Stres untuk Hebat, bukan berarti bahwa bila ingin hebat maka Anda harus terlebih dahulu harus stres. Tetapi apa bila Anda ingin hebat, maka Anda harus “menggunakan” stres yang ada menjadi ingredient tambahan yang harus ada dalam konteks menjadi hebat. Semua kehebatan di dunia ini, semua pencapaian dalam karir, semua harta yang dimiliki, semua kesuksesan, bahkan semua keberhasilan dapat saja dinilai hebat, namun tanpa adanya ingredient stres rasanya kehebatan tersebut akan menjadi hambar. Justru kehebatan baru dirasakan hebat ketika harus meraihnya dengan sebuah perjuangan di mana di dalamnya sudah tentu akan selalu terdapat elemen stres.
2 Orang di Dunia yang tidak Stres
Mengapa tidak? Sekarang mari kita perdalam lagi. Sekarang coba tanyakan diri kita, kira-kira siapa orang yang ada di dunia ini yang tidak memiliki stres dalam kehidupannya? Jawabannya hanya ada dua orang. Yang pertama adalah orang yang sudah meninggal, dan kedua adalah orang gila. Bila Anda merasa masih hidup dan merasa tidak gila, maka sesungguhnya Anda memiliki stres. Jadi di sini saya tidak mengajak Anda untuk menghilangkan stres, malah sebaliknya saya akan menggelitik Anda dengan mengatakan bahwa sesungguhnya Anda memiliki stres; kecuali Anda sudah meninggal atau Anda sudah kehilangan kewarasan Anda.
Stres Bersifat Subjektif
Masalahnya sekarang, stres itu bersifat amat sangat subjektif. Bagi seorang yang penuh dengan cobaan hidup dan senantiasa terkena stres yang berat, maka pada level tertentu ia akan menjadi kuat terhadap stres yang ringan. Sebaliknya bagi seorang yang jarang terkena cobaan hidup, hidupnya senantiasa nyaman dan tentram, jarang terkena stres yang berat, maka pada level tertentu ia sangat rentan terhadap stres bahkan untuk stres yang ringan sekalipun. Saya menggunakan terminologi ‘level tertentu’ dalam argumen saya di atas, karena bagi orang pertama yang hidup penuh dengan stres, ia dapat berada pada suatu level yang hanya dengan stres ringan saja sudah dapat merubah dirinya dari orang waras menjadi orang gila. Tidak berbeda untuk orang kedua yang hidup dengan stres ringan, sekali terkena stres berat juga dapat merubah dirinya menjadi orang gila.
Stres itu Unik dan Spesifik
Masalahnya sekarang juga, stres itu sangat unik dan spesifik untuk individu atau orang tertentu. Satu faktor pencetus stres atau stressor bagi satu orang, boleh jadi bagi orang kedua bukanlah suatu hal yang besar dan dirinya tidak terpengaruh atau kuat dalam menghadapinya. Sebaliknya satu stressor bagi orang kedua, yang membuat dirinya instan menjadi stres, boleh jadi malah bagi orang pertama merupakan suatu yang biasa dan ia akan santai-santai saja dalam menghadapinya. Begitulah seterusnya untuk orang yang berbeda akan memiliki stressor yang berbeda pula.
Hubungan Stres dengan Perjalanan Hidup
Ini semua disebabkan karena stres erat sekali hubungannya dengan pengalaman dan perjalanan hidup seseorang. Pengalaman dan perjalanan hidup seseorang itu mengukir kepribadian, pola fikir atau mindset, dan cara pandang dirinya terhadap hidup dan memaknai stres itu sendiri. Bagi yang kuat, ia akan dapat memenangkan ‘pertempuran’ melawan kondisi stres kehidupan bagi dirinya tersebut dan menjadi hebat. Sebaliknya bagi yang tidak kuat, akan membuat dirinya tambah terpuruk, menjadi seorang yang neurosis, bahkan bisa sampai menjadi seorang yang psikosis atau gila.
Neurosis vs Psikosis
Perbedaan antara seorang yang stres dengan gejala-gejala neurosa atau seorang neurosis yang pada dirinya dengan orang gila atau psikosis, memang sangat tipis. Perbedaannya berada pada kemampuan dirinya untuk bisa menempatkan dirinya pada konteks kenyataan atau realita. Seorang yang masih waras, walaupun hidup penuh dengan stres yang berat boleh saja memiliki gejala-gejala neurosa tapi ia senantiasa masih dapat berpijak pada kenyataan atau realita. Ia masih tahu tentang posisi dirinya dalam kehidupan dan lingkungan sosial, masih menyadari akan hidup dan tanggung jawab dalam kehidupannya, dan tidak kalah penting ia masih mengenal Tuhan-nya.
Sementara orang yang ketika terkena satu episode stres dalam kehidupannya, kemudian tidak bisa kembali pada kenyataan dan realita, maka ia dikatakan sudah gila atau psikosis. Orang tersebut akan tidak tahu lagi posisi dirinya dalam kehidupan dan lingkungan sosialnya, kehilangan kesadaran akan hidup dan lupa akan tanggung jawab dalam kehidupannya, serta yang pasti ia sudah tidak lagi mengenal Tuhan-nya. Anda akan temui bahasan lebih mendalam tentang hal ini pada kupasan dalam Part 2; tentang bagaimana mengontrol stres.
Stres yang Dibutuhkan untuk menjadi Hebat
Jadi stres yang seperti apa yang kita butuhkan? Stres yang bagaimana yang masih kita katakan sehat? Serta stres pada level apa yang berguna bagi kita agar kita menjadi hebat? Semua aspek dalam medis apa pun itu, yang kita butuhkan, yang kita katakan sehat, dan yang berguna bagi kita, termasuk di dalamnya stres; adalah yang ‘sedang-sedang saja’. Dan bila kita bicara tentang stres, adalah stres yang kita tahu bagaimana cara mengontrolnya.
Baca artikel lainnya di Blog Dr. Indra K. Muhtadi
Contoh berikutnya sesederhana berkendara di pagi hari untuk berangkat bekerja misalnya. Sesungguhnya setiap saat ketika berkendara, baik naik mobil, naik motor, atau pun kendaraan umum kita senantiasa berada dalam kondisi stres. Namun karena sudah terbiasa, dijalani setiap hari dengan kondisi yang nyaris sama, secara rutin untuk kurun waktu yang panjang; membuat kita menjadi master mengatasi stres dalam berkendara dari rumah berangkat bekerja sampai bahkan tidak merasakan stres tersebut sama sekali. Kecuali terjadi suatu kondisi yang tidak biasa, seperti kemacetan total, kendaraan yang ditumpangi mogok, atau terhadang dengan demonstrasi di jalan, barulah kita menyadari kita tengah stres dalam berkendara.
Yang Sedang-Sedang Saja
Jadi ketika saya sebutkan yang ‘sedang-sedang saja’ juga menjadi sangat subjektif dan berbeda bagi setiap orang. Tak bedanya seperti seekor katak percobaan yang dimasukkan ke dalam mangkuk berisi air panas, maka ia akan langsung terkejut dan berusaha untuk segera keluar dari mangkuk tersebut. Tapi ketika katak percobaan itu sebelumnya sudah berada dalam mangkuk berisi air biasa, lalu dipanaskan pelan-pelan di atas api; maka tubuhnya akan beradaptasi secara perlahan seiring dengan air yang memanas. Katak kedua ini mungkin malah bisa bertahan lebih lama pada suhu yang lebih panas dibandingkan dengan suhu air pada percobaan katak yang pertama.
Hal yang sama juga terjadi pada kita, manusia. Bila kita tiba-tiba langsung berada dalam kondisi yang tidak nyaman, kondisi yang tidak kita sukai, atau kondisi yang memberatkan kita; maka kita akan instan merasakan stresnya. Tetapi bila ketidaknyamanan, hal yang tidak disukai, serta hal yang memberatkan itu terjadi secara perlahan dengan kecepatan seiring dengan terbangunnya daya tahan dan toleransi dalam diri; maka boleh jadi kita tidak merasakan adanya stres tersebut. Seorang yang baru pindah dari daerah ke kota Jakarta, bisa langsung merasakan stres di hari pertama ia berangkat ke tempat kerjanya karena kemacetan di jalan. Sementara yang sudah tinggal di Jakarta, katakanlah untuk 20 tahun terakhir, akan merasa kemacetan biasa-biasa saja dan menjalani hari-hari berangkat ke tempat kerja dalam kemacetan dengan tenang-tenang saja, padahal Jakarta sudah semakin bertambah macet dalam 20 tahun terakhir.
Pentingnya Ingredient Stres
Di awal saya menyampaikan bahwa kehebatan yang kita nikmati akan terasa hambar bila tidak ada ingredient stres. Maksud saya juga sama seperti uraian di atas. Katakanlah ada seorang anak pengusaha kaya yang sejak kecilnya hidup dalam kondisi berkecukupan, selalu nyaman, dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Suatu saat ketika ayahnya menyerahkan perusahaan pada dirinya, orang lain bisa menganggap dirinya hebat, tapi apa yang ia rasakan akan polos dan hambar saja. Ini terjadi karena ia mendapatkannya dengan tanpa perjuangan. Absennya pengalaman merasakan perjuangan dan berada dalam stres membangun perusahaan, justru bisa menjadi sebuah kekurangan dan cacat dalam dirinya. Bila sesuatu terjadi pada perusahaan yang ia pimpin, walaupun sesuatu yang kecil misalnya, bisa menggiringnya membuat keputusan strategis keliru yang justru dapat membuat perusahaannya bangkrut di kemudian hari.
Di lain pihak, ada seorang anak dari orang tua yang biasa-biasa saja. Dia memulai usahanya dengan kerja keras dan segala pengorbanan. Mungkin seperti pengusaha sukses, ayah dari anak yang kita bicarakan di atas. Dalam perjalanan meniti usahanya penuh dengan segala benturan, berhadapan dengan segudang kegagalan, dan sudah pasti menghiasi hari-harinya dengan stres. Tapi justru dengan adanya ingredient stres tersebutlah ia dapat menjadi pengusaha besar, yang dapat menuntunnya membuat keputusan-keputusan strategis yang tepat dan malah membuat perusahaannya bertambah besar, sehingga akhirnya dapat diwariskan kepada anaknya. Dalam setiap langkah dan batu kilometer kesuksesan ketika membangun usahanya, ia sudah pasti akan senantiasa merasa hebat. Bukan dari kaliber keberhasilan yang diraih pada setiap langkahnya, tapi dari setiap kepuasan dan keberhasilan-keberhasilan kecil ketika meraihnya dan ketika sadar ia sudah dapat mengatasi semua masalah dan stres yang timbul karenanya.
Penutup Part 1
Hidup itu adalah layaknya suatu perjalanan, hidup itu adalah suatu proses, dan setiap kejadian dalam hidup adalah cara mendewasakan orang yang menjalaninya. Tidak ada yang terjadi dalam hidup dan proses kehidupan itu yang terjadi percuma atau terjadi sia-sia. Seseorang bisa menjadi seperti apa ia saat ini adalah karena perjalanan, proses dan kejadian yang ia alami dalam hidup dan kehidupannya. Karena tidak mungkin seorang yang hidup dan masih waras itu lepas dari apa yang dikatakan sebagai stres, maka sudah pasti stres bukan sesuatu yang kita harus takuti, stres bukan sesuatu yang harus kita hindari, dan sudah tentu bukan sesuatu yang harus kita ingkari.
Karena bukan sesuatu yang ditakuti, dihindari dan diingkari; maka sudah tentu berarti stres adalah sesuatu yang harus kita jadikan teman, yang harus kita hadapi, dan harus kita akui keberadaannya. Justru dengan mengakui keberadaan stres pada diri, kita akan mampu untuk mengontrolnya, kita akan mampu untuk mengatasinya, dan malah kita akan mampu untuk memanfaatkannya. Itulah sebabnya dengan singkat bisa kita katakan bahwa untuk menjadi hebat Anda memerlukan stres; Stres untuk Hebat.
Copyright IKM 2017-09