Transfusi darah (blood transfusion) adalah sebuah tindakan medis untuk mengganti kekurangan atau kehilangan darah atau komponen darah akibat kecelakaan, tindakan bedah, atau karena penyakit tertentu. Darah berasal dari donor yang ditampung pada kantung khusus dan dialirkan ke dalam tubuh melalui blood transfusion set dan iv catheter pada jalur pembuluh darah vena. Walaupun tindakan transfusi darah seringnya merupakan tindakan kegawatdaruratan yang bersifat menyelamatkan nyawa, tapi tindakan transfusi darah harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak justru mencelakai penerimanya (recipient). Kehati-hatian ini harus dimulai sejak pengumpulan darah dari donor, pemrosesan darah, penyimpanan, sampai dengan pemberian pada penerima.
Fakta Tentang Donor dan Transfusi Darah
- Di AS terdapat daftar yang terintegrasi nama-nama orang yang di-black-list (deferred-donor list) tidak boleh mendo-norkan darahnya. Daftar ini akan selalu dicocokkan dengan nama setiap orang yang akan mendonorkan darahnya.
- Insidensi kejadian infeksi dari darah donor kini sudah bisa ditekan sangat rendah pada angka 1 dari 350 ribu sampai 1 dari 1 juta tindakan transfusi darah.
- Insidensi kesalahan pencocokan darah juga sudah sangat rendah, yaitu 1 dari setiap 14 ribu tindakan transfusi darah.
- Walau pun orang bergolongan darah O, apa lagi dengan rhesus negatif, adalah donor yang paling universal; tapi kini sudah diharuskan agar darah benar-benar sama golongan dan rhesus-nya antara darah donor dan penerimanya. Kecuali dalam kondisi yang sangat terpaksa.
Sebenarnya terdapat lebih dari 100 penggolongan darah, tapi sebagian besar memiliki efek yang tidak signifikan atau bahkan tidak berefek sama sekali terhadap tindakan transfusi darah. Kalau pun ada, maka reaksinya kecil dan dapat diatasi dengan sempurna. Oleh karenanya, penggolongan tersebut dikatakan sebagai penggolongan minor dan hanya digunakan pada kegiatan penelitian saja.
Sementara penggolongan darah yang paling penting dan dipakai hingga sekarang adalah sistem ABO dan sistem rhesus (ABO and Rh system). Penting karena ketidaksamaan golongan darah dapat menyebabkan reaksi penolakan sampai bisa mengancam jiwa. Dalam sistem ABO dan sistem rhesus, golongan darahnya adalah A+, B+, AB+, dan O+, serta A-, B-, AB-, dan O-. Seperti yang dijelaskan di atas, kini golongan darah antara pendonor dan penerimanya harus benar-benar sama, kecuali pada kondisi darurat dan sangat terpaksa; maka golongan darah O dapat menjadi donor universal atau dapat mendonorkan darahnya kepada siapa saja, sementara yang bergolongan darah AB, dapat menerima darah dari siapa saja.
Jenis Transfusi Darah Berdasarkan Sumbernya
1. Donor blood.
Adalah darah yang berasal dari orang lain atau pendonor. Jenis ini adalah yang rutin dilakukan. Donor blood kemudian terbagi dua yaitu; pertama dari sumber tanpa nama (volunteer donor) yang biasa diambil dari PMI (blood bank) dan kedua dari sumber yang dikenal (directed donor) ketika baru diambil dari donor saat ada yang membutuhkan (biasanya dari pihak keluarga).
2. Autologous blood.
Adalah darah yang ditransfusikan berasal dari darah sendiri. Hal ini dilakukan biasanya pada tindakan operasi bila dikhawatirkan akan terjadi kehilangan darah yang cukup banyak selama proses operasi. Keuntungan autologous blood, pasien akan terhindar dari segala jenis penolakan. Namun ada keterbatasannya yaitu akan membuat jadwal operasi diundurkan dan tidak bisa dilakukan untuk kasus infeksi atau kanker. Jenis pertama ini dibagi menjadi:
- Pre-operative donation. Darah diambil dari pasien sendiri beberapa minggu sebelum jadwal operasi kemudian disimpan, untuk kemudian ditransfusikan selama atau setelah operasi.
- Intra-operative autologous transfusion. Yaitu tindakan mendaur ulang darah pasien sendiri yang keluar selama operasi. Darah sebelumnya disaring dan ditransfusikan kembali ke pasien selama operasi berlangsung.
- Post-operative autologous transfusion. Sama seperti yang kedua, tapi pentransfusiannya dilakukan setelah operasi.
- Hemodilution. Darah diambil sebelum operasi, volume yang hilang digantikan dengan cairan infus (biasanya RL). Tujuannya agar bila terjadi perdarahan selama operasi, darah yang keluar tidak berkonsentrasi terlalu tinggi. Setelah operasi darah yang sebelumnya diambil baru ditransfusikan kembali.
- Apheresis. Mendonorkan platelets dan plasma diri sendiri. Platelets dan plasma yang membantu pembekuan darah diambil sebelum operasi, untuk kemudian ditransfusikan kembali ketika dibutuhkan baik saat operasi mau pun setelah operasi selesai dilakukan.
Indikasi dan Jenis Transfusi Darah Berdasarkan Kandungannya
- Red blood cell transfusions. Disebut juga sebagai whole blood transfusions dan merupakan yang paling sering dilakukan. Indikasinya adalah untuk menggantikan darah yang hilang seperti pada kecelakaan, operasi, pada kondisi anemia, aplastic anemia, tukak lambung, dan penyakit lainnya yang menyebabkan perdarahan.
- Platelets and clotting factor transfusions. Darah yang diberikan sudah diproses dari gabungan beberapa kantung darah sehingga lebih tinggi konsentrasi faktor pembekuannya (platelets). Indikasinya untuk pasien demam berdarah, hemophilia, hemolytic anemia, demam berdarah, dan beberapa penyakit autoimmune.
- Plasma transfusions. Darah yang diberikan juga diproses dari beberapa kantung darah, untuk mendapatkan hanya plasmanya saja (bagian bening dari darah). Walaupun sebagian besarnya adalah air, tapi di dalamnya terdapat juga protein, faktor pembekuan, hormon, vitamin, kolesterol, glukosa, dan elektrolit lainnya. Indikasinya adalah untuk pasien luka bakar, gagal hati, dan yang menderita infeksi berat.
Sebelum pendonor mendonorkan darahnya, apa lagi pendonor suka rela, ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang kesehatannya, riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat bepergian ke daerah endemis penyakit, kemungkinan menggunakan narkoba, bahkan kehidupan seksualnya. Kemudian calon pendonor akan diperiksa kesehatan fisiknya oleh dokter, mulai dari tanda vitalnya (tensi, nadi, respirasi, suhu), sampai pemeriksaan fisik lebih detil lainnya. Sample darahnya pun diperiksa untuk melihat Hb dan hematokrit (PCV). Hanya mereka yang lulus penyaringan awal ini yang kemudian dapat mendonorkan darahnya. Di AS nama calon pendonor akan dilihat apakah termasuk ke dalam deferred-donor list. Mereka yang pernah terkena hepatitis setelah usia 11 tahun, pernah menderita kanker, serta pengidap HIV serta yang beresiko tinggi untuk terkena HIV; nama-namanya ada pada daftar tersebut.
Darah yang didapat pun tidak semerta-merta langsung dapat dimanfaatkan. Darah tersebut harus melalui beberapa tahapan pemrosesan, seperti pelabelan golongan darah dan screening infeksi penyakit menular. Yang di screening adalah: Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, virus West Nile, dan virus HTLV-III. Darah yang tidak lulus akan dihancurkan, sementara darah yang lulus akan disimpan oleh PMI (blood bank) untuk diberikan kepada yang membutuhkan. Setelah darah dikeluarkan dari PMI pun masih harus dicatat dengan rapi, sehingga bila terjadi sesuatu reaksi penolakan, infeksi, atau kesalahan lainnya; akan dapat ditelusuri di mana hal yang memerlukan koreksi dan peningkatan mutu agar menjadi lebih baik. Darah hanya dapat disimpan untuk waktu yang singkat, inilah sebabnya mengapa PMI senantiasa membutuhkan darah donor baru.
Resiko Transfusi Darah
1. Immune-related Reaction.
Atau resiko yang terjadi akibat reaksi sistem imunitas. Reaksinya dapat berupa:
- Nonhemolytic fever; di mana terjadi demam tanpa terjadinya penghancuran darah merah (hemolysis). Merupakan reaksi biasa pada tindakan transfusi walau pun darah sudah cocok. Resiko akan meningkat pada orang yang menjalani transfusi darah yang rutin. Kondisi ini bila ditangani dengan tepat, tidak berbahaya dan dapat teratasi dengan sempurna.
- Hemolytic reaction; di mana terdapat demam yang disertai dengan hemolysis. Terjadi bila terdapat kesalahan pencocokan golongan darah atau yang disebut dengan tindakan cross-matching; kondisi ini dapat mencetus reaksi serius (anaphylactic shock) yang mengancam jiwa.
- Mild hemolytic reaction; terjadi bila penyebabnya karena ketidak cocokkan penggolongan darah minor seperti yang dijelaskan di atas. Kondisi ini juga dapat ditangani dengan sempurna.
- An immune reaction to platelets; yaitu penolakan tubuh terhadap komponen platelets pada darah donor. Mereka yang mengalami hal ini akan selalu kesulitan untuk benar-benar menemukan darah donor yang cocok.
- Reaksi imunitas yang menyerang paru-paru; merupakan kondisi yang sangat jarang dengan keluhan kesulitan bernafas, namun biasanya dapat tertangani dengan sempurna.
2. Nonimmune Reaction. Atau resiko yang terjadi bukan akibat reaksi sistem imunitas. Reaksinya dapat berupa:
- Fluid overload (kelebihan cairan); yang terjadi bila tubuh terlalu banyak menerima cairan. Dokter akan memberikan obat yang membuat sering kencing (diuretik) untuk mengurangi kelebihan cairan tersebut.
- Iron overload (kelebihan zat besi) atau yang disebut dengan hemochromatosis; suatu kejadian yang sangat jarang dan juga dapat diatasi dengan pengobatan.
3. Infeksi.
Infeksi yang dapat terjadi akibat transfusi darah adalah Hepatitis B atau Hepatitis C, HIV, dan infeksi virus lainnya. Namun hal ini sudah sangat jarang sekali terjadi akibat tambah baiknya pengelolaan darah donor. Bila handling darah donor kurang higienis mulai dari saat pengambilan darahnya, mungkin darah donor tersebut mengandung bakteri atau parasit, yang dapat mencetus infeksi sistemik. Tapi resikonya kecil, karena darah disimpan dalam kondisi dingin yang mencegah bakteri dan parasit tumbuh. Hanya donor platelets yang beresiko agak besar terhadap kontaminasi bakteri dan parasit karena darah harus disimpan pada suhu ruangan.
Menerima Darah Donor
Calon penerima akan diperiksa juga sample darahnya dan akan dilakukan cross matching yang dilakukan di laboratorium terhadap darah di dalam kantung darah donor; walaupun tulisan pada kemasannya sudah sama dengan golongan darah penerima. Tujuannya adalah agar menekan lebih kecil lagi kejadian ketidakcocokan. Sebelum tindakan transfusi darah, dokter biasa memberikan anti piretik seperti parasetamol serta anti histamin untuk menekan kemungkinan terjadinya reaksi minor seperti yang dijelaskan di atas.
Artificial Blood
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, para ahli kini sedang mencoba menciptakan artificial blood atau darah tiruan sebagai pengganti darah donor. Dengan artificial blood maka tidak akan ada lagi kesulitan mencari donor serta tidak akan mencetus reaksi penolakan berat yang dapat sampai mengancam jiwa. Keuntungan lainnya, artificial blood dapat disimpan lebih lama, dapat disimpan pada suhu ruangan, serta dapat disterilkan untuk menghilangkan sumber infeksi.
Penutup
Hampir semua tindakan transfusi darah merupakan tindakan yang memang harus dilakukan. Walau pun pasien dan keluarganya dapat menolak tindakan transfusi darah, tapi akan sangat beresiko besar terhadap kesembuhan penyakit dan keselamatan jiwa. Yang terpenting adalah keyakinan bahwa PMI (blood bank) sudah sangat baik menangani darah donor, serta dokter yang menangani pasien juga paham akan kondisi-kondisi efek samping yang mungkin terjadi. Maka transfusi darah bisa menjadi sangat aman.
IKM 2017-04