Wolbachia (baca: wolbakia) adalah bakteri yang sangat umum secara alami menginfeksi 60% spesies serangga termasuk nyamuk, lalat buah, ngengat, capung, dan kupu-kupu. Wolbachia hidup di dalam sel serangga dan ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui telur. Bakteri ini aman untuk manusia, hewan non serangga, dan lingkungan hidup. Namun di dalam tubuh serangga dapat membuat telurnya tidak dapat menetas. Mungkin ini cara Tuhan melalui alam ciptaan-Nya untuk mengontrol populasi serangga agar tidak terlalu banyak. Salah satu serangga yang bisa terinfeksi bakteri ini adalah nyamuk Aides aegypty pembawa 4 virus penyakit. Dengan membantu penularan bakteri ini pada populasi nyamuk A. aegypty diharapkan dapat menurunkan insidensi penyakit termasuk demam berdarah Dengue pada manusia.
Jadi bukan nama nyamuknya adalah “Nyamuk Wolbachia”, melainkan nyamuk A. aegypty yang sudah tertular “bakteri baik” Wolbachia kini sering disebut sebagai nyamuk Wolbachia (Wolbachia mosquito). Mengapa penularan bakteri pada nyamuk A. aegypty ini harus dibantu? Mengapa tidak secara alami saja? Jawabannya adalah karena infeksi Wolbachia tidak terjadi secara alami pada spesies nyamuk A. aegypty yang kita tahu merupakan vektor atau pembawa virus demam berdarah Dengue (DBD), virus Chikungunya, virus Zika, dan virus penyebab penyakit yellow fever. Dengan membantu menularkan Wolbachia pada nyamuk A. aegypty, penelitian yang dilakukan oleh WHO melaporkan hasil bahwa keempat penyakit di atas dapat ditekan insidensinya.
Tidak Melalui Modifikasi Genetik
Metoda yang dilakukan oleh WMP yang disebut sebagai “Wolbachia method” ini tidak sama sekali melakukan suatu modifikasi atau rekayasa genetika dari bakteri Wolbachia ataupun nyamuk A. aegypty. Metodanya murni mengguna-kan bakteri yang memang sudah banyak terdapat di alam dan nyamuk A. aegypty yang juga sudah berkembang biak secara alami. Kita hanya membantu menularkan Wolbachia pada nyamuk A. aegypty agar lebih cepat dan lebih banyak yang tertular. Wolbachia method menggunakan proses cytoplasmic incompatibility yang memungkinkan jumlah nyamuk Wolbachia meningkat pada populainya. Bakteri Wolbachia akan ikut mati bila inangnya mati dan tidak dapat ditularkan antar nyamuk dewasa atau ke spesies serangga lainnya.
Cara Penularan Penyakit oleh Nyamuk A. Aegypty
Nyamuk A. aegypty menularkan DBD, Chikungunya, demam Zika, dan yellow fever; dengan cara menularkan virus-virus penyebab keempat penyakit tersebut. Namun untuk dapat menularkannya, nyamuk harus terlebih dahulu menggigit dan menghisap darah penderita yang mengandung virus untuk ditularkan melalui gigitan kembali pada calon penderita lainnya. Karena hanya nyamuk betina A. aegypty yang menggigit dan menghisap darah manusia, maka hanya nyamuk betina yang dapat menularkan penyakit. A. aegypty berasal dari Afrika dan menyebar ke wilayah benua Amerika sejak abad ke-15 dan ke Asia sejak abad ke-18. Pemanasan global juga membuat wilayah penularan keempat penyakit tersebut meluas karena wilayah hangat yang dapat menjadi tempat tinggal bagi nyamuk ini juga semakin luas.
Bila Nyamuk A. Aegypty Terinfeksi Wolbachia
Pada tahap awal bakteri Wolbachia disuntikkan melalui metoda microinjection ke dalam telur nyamuk A. aegypty. Selain nyamuk yang terinfeksi Wolbachia umurnya menjadi lebih pendek, hasil yang diharapkan dari telur yang menetas akan menjadi jantan atau betina dengan memiliki 3 kemungkinan:
- Bila nyamuk Wolbachia jantan kawin dengan nyamuk betina sehat, maka telurnya tidak akan menetas.
- Bila nyamuk Wolbachia betina kawin dengan nyamuk jantan sehat, maka keturunan mereka semua menjadi nyamuk Wolbachia.
- Bila kedua nyamuk jantan dan betina adalah nyamuk Wolbachia, maka keturunan mereka semua menjadi nyamuk Wolbachia juga.
Sehingga bila telur menetas menjadi nyamuk jantan akan memberikan hasil telur tidak dapat menetas atau semua keturunannya merupakan nyamuk Wolbachia yang berumur pendek. Namun bila menetas menjadi nyamuk betina maka akan membuat semua keturunannya menjadi nyamuk Wolbachia yang berumur pendek. Telur yang tidak menetas sudah tentu akan menekan populasi nyamuk di alam dan pada akhirnya menurunkan insidensi keempat penyakit yang dibawanya. Lalu bila telur menetas menjadi nyamuk Wolbachia betina maka dia akan tetap dapat menggigit manusia dan dapat menjadi vektor virus keempat penyakit. Namun dia berumur lebih pendek dan akan terjadi mekanisme kompetisi alami di dalam tubuhnya antara virus dan bakteri hingga virus tidak dapat bereplikasi di dalam tubuh nyamuk. Pada akhirnya virus tidak ditularkan oleh nyamuk saat menggigit orang berikutnya.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Sekarang mari kita bahas lebih dalam mengenai WMP yang diinisiasi oleh WHO ini. WMP sudah dimulai sejak tahun 2011 dengan melepas pertama kali nyamuk Wolbachia di bagian Utara negara bagian Queensland Australia dengan insidensi DBD yang cukup tinggi. Setelah 12 tahun kini wilayah tersebut sudah bebas dari DBD untuk pertama kali sejak 100 tahun yang lalu saat kasus DBD pertama kali ditemukan di sana. Hal ini disampaikan oleh Dr. Richard Gair, direktur dan dokter ahli kesehatan masyarakat dari Tropical Public Health Service di Cairns Australia. Sejak tahun 2011 sudah 14 negara yang bekerja sama dengan WMP dan pada akhir 2022 diestimasi sudah melindungi 11 juta orang dari DBD. Ke-14 negara tersebut di antaranya Australia, Puerto Rico, AS, Singapura, Thailand, Mexico, Vietnam, dan Indonesia. Pada tahun 2021, Vector Control Advisory Group atau badan penasehat pengendalian vektor penyakit dari WHO telah merekomendasikan untuk diimplementasikan secara luas di dunia.
WMP di Indonesia
WMP harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah negara yang akan bekerjasama dan harus mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat yang wilayahnya akan disebar nyamuk Wolbachia. Bila salah satu antara pemerintah atau masyarakat tidak menyetujui, maka program ini tidak akan dijalankan pada negara atau wilayah tersebut. Begitu juga dengan di Indonesia dengan wilayah yang dipilih pertama kali adalah di Yogyakarta dan Bali. Program ini sempat tertunda karena adanya kekhawatiran masyarakat terhadap keamanannya untuk manusia dan lingkungan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Riris Andono Ahmad, peneliti dari Pusat Penyakit Tropis FK UGM. Namun setelah edukasi akhirnya mendapatkan persetujuan dari masyarakat, dan dimulai dengan tahapan:
- Feasibility and safety phase (fase uji kelayakan dan keamanan) pada akhir 2011-2012.
- Fase pelepasan nyamuk skala kecil tahun 2013-2015.
- Fase pelepasan nyamuk skala besar tahun 2016-2020.
- Fase implementasi tahun 2021-2022.
Langkah-Langkah Pelepasan Nyamuk Wolbachia
Setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah dan juga dari masyarakat setempat melalui survei, baru program dimulai dengan pertama menternak nyamuk A. aegypty di wilayah target. Ketika jumlahnya dirasakan cukup, nyamuk-nyamuk itu lalu dilepaskan ke alam, dibantu oleh masyarakat setempat secara sukarela termasuk pelajar, mahasiswa, dan LSM. Karena nyamuk tidak terbang terlalu jauh, maka nyamuk dilepas pada setiap jarak 50 meter, yang biasanya memakan waktu 12-20 minggu. Setelah itu peneliti mempelajari populasi nyamuk Wolbachia dan jumlah insidensi penyakit yang ditularkannya pada wilayah tempat dilepaskannya nyamuk.
Pada tahap awal inisiasi WMP ini hanya nyamuk Wolbachia jantan saja yang dilepas, karena nyamuk betina digunakan untuk mengembangbiakkan nyamuk di laboratorium. Namun hasilnya kurang memuaskan karena walaupun populasi nyamuk menurun, nyamuk betina tetap menggigit dan menularkan penyakit. Selain itu pelepasan nyamuk jantan Wolbachia menjadi harus dilakukan secara terus menerus. Namun setelah nyamuk betina Wolbachia juga ikut dilepaskan atau dengan melepaskan seluruh telur, maka mulai meningkat naik populasi nyamuk betina Wolbachia yang menetaskan telur-telur nyamuk Wolbachia. Yang belakangan diketahui akan menghambat replikasi virus di dalam tubuhnya, sehingga penyakit menjadi tidak dapat menular.
Dibandingkan Metoda Pendahulu
Sebelum WMP menginisiasi pengendalian nyamuk A. aegypty menggunakan bakteri Wolbachia, ada metoda yang pernah dilakukan, namun kini dinilai sudah tidak efektif ataupun efisien lagi. Metoda tersebut menggunakan Genetically Modified (GM) Mosquites atau nyamuk yang dimodifikasi secara genetik. Caranya adalah dengan memproduksi nyamuk GM jantan di laboratorium agar membawa a self-limiting gene yaitu gen yang membuat turunannya yang berkelamin betina nantinya memproduksi anak yang tidak mencapai usia dewasa. Dengan demikian diharapkan nyamuk yang tidak bisa dewasa tersebut tidak dapat menularkan virus penyakit. Metoda ini dilakukan tahun 2011 di Florida AS, setelah terjadi KLB DBD pada tahun 2009 di sana. Namun dengan biaya yang tinggi dengan hasil yang tidak optimal, akhirnya metoda ini dihentikan. Lalu dikembangkanlah metoda baru dengan menggunakan nyamuk Wolbachia.
Hoax Terkait Nyamuk Wolbachia di Indonesia
Selalu saja setiap ada perkembangan terbaru di dunia kesehatan, apa lagi ada peran serta AS dan WHO akan berpotensi memunculkan hoax di Indonesia, seperti:
- Hasil rekayasa genetika untuk kepentingan AS dan negara-negara Barat
- Sebagai senjata biologis dan pemusnah massa
- Menularkan penyakit kaki gajah
- Membentuk atau menularkan gen LGBT
Dipadukan dengan Metoda Konvensional
Terlepas dari keberhasilannya, WMP tetap merekomendasikan agar program nyamuk Wolbachia ini agar dipadu dengan metoda pengendalian nyamuk dan penyakit yang disebabkannya secara konvensional seperti: menggunakan kelambu, melakukan 3M (menguras-menutup-mengubur), menebar larvasida untuk membunuh larva, fogging untuk membunuh nyamuk dewasa, serta mendapatkan vaksinasi. Dari 4 penyakit yang dapat ditularkan atau menggunakan nyamuk A. aegypty sebagai vektornya, dua di antaranya yaitu demam berdarah Dengue dan yellow fever sudah ada vaksinnya, baik untuk dewasa maupun anak-anak.
©IKM 2023-12