Sudah kita ketahui bersama bahwa puasa adalah suatu praktik menahan diri dari makan, minum, dan kegiatan tertentu pada periode waktu tertentu. Puasa ternyata telah dipraktikkan oleh berbagai agama dan budaya selama ribuan tahun sebagai bentuk pengorbanan, spiritualitas, atau kebersihan. Ternyata selain memiliki nilai spiritual bagi umat Islam yang meng-amalkannya, puasa juga memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, seperti menjaga berat badan, peningkatan kesehatan jantung, meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan risiko diabetes tipe 2, meningkatkan kinerja otak, dan mengurangi risiko kanker. Selain itu puasa ternyata juga dapat membantu meningkatkan produksi hormon-hormon bahagia.
Untuk berfungsi baik dan optimal, tubuh manusia diatur oleh banyak sekali jenis hormon. Sekelompok dari hormon-hormon tersebut dikenal dengan kelompok hormon bahagia. Karena kerja hormon tersebut mempromosikan hal-hal positif, baik secara fisik maupun secara psikis. Seperti yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya, hormon bahagia yang utama adalah endorphin (endorfin). Namun dalam menciptakan ‘bahagia’ untuk fisik dan psikis manusia, endorfin tidak bekerja sendiri. Hormon-hormon lain juga terlibat dalam regulasi suasana hati dan emosi positif dengan cara kerjanya masing-masing, yaitu: serotonin yang dikenal dengan “Hormon Mood Positif”, oxytocin (oksitosin) yang dikenal dengan “Hormon Cinta”, dopamine (dopamin) yang dikenal dengan “Hormon Motivasi”, dan melatonin yang dikenal dengan “Hormon Tidur Nyenyak”.
Puasa dapat meningkatkan produksi hormon-hormon bahagia, karena terjadi peningkatan kadarnya selama aktivitas puasa. Efek dari meningkatnya hormon-hormon bahagia sudah tentu sangat baik bagi fisik dan psikis seseorang. Simfoni dari hormon-hormon bahagia tersebut, akan membuat kerja dan fungsi metabolisme tubuh akan optimal, daya tahan atau sistem imunitas tubuh meningkat, resiko terkena penyakit infeksi dan kanker berkurang, serta dapat membantu memperbaiki kesehatan mental seseorang. Di ujung masa pandemi COVID-19 ini tidak sedikit yang mengalami rasa sedih bahkan depresi karena hal-hal terkait langsung ataupun tidak langsung dengan pandemi di dalam kehidupannya. Sepertinya bulan Ramadhan dapat dijadikan momentum, terutama bagi umat Islam untuk menata kembali hati dan merasakan nikmatnya bahagia.
Puasa dan Endorfin
Sekarang mari kita bahas satu-persatu bagaimana puasa berpengaruh terhadap hormon-hormon bahagia. Yang pertama adalah endorfin sebagai hormon bahagia yang utama. Endorfin adalah peptida opioid yang terkait dengan perasaan senang, meredakan rasa sakit, dan mengurangi stres, yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap situasi stres atau cedera. Hormon ini dapat memberikan efek analgesik atau penghilang rasa sakit, memberikan perasaan senang dan relaksasi. Endorfin diproduksi banyak selama puasa, karena tubuh mengalami “stres” dan ketidaknyamanan akibat kurangnya asupan makanan dan minuman.
Sebagai respons terhadap stres tersebut, tubuh akan mening-katkan produksi endorfin sebagai bagian dari mekanisme adaptasi dan pengendalian nyeri. Endorfin yang dihasilkan selama puasa dapat memberikan efek analgesik atau penghilang rasa sakit, sehingga dapat membantu mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dapat terjadi selama puasa. Selain itu, endorfin juga dapat memberikan perasaan senang dan relaksasi yang dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan selama periode puasa. Hal ini sudah banyak diteliti oleh para ahli di dunia baik yang muslim ataupun tidak, dan sudah direkomendasikan bagi mereka yang mampu dan kuat menjalaninya untuk mengurangi stres dengan melaksanakan puasa.
Puasa dan Serotonin
Serotonin adalah neurotransmitter yang berperan penting dalam pengaturan suasana hati, tidur, nafsu makan, dan fungsi kognitif. Karenanya serotonin sering disebut sebagai “Hormon Mood Positif”. Hormon ini diproduksi oleh tubuh dari asam amino triptofan, dan ditemukan terutama di otak, usus, dan trombosit. Dalam keadaan puasa, kadar serotonin dalam otak meningkat karena makanan yang dikonsumsi selama waktu makan yang terbatas akan memicu produksinya. Puasa juga dapat mempengaruhi produksi serotonin dalam tubuh, karena pada saat puasa, tubuh mengalami perubahan fisiologis dan metabolisme yang signifikan. Salah satu perubahan ini adalah peningkatan kadar asam amino triptofan dalam darah, yang merupakan bahan baku untuk produksi serotonin.
Dalam kondisi normal, triptofan bersaing dengan asam amino lainnya untuk masuk ke otak. Namun, selama puasa terjadi penurunan kadar gula darah sehingga produksi insulin juga menurun dan ini mengurangi persaingan triptofan dengan asam amino lainnya. Hal ini menyebabkan lebih banyak triptofan dapat masuk ke otak dan digunakan untuk produksi serotonin. Penelitian telah menunjukkan bahwa puasa dapat meningkat-kan kadar serotonin dalam otak dan meningkatkan suasana hati serta kesejahteraan psikologis pada peserta subjek penelitian.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Oksitosin adalah hormon yang diproduksi oleh otak dan terlibat dalam banyak fungsi tubuh, termasuk melahirkan, menyusui, dan hubungan sosial. Oksitosin juga hormon yang terkait dengan ikatan sosial, rasa cinta, dan kebahagiaan dalam hubungan interpersonal, karenanya disebut sebagai “Hormon Cinta”. Oksitosin dapat meningkat selama puasa karena meningkatnya rasa persaudaraan dan kebersamaan di antara orang-orang yang berpuasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa meningkatkan kadar oksitosin dalam tubuh. Salah satu studi pada tikus menemukan bahwa puasa selama 48 jam meningkatkan kadar oksitosin dalam darah mereka. Studi pada manusia juga menunjukkan hasil yang serupa, dengan peningkatan kadar oksitosin setelah puasa selama 24 jam.
Peningkatan kadar oksitosin ini diduga terjadi karena mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan makanan. Ketika seseorang berpuasa, tubuh memproduksi oksitosin sebagai respons terhadap stres dan kekurangan makanan. Oksitosin kemudian dapat membantu mengatur nafsu makan dan mengurangi keinginan untuk makan lebih banyak. Beberapa penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa oksitosin dapat mengurangi nafsu makan dan meningkatkan perasaan kenyang. Oleh karena itu, peningkatan kadar oksitosin akibat puasa dapat membantu menekan nafsu makan dan membantu seseorang untuk menjaga diet atau pola makan yang sehat.
Puasa dan Dopamin
Dopamin adalah neurotransmitter yang terlibat dalam emosi, pengaturan fungsi belajar, motivasi, dan reward. Karenanya dopamin sering dikatakan sebagai “Hormon Motivasi”. Seperti juga serotonin, dalam keadaan puasa dopamin dalam otak meningkat karena makanan yang dikonsumsi selama waktu makan yang terbatas akan memicu produksinya. Hal ini terjadi karena penurunan asupan makanan dan glukosa darah dapat memicu sistem reward di otak, yang kemudian meningkatkan produksi dopamin. Sistem reward di otak juga menghasilkan dopamin saat kita melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti makan makanan yang enak atau melakukan aktivitas fisik yang memuaskan.
Selain itu, penelitian juga melaporkan bahwa aktivitas puasa juga dapat membantu meningkatkan sensitivitas reseptor dopamin di otak. Sensitivitas reseptor dopamin yang rendah telah dikaitkan dengan kondisi seperti depresi dan kecanduan, sehingga peningkatan sensitivitas dapat membantu melawan gejala-gejala tersebut. Dengan demikian puasa yang dilakukan selain bertujuan secara spiritual, ternyata ada peran hormon dopamin untuk mengatasi depresi, rasa kecewa, rasa sedih, dan rasa negatif lainnya yang sering terjadi ketika sensitivitas reseptor dopamin rendah.
Puasa dan Melatonin
Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh otak dan memiliki peran penting dalam regulasi siklus tidur dan bangun seseorang. Otak harus memproduksi melatonin yang cukup agar seseorang dapat tidur dengan baik dan optimal. Karenanya, hormon ini juga dikenal dengan “Hormon Tidur Nyenyak”. Produksi melatonin dipengaruhi oleh sinyal dari lingkungan, terutama oleh cahaya. Produksi melatonin cenderung mening-kat pada malam hari ketika cahaya redup, dan menurun pada siang hari ketika cahaya terang. Praktik puasa dapat berdampak pada produksi hormon melatonin. Dalam sebuah studi pada tikus, puasa selama 28 hari meningkatkan kadar melatonin dan aktivitas enzim yang terkait dengan produksi melatonin di otak.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan produksi melatonin pada malam hari. Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa melatonin juga dapat mempengaruhi proses puasa itu sendiri. Melatonin dapat mempengaruhi rasa lapar dan mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi selama periode puasa. Dengan meningkatnya melatonin dilaporkan oleh penelitian lain bahwa melatonin dapat memperbaiki regulasi glukosa darah dan meningkatkan sensitivitas insulin selama puasa. Di sini jelas terlihat adanya hubungan timbal-balik yang terus saling menguatkan antara puasa dan produksi hormon melatonin. Inilah sebabnya mengapa orang yang berpuasa di siang hari akan tidur lebih pulas pada malam harinya.
Puasa dan Hormon Stres
Ketika stres muncul, tubuh memproduksi hormon-hormon stres terutama hormon cortisol yang muncul bila stres yang dialami terjadi dalam waktu panjang dan berlarut-larut. Akibat dari hadirnya hormon-hormon stres, tubuh akan berusaha mengimbangi dengan memproduksi hormon-hormon bahagia. Dengan berpuasa seperti yang diuraikan di atas, terjadi peningkatan kelompok hormon-hormon bahagia sehingga bisa disimpulkan bahwa aktivitas puasa juga dapat membantu mengurangi kadar stres cortisol, yang berperan dalam mengurangi keseimbangan hormon bahagia. Pada akhirnya orang yang mengamalkan ibadah puasa, apa lagi didorong oleh keyakinan spiritual akan lebih tambah rendah lagi hormon stres dan tambah tinggi lagi hormon bahagia di dalam tubuhnya.
Simfoni Hormon Bahagia
Tidak satu hanya endorfin saja, tapi semua hormon bahagia meningkat produksinya selama berpuasa. Hormon mood positif, hormon cinta, hormon motivasi, dan hormon tidur nyenyak terdapat tinggi di dalam tubuh orang yang berpuasa. Bahkan hormon stres juga ditekan karena aktivitas puasa. Maka dapat dibayangkan efek positif yang ditimbulkan. Pada fisik sudah tentu terjadi suatu kondisi optimal untuk perbaikan sel, untuk pertumbuhan dan perkembangan (bagi anak-anak yang masih dalam periode tumbuh-kembang), meningkatkan sistem imunitas tubuh, untuk melawan infeksi dan agen-agen penyakit, untuk mencegah kanker, untuk mengoptimalkan metabolisme, bahkan untuk kecantikan dan kecerahan kulit. Lalu kondisi baik juga terjadi untuk psikis karena hati menjadi tenang, pikiran jernih, dan rasa bahagia dan cinta menyelimuti orang yang mengamalkan dan melaksanakan aktivitas puasa.
Tips Berpuasa Agar Meningkatkan Hormon Bahagia
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana hormon bahagia dan puasa berinteraksi, terutama kondisi kesehatan individu yang menjalaninya. Karena perlu diingat bahwa setiap orang memiliki respons tubuh yang berbeda terhadap puasa, dengan peningkatan kadar hormon bahagia yang berbeda-beda pula. Agar benar-benar mendapatkan manfaat puasa untuk membangkitkan simfoni hormon-hormon bahagia, ada beberapa tips berpuasa sehat, sbb.:
- Puasa harus dijalani secara ikhlas tanpa paksaan.
- Sebelum menjalani puasa harus mempersiapkan tubuh dalam keadaan sehat.
- Juga mempersiapkan pikiran dan psikis dengan memasang niat yang benar.
- Menjaga tetap sehat dengan tetap menerapkan pola makan sehat selama sahur, berbuka, dan konsumsi makanan di malam hari.
- Menjaga asupan air yang cukup yang dibagi ketika sahur, berbuka, dan di malam hari.
- Beristirahat yang cukup di malam hari, dan bila memungkinkan tidur sebentar (napping) di siang hari.
- Konsultasikan kepada dokter bila ada gangguan kesehatan.
©IKM 2023-03