Penyakit autoimun (autoimmune disease) adalah suatu kondisi di mana sistem imunitas (immune system) yang seharusnya melindungi kita dari berbagai penyakit dan berbagai jenis infeksi, malah “secara salah” merusak sel-sel sehat di dalam tubuh. Ini terjadi karena cara kerja sistem imunitas adalah mengenali keberadaan agen penyakit atau patogen, lalu sistem imunitas membuat sel spesifik untuk mentarget sel-sel asing tersebut. Biasanya sistem imunitas dapat membedakan antara sel-sel asing dengan sel-sel normal tubuh, namun pada orang dengan penyakit autoimun, sistem imunitas salah mengenali sel-sel normal tubuh sebagai sel-sel asing, mengeluarkan protein yang disebut autoantibodies yang menyerang sel sehat tersebut. Ada penyakit autoimun yang hanya merusak 1 organ saja, seperti sendi, namun ada yang merusak seluruh tubuh seperti Lupus (systemic lupus erythematosus).
Para ahli sampai kini masih belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan sistem imunitas bisa salah sasaran. Namun sudah dapat diketahui siapa saja orang yang lebih berisiko terkena penyakit autoimun, sbb.:
- Wanita lebih berisiko dibandingkan pria.
- Memiliki riwayat dalam keluarga yang juga terkena penyakit autoimun.
- Etnis kulit putih (Kaukasoid)
- Terpapar faktor lingkungan seperti sinar matahari, air raksa, zat-zat kimia pertanian, merokok dan terpapar asap rokok orang lain, konsumsi alkohol.
- Terinfeksi oleh beberapa jenis bakteri atau virus, termasuk virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 (C19).
- Memiliki kondisi medis lain seperti obesitas, atau sudah memiliki penyakit autoimun juga sebelumnya.
Walaupun gejala khusus tentunya sesuai dengan target organ yang diserang oleh sistem imunitas, namun ada gejala umum dari penyakit autoimun di mana seseorang sering menderita gejala sbb.:
- Fatigue atau rasa lemah
- Pusing atau sakit kepala ringan
- Demam tapi tidak tinggi
- Sakit-sakit otot
- Bengkak pada bagian tubuh yang sakit
- Sulit berkonsentrasi
- Kebas pada tangan dan kaki
- Rambut rontok
- Kulit memerah (skin rash)
Penyakit Autoimun yang Umum dan Gejalanya
Para ahli sampai saat ini sudah mengidentifikasi lebih dari 100 jenis penyakit autoimun pada manusia. Beberapa di antaranya termasuk yang umum terjadi, seperti:
- Diabetes tipe 1. Sistem imunitas menghancurkan sel-sel produsen insulin di dalam pankreas. Gejala muncul disebabkan naiknya kadar gula dalam darah seperti cepat haus, cepat lapar, banyak minum, banyak makan, badan sering lemas, dll.
- Rheumatoid arthritis (RA). Sistem imunitas menyerang persendian dengan gejala sendi yang terkena bersifat cermin atau simetris antara kiri dan kanan. Dapat dikeluhkan bengkak, hangat, kaku, dan nyeri pada sendi yang terkena. Walaupun biasa terjadi pada usia >30 tahun, tapi bisa terjadi pada anak yang disebut juvenile idiopathic arthritis.
- Psoriasis. Sel-sel kulit terus tumbuh dan mati secara teratur. Pada psoriasis sistem imunitas menyebabkan sel-sel kulit tumbuh terlalu cepat sehingga sel-sel ekstra menumpuk dan membentuk peradangan. 30% penderita psoriasis juga menderita psoriasis arthritis yang menyerang persendian seperti nomor 2 di atas.
- Systemic lupus erythematosus (SLE). Pada Lupus sistem imunitas merusak hampir semua organ di dalam tubuh, termasuk sendi, ginjal, otak, dan jantung. Gejala paling umum adalah nyeri sendi, rasa lemas, dan kemerahan di kulit dan di muka membentuk pola kupu-kupu.
- Inflammatory bowel disease (IBD). Sistem imunitas menyebabkan peradangan pada dinding dalam usus dan sistem pencernaan. Ada 2 jenis yang sering terjadi yaitu Crohn’s disease yang kerusakannya dari mulut sampai anus, dan ulcerative colitis kerusakan usus besar sampai rektum. Gejalanya adalah diare, nyeri perut, dan terjadi tukak yang berdarah.
- Multiple sclerosis. Sistem imunitas merusak selubung pelindung sel-sel syaraf yang disebut myelin sheath pada sistem syaraf pusat. Rusaknya selubung ini memperlambat hantaran pesan antara otak ke syaraf tulang punggung dan ke seluruh tubuh, menimbulkan gejala kebas, lemah, gangguan keseimbangan, dll.
- Myasthenia gravis. Sistem imunitas merusak syaraf yang berefek pada hantaran syaraf otak yang mengon-trol otot, sehingga bisa terjadi gangguan pada gerakan bola mata, membuka dan menutup kelopak mata, gerakan otot-otot muka, dan gangguan menelan.
- Celiac disease. Penderitanya tidak bisa makan makanan yang mengandung gluten, sejenis protein pada gandum. Karena ketika gluten masuk ke dalam usus, sistem imunitasnya menyerang usus yang ada gluten tsb., me-nyebabkan muntah, diare/konstipasi, dan perdarahan saluran cerna.
Para ahli terus berusaha mencari penyebab pasti dari penyakit autoimun ini. Salah satu hipotesis yang sedang diuji adalah disebabkan oleh infeksi kronis yang mening-galkan scar atau “bekas luka” pada sistem imunitas yang dapat mencetus kesalahan dan ketidakseimbangan pada kerja sistem imunitas ini. Hipotesis ini kembali terbukti pasca pandemi C19, di mana penderita C19 kronis berisiko sangat tinggi terkena penyakit-penyakit autoimun bahkan setelah sembuh dari C19-nya. Para ahli kini masih mencari kapan dan bagaimana kesalahan pada kerja sistem imunitas ini mulai terjadi di dalam tubuh penderita.
Selain mencari penyebabnya, para ahli juga banyak meneliti gen mana yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya sehingga anak juga bisa memiliki penyakit autoimun yang sama. Para peneliti dari National Institute of Aging (NIA) telah mengerucutkan 5 dari 89 variasi gen manusia yang dipercaya bertanggung jawab terhadap terjadinya penyakit autoimun. Kelima gen itu terasosiasi dengan bagaimana tubuh memproduksi sel-sel sistem imunitas, menyimpan-nya, dan mentransportasikan sel-sel dan molekul-molekul pertahanan spesifik terhadap penyakit dan benda asing tersebut. Gen yang sama tentunya berkontribusi terhadap penyakit-penyakit autoimun.
Hasil penelitian akan segera diterbitkan dalam jurnal penelitian ilmiah, di mana NIA meneliti 8,2 juta variasi gen dalam darah dari 1.629 orang di pulau Sardinia, Italia. Penelitian dilakukan di pulau Sardinia karena penduduk yang tinggal di sana dapat di-trace nenek moyangnya sampai 20 ribu tahun yang lalu saat pulau di Mediterania ini dihuni. Peneliti meyakini pola ini juga bisa disamakan pada bagian lain di dunia. Dengan memperdalam penelitian genetis ini, diyakini suatu saat nanti dapat dibuat terapi spesifik pada orang tertentu untuk mengobati sistem imunitasnya yang terlewat aktif itu.
Tidak Semua Penyakit Autoimun Diturunkan
Walaupun ayah atau ibu memiliki penyakit autoimun, belum tentu 100% penyakit tersebut diturunkan ke anak-anaknya. Karena banyak penyakit autoimun baru muncul dari kombinasi genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh besar sebagai kombinasi pencetus tersebut dipercaya adalah infeksi, merokok dan terpapar asap rokok orang lain, serta konsumsi alkohol. Artinya, bila sang anak bisa hidup sehat bebas dari infeksi, asap rokok, atau konsumsi alkohol, belum tentu ia harus menderita penyakit yang sama dengan orang tuanya.
Super Immune Cells
Para ahli juga sudah menemukan bahwa sel-T biasa dapat bertransformasi menjadi sebuah “sel-T super” yang dikenal juga sebagai regulatory T-cell (T-reg) di mana ia dapat menahan kejadian penyakit autoimun. T-reg memiliki kemampuan untuk mengendalikan tingkat keparahan respon imunitas tubuh. Para ahli yakin dengan memahami secara detil bagaimana T-reg bekerja, dapat menjadi cara pengobatan berbagai penyakit autoimun. Penelitiannya dilakukan pada penyakit diabetes tipe 1 dan rheumatoid arthritis yang diterbitkan secara online dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Golongan Darah dan Penyakit Autoimun
Baru-baru ini ditemukan bukti bahwa beberapa penyakit autoimun lebih cendrung terjadi pada mereka dengan golongan darah tertentu. Walaupun hasil penelitiannya belum terkonklusikan secara pasti dan masih banyak penelitian lanjutan yang harus dilakukan, tapi tidak ada salahnya untuk mengetahui kecendrungan tersebut.
- Diabetes tipe 2 yang juga dianggap sebagai penyakit autoimun ini lebih cendrung terjadi pada mereka dengan golongan darah A dan B, dan lebih rendah kejadiannya pada orang bergolongan darah AB atau O.
- Penyakit rheumatic ditemukan kecendrungannya lebih tinggi (92.2%) pada orang yang memiliki Rhesus positif.
- Lupus (SLE) kecendrungannya tinggi pada orang bergo-longan darah A atau B.
- Crohn’s disease lebih cendrung terjadi pada orang bergolongan darah AB dan yang bergolongan darah O lebih terproteksi untuk terkena.
- Multiple sclerosis lebih cendrung terjadi pada orang bergolongan darah A+ atau B+
Stres dan Penyakit Autoimun
Sejak awal tahun 2000-an banyak penelitian yang menemukan hubungan signifikan antara stress disorders atau penyakit-penyakit stres dengan kondisi atau kejadian penyakit autoimun. Seperti post-traumatic stress disorder (PTSD) dan kecemasan terkait dengan diabetes tipe 1, celiac disease, dan rheumatoid arthritis. Penelitian terbaru pada 106 ribu orang dengan penyakit terkait stres dan lebih dari 1 juta orang yang tidak memiliki penyakit terkait stres; kembali menegaskan ulang bahwa benar penyakit-penyakit terkait stres tersebut secara signifikan meningkatkan risiko munculnya penyakit autoimun, terutama bagi yang memang memiliki faktor keturunan dan lingkungan yang membuatnya lebih mudah untuk muncul.
Walaupun belum dapat ditentukan secara pasti mekanisme dibalik penyakit terkait stres meningkatkan risiko penyakit autoimun, namun sudah dapat dipastikan bahwa tingginya hormon stres cortisol di dalam tubuh melemahkan sistem imunitas dan ternyata dapat membuat kerjanya terganggu sampai bisa menyerang sel-sel tubuh sendiri. Yang paling banyak diteliti adalah penyakit rheumatoid arthritis pada wanita, di mana wanita yang memiliki penyakit terkait stres seperti depresi, kecemasan, dan PTSD lebih besar kemungkinannya terkena RA dibandingkan dengan yang tidak, dan lebih sulit untuk mendapatkan remisi dari penyakit RA yang diderita mereka.
Penutup
Misteri penyakit autoimun sangat banyak, para ahli secara lambat tapi pasti semakin memahaminya. Sampai ditemukan terapi penyembuhan dan rekayasa genetika untuk menghindari diturunkan penyakit autoimun di dalam keluarga, maka cara yang paling bijaksana adalah dengan mengendalikan diri menjauh dari faktor lingkungan perusak seperti yang dibahas di atas serta juga mengelola stres karena dapat membuat risikonya membesar.
©IKM 2023-11