:
- Cognitive behavioral therapy (CBT) adalah terapi perilaku berfokus pada modifikasi perilaku melalui latihan dan pembelajaran keterampilan baru. Dalam terapi ini, penderita dan dokter bekerja sama untuk mengidentifikasi dan mengubah pola perilaku nomofobia tersebut. Contohnya dengan merubah mindset: “Jika saya kehilangan HP maka saya tidak bisa menghubungi teman saya lagi”, menjadi “Semua kontak di HP saya di-backup sehingga saya masih bisa tetap menghubungi teman saya”, dll.
- Exposure therapy dilakukan dengan membantu penderita menghadapi dan mengatasi fobianya secara bertahap dengan dibimbing secara sistematis dan aman untuk menghadapi ketakutan mereka sehingga dapat belajar untuk mengatasi dan mengendalikan reaksi emosinya.
Selain kedua jenis terapi kejiwaan di atas, dokter juga mungkin membantu penderita dengan medikamentosa atau obat minum untuk mengatasi gejala yang parah. Namun perlu diingat bukan untuk menghilangkan fobianya. Obat yang biasa diberikan:
- Beta blockers untuk mengurangi gejala fisik seperti pusing, nafas berat, dan jantung berdebar.
- Benzodiazepines yang termasuk golongan narkotika untuk mengurangi rasa takut dan cemas penderita. Namun pemberian obat ini tidak bisa terlalu lama, harus diturunkan secara bertahap dosisnya, dan memiliki efek samping.
Dilakukan keluarga dan teman
Penanganan gangguan dan kelainan jiwa serta gangguan prilaku sangat baik bila dibantu oleh keluarga dan teman, karena hasilnya akan lebih cepat. Hal yang sama untuk nomofobia, di mana keluarga dan teman harus mendukung usaha penderita mengatasi masalahnya, sbb.:
- Mengurangi menelepon atau mengirimkan instant message, dan lebih memilih bertemu dan berbicara secara langsung.
- Mengajak penderita melakukan kegiatan yang tidak menggunakan teknologi seperti menjalani hobi, mengurus hewan peliharaan, berkebun, berolahraga di luar rumah, dll.
- Memberikan reward atau hadiah apa bila penderita dapat berhasil melewati tahap-tahap terapi.
Penutup
Nomofobia dapat memberikan akibat negatif bagi kehidupan penderitanya, sampai menyebabkan mereka senantiasa stres dan gelisah. Bisa pula menjadi masalah bagi interaksi sosial mereka sampai tidak bisa memprioritaskan hal lain karena HP-nya selalu menjadi prioritas utama mereka. Penderita lebih memilih bersama HP-nya dari pada berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa HP dan teknologi yang terkait dengannya sudah menjadi bagian dari keseharian mayoritas orang di dunia. Jangan menyalahkan perkembangan teknologi tersebut, karena kemajuannya tidak akan terbendung, malah akan semakin membantu kehidupan kita. Melainkan sikapilah perkembangan teknologi itu dengan bijak dan kenali serta hindari efek sampingnya sedini mungkin sebelum mengganggu, seperti sampai harus menjadi seorang yang nomofobik.
©IKM 2023-04