Kesepian mungkin bisa kita kategorikan sebagai sebuah epidemi karena 1/3 manula (lansia) di seluruh dunia dila-porkan mengalaminya. Ketika lansia mencapai usia 70-80 tahun, mereka merasa peningkatan rasa kesepian. Kasus kesepian pada lansia ini meningkat ketika generasi baby boomers memasuki usia 70-80 tahun yaitu di awal abad 21 sekarang ini. Setidaknya 10 ribu generasi baby boomers mencapai usia 65 tahun setiap hari berlangsung sampai tahun 2030. Penambahan populasi dunia yang memasuki usia lansia ini akan membuat porsi lansia yang mengalami kesepian sampai 30% pada tahun 2030 nanti.
Berdasarkan hasil penelitian terbaru yang diterbitkan oleh American Psychological Association, para ahli mengatakan bahwa rasa kesepian pada lansia ini terkait erat dengan proses penuaan. Penelitian di Chicago melaporkan bahwa rasa kesepian pada dewasa menurun pada usia 50, namun mulai meningkat kembali secara signifikan memasuki usia 70an. Ada juga penelitian di Belanda yang di terbitkan di Jurnal Psychology and Aging, menemukan bahwa lansia yang masih dapat mengontrol aspek-aspek dalam hidupnya dan memiliki kebebasan melakukan aktivitasnya, lebih tidak merasa kesepian dibandingkan yang tidak. Puncak rasa kesepian itu menurut para ahli justru terdapat pada kondisi perayaan hari raya, di mana banyak yang lebih muda berkumpul dan melupakan lansia di keluarga mereka.
Rasa kesepian pada ujung kehidupan seseorang dapat didorong oleh beberapa perubahan kondisi sosial sebagai risiko munculnya rasa kesepian tersebut. Tiga kondisi sosial yang paling sering menjadi penyebabnya adalah kematian suami atau istri, perceraian pada usia senja, dan kehilangan sahabat di usia senja. Karenanya, lansia yang lebih dapat menjaga hubungan sosial mereka, lebih dapat terhindar dari munculnya rasa kesepian. Dan mereka yang dapat tetap bersosialisasi tersebut adalah lansia yang secara fisik sehat dan tidak menderita penyakit yang parah. Karenanya menderita suatu penyakit yang membuat seorang lansia tidak dapat banyak beraktivitas juga menjadi satu faktor risiko besar terjadinya kesepian pada lansia.
Kesepian Menjadi Risiko Terkena Penyakit
Sebaliknya, rasa kesepian sendiri merupakan faktor risiko bagi lansia untuk menderita penyakit. Dua kondisi yang saling berhubungan sebab-akibat ini menjadi lingkaran yang tidak berujung karena bukan hanya penyakitnya, rasa kesepian pun menjadi semakin bertambah parah. Rasa kesepian merupakan situasi yang “toksik” dan pada lansia lebih meningkatkan risiko untuk terkena dementia dan akan mencetus kematian lebih cepat dari seharusnya. Rasa kesepian berkepanjangan yang disebut sebagai extreme loneliness (kesepian yang ekstrim) dapat mencetus rasa terisolasi, bahkan lebih dapat menyebabkan kematian sampai dua kali lipat pada lansia dibandingkan karena obesitas yang ekstrim. Laju penurunan kondisi fisik dan mental lansia seiring dengan pertambahan usia mereka; berbanding lurus dengan menurunnya rasa puas terhadap interaksi sosial dan berbanding lurus dengan meningkatnya rasa kesepian yang mereka rasakan.
Kesepian dan Peningkatan Tekanan Darah
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Chicago dan dipublikasikan di jurnal Psychology and Aging, menemukan hubungan langsung antara rasa kesepian kronis dengan peningkatan tekanan darah pada lansia rata-rata sampai 14,4 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini juga terjadi pada lansia dengan rasa kesepian yang sedang-sedang saja, walaupun angkanya tidak setinggi lansia dengan rasa kesepian yang kronis. Salah satu penyebab peningkatan tekanan darah tersebut utamanya adalah rasa takut kehilangan interaksi sosial dengan pasangan, saudara, dan teman dekat. Lansia juga cendrung lebih merasa khawatir akan kehilangan interaksi sosial tersebut walau-pun sebenarnya belum benar terjadi. Hal ini juga dapat menjadi penyebab meningkatnya tekanan darah.
Kesepian dan Penurunan Fungsi Kognitif
Rasa kesepian pada lansia juga meningkatkan laju penurun-an fungsi kognitif seperti penurunan daya ingat dan kemampuan pemecahan masalah (problem solving). Kondisi ini pada akhirnya menjadi penyebab depresi. Hal ini terjadi karena rasa kesepian pada lansia dapat menjadi prediktor kunci laju munculnya penyakit-penyakit terkait dementia. Dalam 12 tahun penelitian, dilaporkan bahwa lansia yang merasa kesepian mengalami penurunan fungsi kognitif sampai 20% dibandingkan dengan yang tidak. Antara kesepian dan depresi memiliki mekanisme yang sama di otak manusia untuk menyebabkan penurunan fungsi kognitif tersebut. Kesepian dapat menjadi gejala atau penanda adanya stres psikologis dan sebaliknya stres psikologis dapat menyebabkan munculnya rasa kesepian. Dan apa pun jenis stres yang terjadi pada tubuh dapat menjadi “perusak” bagi fungsi kognitif otak manusia.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Rasa kesepian pada lansia merupakan produk atau hasil akhir dari berbagai kondisi yang menyebabkannya bisa terjadi. Sehingga upaya untuk mengatasi rasa kesepian tersebut adalah dengan menangani penyebabnya. Bahkan lebih jauh harus dimulai dari pencegahan faktor-faktor pencetus yang dapat menyebabkan munculnya rasa kesepian tersebut. Upaya ini harus dilakukan dari dua sisi, yaitu sisi lansia yang bersangkutan sendiri, juga sisi dari pihak keluarga atau kerabatnya. Para ahli sepakat bahwa titik awalnya adalah dengan merubah pola pikir atau mindset dari lansia agar bisa terhindar dari rasa kesepian.
Merubah Mindset
Para ahli merumuskan bahwa mengatasi atau mencegah kesepian pada lansia bukan melulu dengan cara membuat mereka lebih aktif berinteraksi secara sosial; melainkan justru harus diawali dengan memutus dan menghentikan fikiran-fikiran negatif mengenai self-worth atau fungsi keberadaan mereka dalam lingkungan sosial. Cara terapi yang dikenal dengan cognitive-behavioral therapy (CBT) dan biasa digunakan untuk menangani depresi, eating disorders, dan masalah psikis lainnya; ternyata juga efektif dalam menangani kesepian pada lansia. CBT sendiri selalu dimulai dengan mengajak pasien untuk merubah sudut pandang atau mindset mereka terhadap masalah yang tengah dihadapi. Merubah cara mereka melihat, memikir-kan dan bersikap dengan orang lain.
Peer Group Mulai Ditinggalkan
Bentuk grup diskusi atau peer group dengan mengumpul-kan sesama lansia untuk saling curhat dan bercerita tentang masalahnya, ternyata dilaporkan tidak begitu bermanfaat mengurangi rasa kesepian yang mereka derita. Tidak begitu mengejutkan, karena mengumpulkan sekelompok orang yang sama-sama merasa kesepian dalam hidupnya, jarang sekali menggali akar permasalahan munculnya rasa kesepian tersebut. Hal ini terjadi karena penderita kesepian apa lagi yang ekstrim, memiliki asumsi tidak benar terhadap diri mereka sendiri dan bagaimana orang lain melihat atau berpendapat tentang diri mereka. Maka jika orang-orang tersebut disatukan dalam sebuah grup diskusi, hanya akan memperkuat persepsi salah karena terjadi pembenaran dari asumsi-asumsi yang tidak benar tersebut.
Lebih Aktif Berinteraksi Sosial
Baru setelah mindset mereka dirubah dan asumsi-asumsi tidak benar dihilangkan, maka mengajak lansia yang merasa kesepian untuk lebih aktif berinteraksi sosial akan memberikan dampak keberhasilan mengatasi kesepiannya. Interaksi sosial yang sering disarankan adalah melakukan aktivitas-aktivitas volunteering atau sukarela pada kegiatan keagamaan, sosial, bahkan organisasi politik. Berbagai aktivitas ini dapat melawan rasa hilang tujuan hidup selain sudah tentu tetap dapat menstimulasi fungsi kognitif lansia. Penelitian melaporkan bahwa lansia yang aktif dalam aktivitas sukarela ini selain dapat meningkatkan harga diri, juga dapat meningkatkan dukungan sosial, sampai terjadi-nya penurunan risiko pencetus penyakit seperti yang sudah dibahas di atas.
Pensiun dengan Menyendiri
Sejak dulu bahkan mungkin hingga kini masih ada yang beranggapan bahwa ketika memasuki masa pensiun, seseorang sebaiknya tinggal di tempat yang tenang dan sunyi, serta lebih mendekat ke alam jauh dari kesibukan. Ternyata anggapan ini tidak sepenuhnya benar dan harus benar-benar dilihat lokasi yang dipilih untuk tempat tinggal pensiun tersebut. Karena berada di tempat yang sepertinya ideal tersebut, sering kali malah membuat seorang lansia menjauh dari keluarga, kerabat, dan teman dekatnya. Menjauh dari orang-orang yang justru paling penting dalam hidupnya. Sudah banyak juga penelitian yang melaporkan bahwa lansia setelah pensiun yang berada dekat dengan orang terdekat mereka, justru mengalami rasa kesepian yang jauh lebih rendah dibandingkan yang berjauhan.
Memanfaatkan Teknologi
Para generasi baby boomers yang di awal abad 21 ini memasuki usia lansia sangat diuntungkan dengan kehadir-an teknologi komunikasi yang semakin canggih. Karena kini interaksi sosial bahkan kegiatan sukarela tidak hanya bisa dilakukan secara tatap muka, tapi juga dapat dilakukan secara daring. Walaupun secara rutin aktivitas tatap muka secara fisik tetap harus dilakukan. Namun yang harus menjadi catatan adalah lansia bisa saja sudah mengalami penurunan penglihatan, pendengaran, bahkan kemampuan untuk menekan ikon kecil di layar yang juga kecil. Karenanya teknologi sudah sepatutnya dibuat yang lebih friendly untuk pengguna lansia; seperti fitur membuat suara lebih keras, karakter dan/atau layar lebih besar, bahkan menggunakan teknologi voice command.
Dengan kecanggihan teknologi saat ini yang didukung lagi dengan kemajuan pesat teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan, tambah membuat lebih mudah dalam mencegah dan mengatasi kesepian pada lansia. Bahkan sudah ada di pasaran robot yang memang dirancang sebagai pengganti teman bagi orang yang tinggal sendiri, terutama di negara Jepang di mana populasi ter-tinggi lansia ada di negara tersebut. Selain sebagai teman, robot tersebut juga merangkap sarana komunikasi dan hiburan, karena dapat diminta untuk menelpon kerabat dan keluarga, memutar musik atau video, serta diajak berkomunikasi bahkan ngobrol dengan perintah suara atau voice commend system. Bahkan kini dikembangkan robot yang dapat mengenali emosi sehingga bisa juga menjadi sarana untuk melakukan CBT memanfaatkan teknologi.
Dengan kecanggihan teknologi saat ini yang didukung lagi dengan kemajuan pesat teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan, tambah membuat lebih mudah dalam mencegah dan mengatasi kesepian pada lansia. Bahkan sudah ada di pasaran robot yang memang dirancang sebagai pengganti teman bagi orang yang tinggal sendiri, terutama di negara Jepang di mana populasi ter-tinggi lansia ada di negara tersebut. Selain sebagai teman, robot tersebut juga merangkap sarana komunikasi dan hiburan, karena dapat diminta untuk menelpon kerabat dan keluarga, memutar musik atau video, serta diajak berkomunikasi bahkan ngobrol dengan perintah suara atau voice commend system. Bahkan kini dikembangkan robot yang dapat mengenali emosi sehingga bisa juga menjadi sarana untuk melakukan CBT memanfaatkan teknologi.
Memiliki Hewan Peliharaan
Teknologi canggih dan robot dengan fungsi kecerdasan buatan mungkin tersedia di negara maju dan untuk mereka yang memiliki uang, karena robot dengan fungsi AI tersebut harganya setidaknya di angka puluhan ribu US dollar. Untuk mereka yang tidak memiliki akses ke teknologi tersebut, seperti sebagian besar lansia di Indonesia saat ini; para ahli merekomendasikan untuk memiliki hewan peliharaan. Walaupun tetap ada kekhawatiran munculnya rasa tambah kesepian atau depresi saat hewan peliharaan mereka mati atau hilang. Terlepas dari kemungkinan tersebut, memiliki hewan peliharaan tetap bisa menjadi pilihan. Mungkin harus dipilih hewan peliharaan yang dapat berusia panjang seperti kucing, dan hindari untuk memelihara kelinci atau hamster yang berumur lebih pendek.
Menghubungi Kawan-Kawan Lama
Cara yang juga dianjurkan adalah menghubungi kawan-kawan lama berbagi pengalaman indah dalam hidup. Selain dapat membangkitkan kesenangan itu kembali lalu tertawa bersama mengenang kenangan yang indah, juga membantu sesama lansia untuk mengatasi kesepian yang mungkin juga sedang mereka alami
©IKM 2023-10