Ketika mendengar kata “menopause” tidak sedikit wanita yang khawatir dan gugup saat harus menghadapinya. Padahal merupakan suatu proses alamiah yang dilewati seluruh makhluk hidup jenis mamalia termasuk manusia. Kekhawatiran tersebut muncul karena tidak begitu paham dan sering termakan oleh informasi yang tidak benar. Untuk istilah saja banyak yang tidak mengetahui bahwa sebelum “menopause” ada yang namanya “premenopause”, lalu “perimenopause”, dan setelah menopause ada “postmeno-pause”. Dalam artikel ini kita menitikberatkan bahasan pada perimenopause karena merupakan tahapan yang paling banyak mencetus gangguan pada wanita.
- Premenopause. Istilah ini sering disalah-artikan sebagai tahapan sebelum menopause ketika banyak kelainan atau perubahan muncul. Padahal saat kelainan atau perubahan itu muncul merupakan tahap selanjutnya yaitu perimeno-pause. Premenoapuse sendiri adalah tahap saat seorang wanita masih subur di usia muda, masih rutin menstruasi, dan belum ada tanda-tanda peri ataupun menopause.
- Perimenopause. Baru setelah kelainan atau perubahan muncul seorang wanita masuk dalam tahap perimenopause yang akan kita banyak bahas di bagian bawah.
- Menopause. Adalah ketika seorang wanita sudah tidak mengalami menstruasi dalam waktu 1 tahun berturut-turut dan dikatakan sebagai akhir dari masa reproduksinya.
- Postmenopause. Adalah tahap setelah seluruh kelainan ataupun perubahan sudah benar-benar tidak terjadi lagi seperti pada wanita lanjut usia.
Secara istilah “peri” berarti “di sekitar”, jadi bisa diartikan sebagai masa di sekitar atau mendekati menopause. Secara arti merupakan fase transisi sebelum terjadinya meno-pause. Tanda pasti perimenopause adalah ketika terjadi penurunan hormon estrogen yang signifikan. Panjangnya waktu perimenopause berbeda pada setiap wanita antara beberapa bulan sampai bisa sepanjang 10 tahun. Dalam kurun waktu tersebut wanita mengeluhkan 4 hal yang paling sering yaitu (1) perubahan dari siklus menstruasi, (2) muncul hot flashes atau sering merasa gerah, (3) gangguan tidur, dan (4) mood swing atau perubahan suasana hati.
Faktor Risiko Perimenopause Dini
Adanya perubahan hormonal namun tidak rutin yang bisa terjadi secepat-cepatnya mulai usia wanita di 30-an belum dapat dikatakan sebagai perimenopause. Namun ada wanita yang memang bisa memasuki tahapan perimeno-pause dalam hidupnya lebih cepat dari normal, yaitu mereka yang memiliki faktor risikonya sbb.:
- Memiliki riwayat keluarga yang juga mengalami menopause dini (lebih cepat dari normal).
- Seorang wanita perokok aktif ataupun pasif berat (terpapar asap rokok setiap hari dalam jumlah banyak).
- Sangat jarang atau tidak melakukan hubungan seks sama sekali.
- Pernah menjalani operasi angkat rahim (hysterectomy) atau operasi angkat indung telur (oophorectomy).
- Menjalani pengobatan kanker (chemotherapy).
Hamil pada Masa Perimenopause
Ada satu hal yang penting untuk dimengerti bahwa walaupun sudah terjadi penurunan estrogen di dalam tubuhnya secara signifikan, seorang wanita masih mungkin untuk hamil. Karena kehamilan baru tidak akan terjadi ketika sel telur tidak lagi dilepas oleh ovarium sehingga siklus menstruasi juga terhenti, yaitu ketika sudah masuk pada tahapan menopause (tidak mendapatkan menstruasi 1 tahun berturut-turut). Kehamilan yang terjadi di masa perimenopause beresiko tinggi baik bagi ibu maupun bayinya. Kualitas bayi yang tumbuh di dalam rahim wanita perimenopause tidak akan maksimal dan rentan terjadi banyak komplikasi. Karenanya sangat penting untuk tetap menggunakan kontrasepsi bagi wanita yang masih aktif berhubungan seks pada masa ini.
Gejala-Gejala Perimenopause
Selain 4 gejala paling umum yang disebutkan di atas, seorang wanita juga dapat mengalami gejala:
- Siklus menstruasi menjadi tidak teratur.
- Jumlah darah menstruasi lebih banyak atau lebih sedikit dari normal kebiasaan dirinya.
- Terjadi PMS (premenstrual syndrome) yang lebih buruk dari sebelum-sebelumnya.
- Nyeri pada payudara.
- Kehilangan keingingan untuk hubungan seks.
- Mudah sekali terjadi kenaikan berat badan.
- Rambut rontok lebih banyak dari biasanya.
- Jantung berdebar (palpitasi).
- Sering sakit kepala.
- Sakit-sakit otot.
- Sering terjadi infeksi saluran kemih.
- Terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
- Gangguan konsentrasi dan sering lupa.
Karena perimenopause pasti terjadi pada setiap wanita, maka menjadi sangat penting bagi seorang wanita untuk mengetahui bagaimana cara bijak menghadapi gejala dari perimenopause tersebut. Salah satunya adalah seperti yang dilaporkan oleh sebuah penelitian di mana 70% wanita mengalami perubahan suasana hati (mood swing). Keluhan ini normalnya mulai muncul di usia 40an. Wanita yang mengalaminya lebih mudah terpancing emosi dan lebih tidak sabaran. Hal ini terjadi karena produksi estrogen juga mempengaruhi turunnya produksi hormon serotonin, yang merupakan “hormon mood positif”. Sudah jelas hal ini akan membuat suasana hati menjadi tidak karuan. Seiring waktu tubuh akan beradaptasi sehingga mood akan kembali stabil.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar wanita dapat menjalani masa-masa transisi ini dengan bijak tanpa mengorbankan dirinya, pasangan, ataupun orang lain, sbb.:
- Terima kondisinya dengan ikhlas, sehingga hati dan fikiran bisa sejalan dan menjadi lebih tenang.
- Pelajari hal-hal yang memancing emosi dan berusaha untuk sebisa mungkin menghindarinya.
- Dekatkan diri pada Allah SWT dan lebih rajin beribadah.
- Menjadikan diri lebih aktif, terutama menjalani aktivitas yang disenangi seperti hobby, dll.
- Diskusikan dengan pasangan dan orang terdekat.
- Bila perlu, cari pertolongan medis untuk mendapatkan obat-obatan agar dapat lebih membantu kondisinya.
Perimenopause dan Perubahan Siklus Menstruasi
Perubahan siklus menstruasi adalah sesuatu yang pasti terjadi, sehingga tidak perlu terlalu dirisaukan. Berikut perubahan yang mungkin terjadi:
- Spotting di tengah-tengah siklus. Bisa terjadi adanya bercak darah di tengah siklus menstruasi. Adalah kondisi normal karena perubahan hormon merangsang menebalnya dinding rahim. Sebagian besar wanita mengalaminya mulai dari beberapa hari sebelum menstruasi lalu berlanjut menjadi menstruasi. Kondisinya aman, dibiarkan saja, dan tidak ada yang bisa dilakukan sendiri. Namun bila terus terjadi pada setiap siklus, saatnya menghubungi dokter.
- Darah menstruasi yang sangat banyak. Ketika kadar estrogen tinggi berbanding progesterone, dinding rahim akan menebal. Akibatnya ketika terjadi menstruasi jumlah darah menstruasinya akan sangat banyak. Bisa juga terjadi karena satu periode menstruasi terlewati sehingga menstruasi berikutnya menjadi lebih banyak. Ini juga suatu kondisi normal. Tapi bila sangat banyak sampai harus mengganti pembalut sangat sering, atau terganggu tidur malam karena “banjir”, atau lebih dari 7 hari maka saatnya menghubungi dokter; karena dapat membuat tubuh lemas dan beresiko terjadi anemia.
- Warna dan konsistensi menstruasi berubah. Warna darah menstruasi bervariasi dari merah cerah sampai coklat. Pada masa perimenopause, wanita akan tambah sering mengalami menstruasi dengan warna yang gelap/ coklat-merah kehitaman. Selain itu konsistensinya juga berubah menjadi encer atau malah kental menggumpal. Perubahan warna dan konsistensi ini terjadi karena waktu yang diperlukan oleh dinding rahim untuk luruh. Bila terjadi sesekali atau tidak terus menerus, bisa diabaikan dan menjadi kondisi biasa pada perimenopause. Tapi bila terus terjadi atau berubah baunya, maka saatnya ke dokter karena bisa menjadi tanda infeksi/kondisi medis lainnya.
- Siklus menstruasi yang memendek. Hal ini biasa terjadi terutama pada fase awal dari perimenopause dan bisa dijadikan tanda kemungkinan dimulainya masa perimeno-pause. Jumlah harinya bisa berkurang 2-3 hari dari biasa, atau panjangnya siklus kurang dari 28 hari. Hal ini terjadi karena estrogen kadarnya menurun sehingga siklus memendek. Dinding rahim juga terbentuk tipis, sehingga saat menstruasi jumlah darah menstruasinya menjadi sedikit pula.
- Siklus menstruasi yang memanjang. Sebalikya pada fase lanjutan dari perimenopause siklus cendrung memanjang, baik dari jumlah harinya, ataupun durasinya. Yang dikatakan panjang adalah bila lebih dari 38 hari. Hal ini terkait dengan siklus anovulatory atau kondisi tidak terjadinya ovulasi. Kedua hal di atas (no. 4 dan 5) hampir pasti terjadi, sehingga tidak perlu dirisaukan sama sekali.
- Tidak datang menstruasi. Akhirnya siklus menstruasi tersebut malah tidak datang sama sekali untuk beberapa bulan. Bila dalam 12 bulan berturut-turut tidak terjadi lagi menstruasi, maka fase perimenopause selesai dan memasuki fase menopause. Tapi harus dimengerti, tidak datangnya menstruasi bisa merupakan tanda terjadinya kehamilan. Sehingga bila masih aktif berhubungan seks lalu tidak mendapat menstruasi, seorang wanita harus melakukan tes kehamilan atau konsultasikan ke dokter.
Bila Terjadi Nyeri
Hampir semua tanda dan keluhan yang terjadi pada fase perimenopause dari kehidupan seorang wanita itu tidak menimbulkan nyeri yang serius. Nyeri perut memang wajar terjadi terutama pada waktu sebelum menstruasi, tapi merupakan nyeri yang memang biasa dirasakan sejak ia berusia muda. Maka bila terjadi nyeri yang berbeda dari biasanya, atau intensitasnya lebih nyeri dari biasanya, maka harus segera diperiksakan ke dokter. Hal yang mungkin menyebabkan nyeri pada perut bawah wanita perimenopause terkait siklus menstruasi yang harus diwaspadai adalah: endometriosis (peradangan rahim), fibroids (tumor), atau PID (pelvic inflammatory disease – peradangan organ panggul).
Bila sudah diyakinkan dokter bukan merupakan 3 hal di atas, maka nyeri yang terjadi masih dianggap merupakan kejadian alami. Tapi sudah tentu tetap dapat mengganggu aktivitas harian wanita. Maka selain minum obat yang diresepkan dokter, ada beberapa cara yang dapat dilakukan setidaknya dapat mengurangi rasa nyeri sbb.:
- Konsumsi makanan berserat tinggi, karena dapat menurunkan kadar prostaglandin di dalam tubuh untuk mengurangi remasan rahim saat menstruasi.
- Konsumsi makanan berkadar Omega-3 yang dapat membantu menyeimbangkan kadar hormon di tubuh.
- Konsumsi makanan atau suplemen yang mengandung vitamin B-2, B-3, B-6, vitamin E, zinc, dan magnesium untuk mengurangi rasa nyeri.
- Hindari minuman berkafein tinggi/minuman bersoda
- Kurangi asupan natrium, yang terdapat dalam garam, penyedap rasa, kerupuk, dan cemilan asin lainnya.
©IKM 2023-05